—double up manteman! buat yang belom baca part sebelumnya kudu baca dulu, aku maksa! wkwk jangan lupa tinggalkan jejak yaa❤
"Pernyataan cinta. Kalau lo mau tau perasaan lo berbalas atau enggak ya nyatain lah."
Haruskah? Sepenggal kalimat berisi saran dari Yudith membuat Yoga terpekur lama. Kala itu mereka sedang sama-sama menunggu dosen masuk. Lima belas menit lagi jika dosen tak juga datang tanpa keterangan itu artinya: kelas libur. Keterlambatan toleransi adalah 30 menit.
Karena bosan, Yudith mendadak bertanya pada Yoga perihal kelanjutan hubungannya dengan Shasa. Lalu secara alami pun Yoga akhirnya menceritakan tentang gig dan cerita masa SMA mereka.
"Tapi denger cerita lo soal gimana respon Shasa ke lo belakangan ini, gue pikir dia juga demen dah sama lo. Udah sih gas aja, langsung jedor," lanjut Yudith, "kalau terlalu banyak pertimbangan nanti timing lo keduluan sama yang lain."
Sejujurnya Yoga sependapat. Namun, entahlah. Rasanya Yoga masih butuh waktu untuk menata hati. Sampai suatu malam, Shasa tiba-tiba mengirimkannya voice note.
"Gayo ke kamar gue dong, mau ngajakin movie home nih tapi gue mager. Lo nya aja ya yang kesini. Gue sediain cemilan deh. Ya? Ya?"
Mana mungkin Yoga menolaknya. Dalam hitungan menit lelaki itu sudah stand by di depan pintu kamar Shasa. Mengetuknya perlahan dan siap menemani sang gadis nonton netflix bersama.
Tiga puluh menit mereka fokus menonton, sambil mengunyah, Shasa secara acak berceletuk mengenai cerita di film tersebut.
"Menurut lo kenapa semua pemeran di film ini jadi jahat?"
Yoga ikut menatap datar ke layar televisi, "Ya karena positif dikali negatif hasilnya akan selalu negatif. Katanya kan orang jahat adalah orang baik yang tersakiti."
"Gue nggak setuju deh. Kenapa harus pake konsep perkalian buat menganalogikannya? Kenapa nggak pake konsep penjumlahan aja?" Shasa menoleh pada Yoga. Dua netranya membinar polos, "di penjumlahan positif tambah negatif hasilnya gak akan selalu negatif, kan? Tergantung besar bilangannya."
Yoga tertegun. Meski ia tetap membiarkan Shasa lanjut mengutarakan pemikirannya.
"Sama kayak orang baik dan orang jahat. Kenapa orang-orang nggak nyoba buat jadi baik aja dari pada berubah jadi jahat? Semakin banyak yang baik maka orang jahat akan semakin sedikit. Kalau bilangan positif lebih besar dijumlahin dengan bilangan negatif yang lebih kecil, hasilnya pasti berbentuk positif. Iya nggak?"
Shasa menjeda narasinya sebelum terkekeh pelan, "Yaa itu sih perbedaan logika kita ya. Lo as anak matematika dan gue as anak sastra."
Shasa tidak tahu jika kalimatnya itu telah sukses menghancurkan pertahanan Yoga. Konsep postif negatif yang selama ini Yoga analogikan untuk hubungan mereka kini secara resmi retak.
"Bener. Kenapa nggak pake konsep penjumlahan aja.." gumam Yoga.
Tekat lelaki itu membulat. Jadi dengan raut serius ia kembali mengangkat wajah. Menatap lekat sosok Shasa di sebelahnya. Yoga mengambil napas panjang sebelum berkata dalam satu kalimat yakin.
"Sha, gue sayang sama lo."
Terlalu yakin, bahkan. Sampai-sampai Shasa yang tengah fokus menonton sontak menoleh padanya. Pandangan mereka bertemu. Merasa salah dengar, sang gadis memilih ulang bertanya.
