Cerita Ketiga Puluh Lima

2.7K 273 12
                                    

"Ayah pasang tenda yukkkk. Mau main dalam sana..."

Taya mengingat, ia punya tenda mainan yang bisa dibongkar pasang dalam rumah. Sengaja dibelikan oleh nenek kakeknya.

"Abang nggak capek?" Baheera tak heran sebenarnya, hanya sekedar bertanya saja. Sudah paham dengan energi putranya. Taya dan diam itu hanya ketika sakit dan tidur, sisanya selalu punya energi lebih.

Baheera merasa dirinya sudah jompo jika harus mengikuti pergerakan putranya, tak ada habis energinya.

"Abang mau tidur ditenda?"

Byakta bertekad untuk bermain bersama putranya ketika sudah di rumah. Sibuk diluar tak membuat Byakta lupa, bagaimana bisa lupa kalau putra gembulnya itu terlalu menggemaskan.

Tentu Byakta bahagia, dan ia tak ingin melewatkan perkembangan putranya.

"Buat tenda, Taya main tenda sama Ayah..."

sejujurnya lelah kok, wajar saja Byakta merasakan itu, tetapi ia dan Baheera berkomitmen untuk menghabiskan waktu bersama buah hati mereka itu. Walaupun lebih banyak uji nyali dan uji kesabaran.

"Sudah malam, pasang tendanya jangan sekarang yah Bang."

Baheera kasian melihat suaminya itu, tapi energi Taya masih banyak. Secara teori Taya sudah cukup lelah kok, seharian bermain, mereka keluar juga hari ini, banyak aktivitas dan mobilitas, tetapi kenyataannya bocah gembul itu masih on.

"Taya mau tenda...." teriaknya menolak usul mamanya.

Masih tahap teriak masih aman kok. Khawatir menganggu tetangga saja.

"Suaranya nak." tegur Byakta mendapati teriakan Taya.

"Mau bobo tenda...." rengeknya kesal.

Satu sisi Taya masih membutuhkan bantuan ayahnya untuk memasang tenda, tetapi ia juga kesal karena tidak dipenuhi keinginannya.

"Ayah bantu pasang yah, Ayah sama Mama dengar loh Nak suaranya."

"Ayooo pasang, Taya bantu."

Baru juga selesai makan malam, kegiatan mereka sudah padat saja. Agenda bocah gembul itu padat merayap, mengalahkan agenda ayahnya saja.

Bykta mulai mengangkut kardus berisi tenda mainan milik bocah gembul itu. Tenda ala Indian miliknya terlihat menggemaskan, tidak besar tetapi cukup untuk Taya seorang diri.

"Taya bantu, Taya bantu, Taya.... Taya...."

Taya mengekori ayahnya sambil menarik kardus ingin membantu.

Kalau tidak hati-hati bisa saja kardusnya jatuh dan menimpa bocah gembul kesayangannya. Tapi Taya mode keras kepala lumayan menguji iman.

"Berdua sama Ayah...."

Pada akhirnya Byakta membiarkan bocah itu ikut menggotong kardus.

"Taya bukaaa, Taya, Taya saja..." pintanya sedikit memaksa.

"Sama-sama yah..."

"Taya, Taya Ayah." pekiknya lagi. Taya ingin terlibat dalam semua hal dalam mendirikan tenda ini.

Stok kesabaran Byakta masih luas kok, rengekan dan paksaan putranya tak membuatnya kesal.

Alhamdulillah, Taya mengajarkan ayah dan mamanya mengenai sabar yang tak terbatas.

"Wah hebat yah, Ayah bantuin Abang buat tenda."

"Huuh, ini bantu pasang-pasang."

"Kayunya dikunci dulu Bang biar kokoh, Ayah bantu yah."

"Taya juga, Taya juga."

"Iya, kan Abang bantu juga."

"Sama-sama kan Ayah?" mata bulat itu menatap ayahnya dengan binar senang. Walaupun banyak mau tapi Taya dengan mode seperti ini terlihat menggemaskan.

"Iya sama-sama. Ayo kita kasih berdiri dulu kerangka kayunya."

"Wahhhh, tenda Taya. Bobo sini...."

" Hampir jadi, pasang kainnya  dulu yuk, nanti baru kita pasang dengan benar agar kokoh."

"Taya bantu, Taya...."

Sepanjang kegiatan memasang tenda minimalis bocah gembul itu tak mau diam. Semua hal harus melihatkan dia. Memang sih jadi lebih lama, tidak apa-apa. Semua butuh proses.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang