Cerita Keempat

2.7K 284 12
                                    

"Mama, itu ada suala mobil Ayah." beritahu Taya semangat, melompat dengan senang.

Inilah yang Taya tunggu setiap sore, mendengarkan suara kendaraan milik ayahnya yang pulang kerja. Taya merasa dirinya kerena karena tahu suara mobil ayah.

Baheera terdiam sejenak, memastikan ada suara mobil seperti yang putranya katakan. Sejujurnya kemampuan anak-anak mengidentifikasi suara kendaraan orangtuanya luar biasa sekali. Padahal Baheera rasa sama saja semuanya.

"Ayah pulang, ayo buka pintu." larinya semangat menyambut ayahnya.

Taya paling senang kalau ayah sudah pulang, biasanya ada jajanan yang bawa pulang ke rumah.

Semua enak. Taya suka.

"Mama buka, ndak sampai ini."teriaknya tak sabar.

"Sabar nak, Mama bantu Abang buka pintunya yah."

"Tuh, tuh kan Mama, mobil Ayah tuh."tunjuknya antusias sambil mengintip dari jendela rumah mereka.

"Ayaah....."

"Ayah...."

Pekiknya girang tak sabaran. Bahkan ayahnya saja belum mematikan mesin mobil.

Taya senang sekali bertemu ayahnya. Seharian bermain dengan mama menyenangkan kok, tapi Taya juga suka main sama ayah.

"Abang... Assalamualaikum sayang..."

Begitu turun dari mobil, putra gembulnya sudah menyambut dengan sangat antusias. Byakta tentu saja senang.

"Ayah tutup pagar dulu yah, Abang bisa bantu Ayah bawa masuk kue?"

"Taya suka bantu. Apa ini Ayah?" tanyanya penasaran.

Taya benar-benar melupakan mamanya yang hanya diam memperhatikan interaksi ayah dan anak tersebut.

"Kue Nak. Minta tolong yah, bawa masuk. Sama Mama."

"Tunggu Ayah." tolaknya masuk terlebih dahulu.

Taya masih setia berdiri disamping mobil ayahnya.

Byakta melirik istrinya gemas dengan keluakuan Taya. Putra mereka sudah bisa mengambil keputusan sendiri.

"Mama, lihat ada kue kata Ayah." unjuk Taya senang.

"Buka di dalam yah. Tunggu Ayah kan?"

"Huuh, Ayah ayoooo." teriaknya tak sabar memanggil ayahnya menutup pagar rumah.

"Sudah selesai, ayo masuk." ajak Byakta setelah selesai menutup pagar rumah dan mengambil tas dalam mobil.

"Hari ini Abang ngapain aja nak?"

Byakta tidak mendengar suara putranya mengikutinya dari belakang, menengok sejenak Byakta mendapati Taya sudah duduk manis dengan kotak kue tadi. Tak peduli dengan orang tuanya.

Byakta membiarkannya, ia segera melangkah ke arah dapur untuk mencuci muka. Disusul Baheera memberikan gelas air minum.

"Hari ini ada cerita seru?"

"Alhamdulillah aman."

Byakta mengacak rambut istrinya sayang. Selalu bersyukur dengan keluarga kecilnya. Mereka segera menyusul Taya yang sudah sibuk dengan kuenya.

"Abang suka kuenya. Sharing yah Nak."

"Mama shaling, Taya ambil piling yah." tawarnya manis. Taya tahu kalau punya makanan harus sharing. Kan Taya baik.

"Terimakasih Nak."

Byakta dan Baheera duduk manis menunggu Taya mengambil piring. Apapun piring yang dibawa Taya mereka harus mengapresiasi.

Tidak boleh panik dan bilang salah.

"Lihat, lihat, Taya bawa piling besal." pamernya bangga.

"Wah terimakasih Abang, bawanya berat? Ayah bantu yah." Byakta mengambil alih situasi.

Mereka hanya terkekeh gemas dengan keluakuan Taya.

Tidak apa-apa.

"Ndak Kok, Taya kan kuat. Ini buat cake Mama, ayo maam Mama."

"Keren, Abang kuat yah. Hebat lagi, bawa piringnya hati-hati tadi." puji Byakta.

"Taya pindahin, Taya aja, Taya aja." teriaknya tak mau dibantu mama memindahkan kue itu.

Byakta membawa pulang cake kecil, masih bulat dan sudah ada pisau plastiknya.

Tentu saja bentuk cake itu sudah tak bulat lagi karena taya sudah memotongnya sembarang.

"Bicaranya pelan nak, Mama sama Ayah dengar suaranya Abang." tegur Baheera lembut.

"Taya aja Mama, Taja aja pindahin cakenya. Ndak Mama."

"Hati-hati yah, Ayah bantu pegang?" Tawar Byakta mendapati putranya kesulitan.

"Taya aja Ayah, Taya aja. Taya aja."

"Iya Nak, Taya saja."

Baheera dan Byakta saling melirik gemas, PR mereka sebagai orangtua untuk terus mendidik dan membimbing putranya.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang