9. Perihal Yang Belum Diketahui

1.2K 209 48
                                    

Baru saja Azura selesai dari kamar mandi, ia mendengar keributan di koridor kelas sebelas. Banyak murid berkerumun di ambang pintu kelas. Seolah menyaksikan ada sesuatu yang tengah terjadi. Gadis itu mengerutkan dahinya, melihat papan nama kelas di atas dinding. XI IPA 2. Ah, itu kelasnya.

Tapi, apa yang terjadi sehingga membuat banyak murid berkerumun di sana? Hal itu masih menjadi tanda tanya besar bagi Azura.

"Ngapain sih?" desirnya dalam hati. Tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi, ia lantas berjalan cepat.

Brak!

Telinganya dengan jelas mendengar bunyi yang keras dari dalam sana. Tenaganya terlalu lemah untuk menerobos masuk melalui kerumunan yang menghadangnya. "Permisi, permisi..." berkali kali kata itu terlontar dari mulutnya, namun tetap saja. Murid murid di sana masih sibuk menonton apa yang terjadi di dalam.

"Kak Azura!" panggil Ajil dari kejauhan. Sejujurnya, ia juga merasa penasaran dengan apa yang terjadi di dalam. Makanya ia memanggil kakaknya itu untuk meminta jawaban.

"Kenapa itu?" tanyanya saat sampai di hadapan gadis itu.

"Gue juga enggak tau. Gue gak bisa masuk, kerumunannya banyak banget."

"HEH HEH HEH!" suara serak dari seorang laki-laki berumur empat puluh tahunan seketika membuyarkan semua yang ada di sana.

Pak Wijaya. Guru killer sekaligus guru yang paling mengutamakan kedisiplinan di sekolah ini. Jadi wajar saja jika urat di pelipisnya muncul saat melihat murid murid tengah berkerumun di depan kelas.

Seketika semua yang ada di sana langsung berlari masuk ke kelas masing-masing. Tak ingin mendapatkan sanksi tegas dari Pak Wijaya. Mereka bergemuruh di sepanjang koridor. Termasuk Ajil, dan tentunya Azura yang langsung masuk ke dalam kelas.

Namun langkahnya berhenti, saat ia melihat sosok murid laki-laki masih dikerumuni beberapa murid lainnya.

Jeffrey. Ah, ada apa lagi dengan laki-laki ini? Azura tak tahu persis apa yang terjadi. Yang pertama kali dilihatnya adalah Jeffrey yang terduduk di pojok, dengan Alex yang memegang uang seratus ribuan. Kisarannya, mungkin satu atau dua juta rupiah.

"Jeff-"

"Ada apa ini?!"

Belum sempat Azura melontarkan pertanyaan yang muncul di kepalanya tentang apa yang terjadi, Pak Wijaya lebih dulu masuk dan seketika meneriaki semua yang ada di sana. Sepertinya ia benar benar murka.

"Jadi gini pak, dia secara sengaja nyuri uang kas kelas. Kalo cuma lima ribu atau sepuluh ribu, mungkin kami enggak bakalan sampe kaya gini. Tapi ini satu juta lebih. Uang satu juta ada di dalam tasnya." Alex angkat bicara.

Jeffrey menggeleng cepat. Tangannya mulai bergerak. Berusaha memberitahu semua yang ada di sana dengan bahasa isyarat. Namun sayang, tidak ada satupun dari mereka yang memahami. Termasuk Azura yang masih bingung dengan sikapnya ini.

"Bener, kamu yang nyuri?" tanya Pak Wijaya dengan suara beratnya.

Jeffrey menggeleng kembali. Ia sama sekali tak tahu bagaimana bisa uang sebanyak itu bisa ada di dalam tasnya. Bahkan, menyentuh uang kas saja ia tidak pernah. Ia juga di buat bingung sekaligus tak tahu bagaimana cara menjelaskan apa yang terjadi.

"Bohong pak! Jelas jelas semua murid yang ada di sini ikut jadi saksi, kalo uang ini di temuin di tasnya." Johnny ikut angkat bicara sambil jemari telunjuknya menunjuk-nunjuk Jeffrey.

"Pulang sekolah, kamu ke ruangan saya!" jelas Pak Wijaya yang tak mau ambil pusing dari tindakan siswanya ini. Ia memutuskan untuk menyelesaikan di ruangannya saja. Apalagi jika diselesaikan di sini, hanya akan menambah kericuhan dari siswa lainnya.

KepulanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang