Status Yoga sebagai pacar sewaan Shasa sebenarnya sudah berakhir dari malam itu. Hanya saja Shasa lupa jika di perkumpulan waktu itu masih ada satu orang teman akrabnya yang juga bergabung—selain teman-temannya Tesa—dan hingga kini berpikir kalau Shasa betulan punya pacar baru.
Jadi tak heran mengapa Kenia memasang kurioritas tinggi begitu Shasa baru masuk kelas pagi itu. Dengan menggebu Kenia langsung menarik kursi di samping Shasa lalu menunjukkan layar ponselnya. Berisi laman instagram milik Yoga.
"Gue kan barusan iseng stalking cowok-cowok hits kampus kita, salah satunya yang namanya Arjuna si anak FIKOM lalu gue liat foto dia sama sohibnya dan jeng jeng! San, ini cowok lo yang kemarin kan?! Gilaa kok gue baru ngeh sih dia tuh yang punya Horang Cafe, anjeerrr?! Businessman dong bukan maen nih pacarnya temen gua!"
Shasa mengulum bibir, sebelum menatap Kenia dengan memanyun sedih, "Maaf mengecewakanmu teman, sejujurnya... Yang waktu itu boongan. Hehe."
"Hah? Gimana?!"
"Dia temen SMA gue, terus pas dateng ke Star kemarin yang acaranya si Tesa itu, gue minta dia jadi pacar pura-pura. Cuma buat malem itu doang."
"Anjir... Niat amat lu."
Shasa hanya mengedikkan bahu masa bodoh. Tangannya bergerak membuka tas, mengeluarkan binder dan satu pulpen lantaran di meja depan sang dosen sudah tiba.
Berkat itu Kenia juga agak merendahkan intonasi vokalnya agar tak terdengar oleh Bapak dosen, "Doi masih jomblo gak, San?"
"Ho'oh."
"Naah, kenapa gak lanjut aja kalian? Jadi beneran pacaran gitu?"
"Jangan deh. Kasian dia kalo sama gue. He deserve better lah."
Kenia tak setuju, "Emang lo se-worse itu?"
Iya.
Namun tentu Shasa mengatakan itu hanya di dalam hatinya saja. Tak ingin dilafadzkan, jadi alih-alih dia hanya tersenyum tanpa berniat memperpanjang konversasi dengan Kenia lagi.
Biarlah cukup Shasa dan Tuhan saja yang tahu. Bahwa sejatinya, dia tak sepercaya diri itu membiarkan seorang Prayoga Ganuardi jatuh cinta pada sosok sepertinya.
Memang tak pernah terlihat dari pandangan luar jika Shasa yang ceria dan random ternyata punya masalah self esteem yang cukup serius. Selama ini Shasa menjalani hidup dengan kepura-puraan. Bahagia di depan orang, bersedih sendirian.
Bahkan diantara kedua sahabatnya—Giselle dan Karina—Shasa tak pernah benar-benar terbuka tentang dirinya. Bagi Shasa semua orang itu punya masalah dan dia hanya tak ingin menerima tanggapan perbandingan dari orang lain atas masalahnya.
Misal, "Yaelah masalah lo mah cuma itu doang, masih mending, lah gue...."
Percayalah, ada baiknya kamu diam saja daripada membalas seperti itu jika seseorang tengah curhat tentang masalahnya. Toh ini bukan ajang siapa yang paling bermasalah. Kadang, orang-orang itu hanya butuh didengarkan.
Tapi fitrahnya manusia memang senang membandingkan. Shasa pernah mencoba curhat pada Giselle dan Karina, saat itu pula ia mendengar kalimat seperti itu. Mungkin Giselle dan Karina tak bermaksud sejahat itu, atau bisa jadi mereka tak sengaja membalas demikian. Katakanlah Shasa baperan, tapi semenjak itu Shasa jadi otomatis membatasi zona curhatnya. Karena tak banyak orang yang benar-benar bisa peduli jika itu tak berkaitan tentangnya.
"Malem ini join gigs yok," ajak Shasa dipertengahan kelas tadi. Masih sambil berbisik.
Kenia serta merta menyatukan kedua tangannya di depan muka, mengambil pose minta maaf, "Sorry, I can't. Hari ini anniversary pernikahan bokap nyokap. We held a mini party at home."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] 365247
FanfictionUntuk Yoga yang terbiasa berpikir dalam lingkup logika, Shasa adalah ibarat bilangan imajiner dari sebuah persamaan aljabar. Sifatnya unik. written on: July 11, 2021 - March 4, 2022. ©RoxyRough