Ternyata refleks Shasa berada di opsi pertama. Karena tepat setelah Yoga menekan tombol di password pintu unitnya dan berkata, "Ayo, masuk." pada Kenia, sebelah tangan Shasa langsung terulur meraih telapak tangan Yoga. Mengenggamnya kuat.
Membuat Yoga menoleh padanya dengan aneh. Lelaki itu menatap gandengan Shasa, sebelum maniknya naik ke sepasang netra sang gadis. Seolah bertanya apa maksud dari perbuatan si lawan bicara.
Tenggorokan Shasa tercekat. Dipikir bagaimanapun gadis itu tak menemukan alasan mengapa ia tiba-tiba bersikap impulsif dengan menahan Yoga.
"Any problem?" interupsi Kenia dari belakang. Mungkin Kenia tidak melihat karena Yoga membelakanginya, tapi Shasa masih enggan melepas tautan tangan itu.
Sampai Yoga balas mengenggamnya juga. Seolah menyadarkan Shasa. Gadis itu seketika menarik tangannya kembali.
"S-sorry... g-gue... mau pinjem panci."
Kening Yoga berkenyit. Shasa mengalihkan tatapan ke lain tempat, "Buat masak mie. Kemarin panci gue rusak belum sempat beli."
"Ya udah, tunggu, gue ambilin," balas Yoga.
Silakan rutuki Shasa dan sifat pecundangnya. Berkat alasan asal, dia harus menghabiskan dua puluh menit ke depan dengan cemas di dalam kamarnya. Memaki berulang kali kejadian yang baru saja terjadi.
Shasa mondar-mandir di depan kaca rias. Tak lama ia beranjak menempelkan telinga pada dinding itu. Nihil. Tidak ada satu suara pun yang terdengar olehnya.
"Ck, sejak kapan kamarnya Yoga jadi kedap suara? Biasanya gue selalu bisa denger sesuatu dari sini," decaknya.
Apa yang sedang mereka bicarakan sekarang? Apakah Kenia sudah menyatakan perasaannya? Dan apakah Yoga akan menjawab iya? Adalah tiga pertanyaan teratas yang ada dipikiran Shasa.
Tak tenang, lebih tepatnya. Shasa juga tidak mengerti mengapa dia setidak tenang itu menunggu hasil dari 'obrolan' sang tetangga sebelah.
Hingga di momen Shasa memutuskan bahwa dia harus melakukan sesuatu. Gadis itu memantapkan hati lalu meraih panci yang tadi ia pinjam dari Yoga. Kemudian berderap ke kamar sebelah.
Mungkin Yoga atau Kenia akan membenci tindakan Shasa yang hendak menganggu waktu mereka, tapi bodo amat. Shasa mau bersikap egois demi kenyamanannya.
Tekat yang tadi membara nyatanya gampang berubah. Di depan pintu unit Yoga, nyali Shasa kembali menciut. Alih-alih mengetuk pintu, Gadis justru menempelkan kupingnya ke daun pintu, berniat menguping keadaan di dalam dari luar saja.
Tiba-tiba pintu itu terbuka. Shasa hampir jatuh. Untung ia cepat menyeimbangkan badan. Saat sudah berdiri tegak ia langsung berhadapan dengan figur Kenia. Mereka saling tatap di posisi itu.
"G-gue mau ngembaliin panci doang kok. Nggak mau nguping, sumpah!" elak Shasa spontan.
Kenia tak bereaksi banyak. Ia lalu melebarkan daun pintu seolah mempersilakan Shasa masuk.
"Nggak apa-apa, kita juga udah selesai ngobrol kok. Yoga ada di dalem, masuk aja. Gue balik dulu ya."
"Ken," tahan Shasa sembari membalikkan badan. Kenia sudah berjalan tiga langkah dari depannya, "lo beneran nembak dia?"
Kenia mengangguk, senyumannya tersungging tipis, "Dan lo pasti udah tau deh gimana hasilnya."
Shasa mengerutkan kening. Ekspresi dan omongan Kenia terdengar cukup membingungkan. Apa Yoga menerimanya? Atau Yoga menolaknya?
"Kenapa lo mikir gue bisa tau?"
"Yoga bilang dia nggak mau jadiin gue pelampiasan. Dia masih belum bisa move on dari seseorang. Seseorang itu, maksudnya lo, iya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] 365247
FanfictieUntuk Yoga yang terbiasa berpikir dalam lingkup logika, Shasa adalah ibarat bilangan imajiner dari sebuah persamaan aljabar. Sifatnya unik. written on: July 11, 2021 - March 4, 2022. ©RoxyRough