Cerita Kedua Puluh Enam

1.6K 257 20
                                    

"Nanti sore Abang mau ikut Mama nggak?"

Baheera mengajak putranya mengobrol santai sembari bocah gembul itu sarapan dengan menu unik miliknya.

"Mo mana?"

Taya terlihat tertarik mendengar ajakan mamanya, kan lumayan pergi main keluar. Taya suka kalau pergi main, main di rumah juga suka kok. Tapi kalau main di luar lebih suka.

"Abang mau ikut Mama?" tanya Baheera iseng.

"Mau lihat adik bayi Tante Fanya. Dulu Abang lihat waktu kecil sekali."

Rencananya Baheera ingin bertemu dengan sahabat akrabnya. Mereka sudah jarang bertemu dikarenakan kesibukan masing-masing, Baheera dengan Taya dan Fanya dengan putrinya yang baru beberapa bulan lalu melahirnya.

Pasti sedang lucu-lucunya.

"Adik bayi sudah besal?" tanyanya penasaran, seingat Taya dulu adik bayinya masih kecil. Selalu digendong tante Fanya.

"Belum besar, masih bayi kok."

Kenapa belum besar? Seharusnya sudah besar dong. Kalau kecil terus nggak bisa Taya ajak main itu.

"Ayah ikut ndak?"

Taya mulai menghabiskan sarapannya, terlihat lahap sekali. Tak tersisa, nasi dengan kuah air dan ditaburi seres. Luar biasa menu sarapannya kali ini.

"Nggak ikut dong, kan Ayah kerja. Tapi nanti Ayah mau jemput, tapi nanti Mama tanya dulu. Makannya sudah?"

Baheera memastikan putranya selesai dengan makanannya agar ia bisa segera merapikan itu semua. Pekerjaan lain masih menunggu.

Biasanya Taya akan bermain seorang diri jika mamanya sibuk, ia tak selalu ditemani kok. Asal di awasi saja, dan waspada. Taya masih dalam pantauan mamanya kok.

"Sudah Mama, minum."

Tangannya tak sampai untuk menggapai air minum miliknya, tadi Baheera sengaja menyimpannya agak ke tengah agar aman dan tak terdorong oleh tangan jahil Taya.

"Alhamdulillah, Abang pintar makannya." Puji Baheera senang.

"Yummi Mama, tulun."

Baheera membantu putra kesayangannya turun, dan membiarkan bocah gembul itu bermain dengan mainan miliknya yang masih bertebaran dimana-mana.

"Abang mau ikut nggak?" tanya Baheera lagi.

Baheera melirik dari dapur, memastikan Taya bermain dengan aman di ruang keluarga.

Taya sedang sibuk membongkar bantal sofa, entah mau dijadikan apa. Baheera hanya bisa pasrah melihat kelakuan putranya. Jangan berharap rumah rapi.

"Ikut mana?"

Yasalam, tadikan sudah dibertahu.

"Ketemu adik bayi."

"Ikut, sama Ayah."

Ayahnya tidak boleh ketinggalan. Kalau kemana-mana akan ingat sama ayahnya.

"Ada main pelosotan ndak Mama?"

Eh Baheera tak yakin sih, ia harus memberitahu Fanya dulu kalau bocah gembul ini mau main perosotan.

"Umm Mama tidak tahu Bang, Mama tanya Aunty Fanya dulu yah."

Yang jelas mereka akan bertemu ditempat yang kids friendly, aman untuk anak bayi dan juga anak-anak seusia Taya. Lingkungan bebas asap rokok dan bersih.

Taya tak lagi menyahut mamanya, ia mulai sibuk dengan mainan miliknya. 

"Adik bayi bisa ajak main Dino ndak?"

Bocah gembul itu menunjukkan mainan Dino miliknya ke arah mamanya. Umm kalau bisa main, nanti Taya mau kasih punya Taya kok. Taya pikir pasti adik bayi tidak punya mainan seperti punya Taya.

"Bisa nanti, tunggu besar dulu yah. Sekarang masih kecil, belum bisa duduk adik bayinya Bang."

"Kenapa ndak besal?"

"Kan masih bayi."

"Kenapa bayi?"

Baheera ingin bilang kalau langsung besar itu adik ketemu gede.

"Semua mahluk hidup di mulai dari kecil dulu baru nanti besar Bang. Tidak bisa langsung besar yah, Abang juga dulu kecil kok. Digendong terus loh sama Mama sama Ayah. Mana Abang dulu nangis mulu."

"Ndak nangis tuh.."

"Iyaaaa."

"Ndak Mama...." teriaknya tak suka digoda mamanya, mana ia ingat masa kecilnya.

Beheera terkekeh geli mendengar teriakan tak terima putranya. Entah kenapa Baheera suka sekali menggoda putra gembulnya, seperti hiburan kala gabut di rumah.

Pagi mereka yang berwarna sekali.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang