<<<--->>>
Saya selalu minta sama Tuhan, supaya senyum kamu gak pernah pudar. Karena senyum kamu itu yang buat saya tegar.
<<<--->>>
"Jadi?"
"Abisin kalo perlu."
<<<--->>>
Azura tengah sibuk memasukkan buku bukunya ke dalam tas. Di luar kelas, Ajil sudah menunggu dari tadi. Murid kelas sebelas itu tengah memakai baju basketnya. Bukan seragam sekolah. Hal itu sudah biasa untuk Ajil. Bukan apa apa, itu karena dirinya latihan basket setiap jam istirahat ketiga. Jadi guru guru juga maklum, apalagi dia latihan untuk mewakili sekolahnya di ajang olahraga kota minggu depan.
Untuk Alex, Johnny, dan Atuy, tidak tahulah, mereka pergi kemana di jam pelajaran terakhir begini. Mungkin di basecamp, atau kantin belakang.
Sementara laki laki itu, Jeffrey, yang duduk di sebelahnya, perlahan memasukkan bukunya juga ke dalam tas meski sesekali memejamkan matanya. Terlebih saat tangan kirinya yang di perban, terkena dinding dinding tas sekolahnya.
"Mau gue bantu?" Azura menawarkan. Ia sendiri tidak tega dengan keadaan laki laki ini. Terlalu mengenaskan. Apalagi mengingat Jeffrey yang diam saja saat dipukuli.
Jeffrey menggeleng. Gadis itu lantas menghembuskan napas panjang.
"Lo gak lapor guru?" tanya Azura yang sepertinya Jeffrey tidak ambil tindakan apapun perihal kejadian barusan.
Jeffrey lantas menunduk, bukan menjawab pertanyaan Azura.
"Gue bingung sama lo, sejak awal kita ketemu, lo gak pernah tuh ngomong sama gue. Bahkan ngenalin diri lo sendiri. Gue bahkan tau nama lo dari buku lo yang ketinggalan di kolong meja. Lo terlalu pemalu ya, untuk komunikasi sama orang lain?"
Jeffrey tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia juga berpikir, jika ia menggunakan bahasa isyarat menggunakan tangannya, gadis ini mungkin tidak akan mengerti dan menganggap dirinya aneh. Maka, akan lebih baik baginya untuk diam saja.
"Jujur aja, gue gak suka sama sikap orang kaya lo gini. Bukannya ngehargai orang dengan jawab pertanyaan gue, lo malah diem aja kaya patung."
Jeffrey lantas menyodorkan sebuah permen dengan bertuliskan 'jangan marah' di belakang bungkusnya.
Azura tak mengerti, apa ini? Apa dia mencoba merayu seperti laki-laki tidak jelas di luar sana? Mereka yang merayu wanita sana sini dengan kata kata dan perbuatan manis seperti ini?
Lagi pula, sejak kapan ia mengantungkan permen dengan tulisan 'jangan marah' di bungkusnya?
"Hhh, gak ngerti gue sama lo."
Azura lantas pergi menggendong tas sekolahnya, berjalan menuju luar kelas. Dimana adiknya sudah menunggu didinya.
Tak peduli dengan Jeffrey yang menatap punggungnya dengan ekspresi wajah bersalah. Ia merasa tak enak pada gadis itu. Perlahan ia meletakkan permen manis itu di kolong meja milik Azura.
Lalu saya harus gimana? kalau kamu tau saya bisu, bukan berarti kamu masih mau temenan dan jadi temen sebangku saya, Azura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepulangan
Genç KurguLaki-laki bisu yang seringkali menjadi lampiasan semesta atas semua ketidakadilan. Satu satunya kebahagiaan yang ia miliki adalah memori bersama ibunya. Kasih sayang dari ayahnya bahkan terbatas hanya sampai ibunya tiada. Dinding kebencian dari adik...