"Sorry, gimana, Ga?"
"Gue sayang sama lo, Chasandra. Perasaan gue nggak berubah dari dulu. Gue pengen kita pacaran."
Shasa mengerjap lambat. Berusaha mencari canda dari paras Yoga namun tak ia temui. Lelaki itu bersungguh-sungguh.
Yoga pikir kali ini perasaannya akan bersambut. Shasa memberi jeda cukup lama. Hingga ia kemudian balas memandang Yoga serius.
"Maaf ya, Yoga."
Semuanya berakhir. Fantasi Yoga kembali dihancurkan dengan sebait kata dari Shasa.
"Jawaban gue juga masih sama kayak dulu. Gue nggak pengen pacaran sama lo."
The broken heart are repeat again.
Yoga masih mempertahankan tatapannya di manik Shasa. Sorot mata gadis itu memancarkan aura yang serupa. Aura yang ia tunjukkan saat menolak Yoga untuk pertama kalinya.
Lantas mengapa belakangan ini Shasa bersikap seolah menyukainya? Terlalu akrab hingga Yoga berpikir mereka mempunyai rasa yang sama. Dan kini gadis itu baru saja mematahkannya lagi.
"Kenapa?" vokal Yoga terdengar. Yoga sama sekali tidak mengerti mengapa Shasa melakukan ini.
"Kenapa? Yaa, karna gue gak sayang sama lo?" si gadis menipiskan bibirnya. Nada dalam kalimat itu terdengar terlalu tenang, "Ah, Ga, lo nggak beneran mikir gue serius pas ngirim dm waktu itu kan? Udah gue bilang itu salah ketik. Ya ampun, masa gitu aja baper sih."
Menyedihkan. Jika ada penobatan orang paling menyedihkan, mungkin Yoga pantas mendapatkannya.
Tawa sumbang Yoga menguar tanpa dapat ia cegah lagi. Imajinya buyar. Di garis batas akhir logika Yoga, Shasa berhasil memporak-porandakannya.
"Menyenangkan ya?" gumam Yoga. Dia menyeringai sarkas, "Buat lo main-main sama perasaan gue tuh, menyenangkan ya?"
Yoga tersenyum namun bukan senyuman lembut yang biasa ia tunjukkan. Membuat Shasa terdiam. Berusaha mencairkan suasana Shasa lalu mencoba berjenaka.
"Duh, Ga, apaan sih tiba-tiba nuduh gue main-main sama perasaan lo? Asli nih suasananya jadi aneh kan gara-gara lo confess. Udahan ah gausah dibahas lagi. Kita lanjut nonton aja ya, kasian tuh filmnya dianggurin."
Yoga bergeming. Sejauh mana ia bisa bersikap baik pada Shasa? Persetan dengan nurani. Di detik ini Yoga betulan sudah muak.
"Kata orang cinta itu bikin bego, ya. Kayaknya bener sih. Gue nggak ngerti kenapa gue bisa selalu jatuh cinta sama lo dan ujung-ujungnya terluka," Yoga menghela napas berat.
Lelaki itu bertekat menyelesaikan segalanya sekarang juga, "Makasih udah bikin gue patah hati buat yang kedua kalinya, Sha. Sorry, gue nggak bisa nemanin lo nonton sampai selesai sekarang. Gue balik duluan."
"Eh, Ga—"
Shasa tercekat. Tangannya hendak bergerak menahan lengan Yoga namun ia urungkan. Sangat jelas di pandangan Shasa bagaimana raut Yoga yang terluka.
Sang gadis tak punya pilihan selain membiarkan lelaki itu pergi dan menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu, dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] 365247
FanfictionUntuk Yoga yang terbiasa berpikir dalam lingkup logika, Shasa adalah ibarat bilangan imajiner dari sebuah persamaan aljabar. Sifatnya unik. written on: July 11, 2021 - March 4, 2022. ©RoxyRough