<<<--->>>
Dia tidak lagi membutuhkanku' Semakin aku menginginkanmu
'She no longer needs me' 널 원할 수록kenyataanku semakin berat
내 현실은 무거워지고 있어<<<--->>>
"Gue gak mau berantem sama lo! Bangun sekarang! Kita ke rumah sakit bareng temen-temennya abang." Jovan kembali bersuara. Ia tak bisa membiarkan Nathan yang masih bersikap acuh pada abang kandungnya sendiri.
"Lo aja sana." Laki-laki itu kekeh tak mau pergi. Satu satunya hal yang ada di pikiran Nathan adalah, enggak penting.
"Bangun, atau gue seret. Tapi kalo bisa lo bangun sendiri, gue gak mau ribut di depan temen temennya abang."
"Denger ya, Jov. Lo gak ada urusan buat ngatur gue! Terserah gue mau pergi atau enggak! Lagian gue bisa milih harus ngelakuin hal yang penting atau enggak! Dan sekarang, gue tau betul dateng ke sana bukan hal yang penting sama sekali."
Jovan mengepal tangannya kuat kuat. Bergegas menonjok Nathan jika laki-laki ini masih saja tetap dengan pikiran bodohnya.
"Asal lo tau, gue gak peduli mau dia kenapa napa atau baik baik aja! Gue sama sekali gak peduli! Udah gue bilang kan kalo dia cuma beban di sini!"
"NATHAN!"
Bugh!
Hingga terpaksa Jovan mendaratkan sebuah pukulan kuat pada rahang Nathan. Baik Azura maupun Winar yang mendengar keributan, langsung menghampiri keduanya. Takut terjadi apa apa. Namun yang pertama kali mereka lihat adalah Nathan yang jatuh tersungkur ke lantai. Dengan Jovan yang masih mencengkeram kerah baju milik laki-laki itu dengan kuat.
"Jovan?" Winar lantas menarik Jovan menjauh dari tubuh Nathan. Sementara Azura membantu Nathan berdiri meski tertatih.
"Kenapa?" tanya Azura. Ia tahu, ini bukan urusannya. Namun ia tak kuasa membendung rasa ingin tahunya, apalagi setelah melihat kejadian barusan.
"Mau tau satu hal? Satu satunya yang gak guna di sini itu elo! Elo Nathan!" Jemari Jovan menunjuk-nunjuk wajah Nathan di sana.
"Gue gak mau tau, lo ikut sekarang! Atau bener bener gue abisin lo di sini!"
Sret!
Jovan lantas menarik tangan Nathan. Berjalan keluar dari dalam rumah. Menghempaskan tubuh laki-laki yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri, ke dalam taxi.
Usia keduanya memang terpaut hanya beberapa bulan saja. Namun tetap saja, Jovan menganggap Nathan seperti adiknya sendiri. Makanya, ia tidak segan untuk memarahi bahkan memukul Nathan jika laki-laki itu kembali berpikiran bodoh tentang abangnya.
Jovan terkadang ikut merasa sesak dengan perlakuan Nathan pada Jeffrey. Saat Nathan yang mengacuhkan setiap bahasa isyarat dari Jeffrey padahal ia mengerti, Nathan yang tak segan mendorong Jeffrey padahal Jeffrey hanya berdiri di hadapannya untuk memberikan sarapan, dan Nathan yang tak mau mengucap sepatah kata terima kasih padahal Jeffrey satu satunya yang bekerja mati-matian menghidupi keluarganya.
Bukannya Jovan tak ingin membantu Jeffrey dengan ikut bekerja, hanya saja laki-laki itu melarangnya. Jeffrey mentah mentah melarang Jovan yang mau membantunya bekerja, dan malah menyuruh Jovan untuk belajar saja.
"Tapi kan biar abang enggak capek capek amat. Jovan bantuin yaa? Pleaseee."
Jeffrey menggeleng cepat. Ia tahu, maksud Jovan baik. Namun setidaknya biar dirinya saja yang bekerja, selepasnya biar adik adiknya belajar saja. Tak apa jika hanya lelah, toh sejak dulu batinnya memang di pompa untuk menjadi kuat. Gunjingan serta hinaan dari orang-orang, sudah menjadi makanan sehari-harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepulangan
Novela JuvenilLaki-laki bisu yang seringkali menjadi lampiasan semesta atas semua ketidakadilan. Satu satunya kebahagiaan yang ia miliki adalah memori bersama ibunya. Kasih sayang dari ayahnya bahkan terbatas hanya sampai ibunya tiada. Dinding kebencian dari adik...