Cerita Kedua Puluh Tiga

1.7K 248 8
                                    

"Abang, ayo sarapan dulu yuk."

Setelah insiden tidak diperbolehkan main sepeda di depan rumah oleh mamanya, Taya memutuskan bermain di halaman belakang.

Tentu saja, pot bunga milik mama ada yang tersenggol. Baheera membiarkan saja, daripada bocah gembulnya merengek main diluar.

"Ndak maam Mama..."

Main balance bike lumayan jago, walaupun banyak oleng dan menabrak sana sini. Tentu saja Baheera mengawasi, apa kabar jantungnya kalau tidak mengawasi.

"Sudah  30 menit loh. Tadi janjinya bagaimana?"

Baheera mengingatkan kembali perjanjian mereka diawal. Pada akhirnya Baheera luluh, membiarkan Taya bermain balance bike. Kerjaan rumah lainnya ditundanya.

"Kok cepat....." protesnya tak terima.

"Lihat jam deh, itu jarum panjangnya sudah angka berapa?" tunjuk Baheera ke arah jam dinding di halaman belakang rumah mereka.

Sengaja menaruh jam disana, selain petunjuk waktu fungsinya untuk hiasan juga.

"Angka sembilan."

Taya cemberut, terlihat menggemaskan sebenarnya. Ditambah dengan helm safety, pelindung lutut dan siku, semakin menggemaskan.

Main juga harus aman.

"Tadi Mama ada video. Nanti kita tunjukin ke Ayah deh. Yuk sekarang buat sarapan dulu."

"Sebental lagi boleh ndak?" bujuknya imut.

Taya masih mau main, belum mau berhenti. Taya juga nggak lapar kok, mama suruh sarapan terus deh.

"10 menit, habis itu selesai yah. Jarum panjang ini di angka 11 yah."

"Yaiiiii.....telimakasih Mama.."

Taya kabur begitu saja dengan sepedanya. Senang karena mama membiarkan ia bermain sepeda lebih lama. Tapi nanti biasanya Taya sudah tidak bisa membujuk mamanya lagi.

"Pelan pelan yah, Abang hati-hati."

Setelah memastikan putra gembulnya aman, Baheera segera masuk dan membuat sarapan dan merapikan rumah.

Sejauh ini rumah mereka masih rapi. Taya belum membuat kekacauan.

Baheera membiarkan saja, masih terlihat dari jendela dapur. Pintu rumah juga terbuka dengan lebar. Seharusnya sih aman.

"Kasih sarapan apa coba yah? Kalau gede sedikit suruh masak sendiri." gumam Baheera pusing memikirkan menu sarapan putranya.

Beberapa hari ini Taya tak mau makan. Benar-benar tak makan berat. Tapi kenapa pipinya gembul, lemak Taya lari ke pipi semua.

Kalau sarapan semdiri biasanya tak susah, Baheera ingin makan salad sayur. Taya tentu saja tak akan mau memakan itu.

"Mama sudah...." teriaknya begitu menyadari waktu bermainnya sudah habis.

Umm tepat waktu juga. Moodnya sedang bagus hari ini, Taya belum berulah. Namun tak selamanya seperti ini kok. Taya lebih sering tak mendengarkan peraturan orangtuanya.

"Sepedanya dirapikan Bang." tegur Baheera begitu melihat Taya menyimpan sepedanya begitu saja di teras rumah mereka.

"Nanti Mama..."

Taya tak mengindahkan teguran mamanya, bocah gembul itu segera saja berlari masuk rumah.

Bocah gembul itu langsung menuju dispenser setelah mengambil gelas miliknya dekat meja makan.

"Abang...." tegur Baheera lagi.

Oke, Taya haus.

Omelan mama tak lagi dilanjutkan, nanti setelah bocah itu selesai minum.

"Abang mau sarapan apa?"

"Ndak maam.." tolaknya untuk kesekian kali.

"Roti mau?"

"Ndak maam."

Mama kenapa suruh makan terus yah. Kan Taya nggak mau makan.

"Abang rapiin dulu sepedanya. Mama bantu lepasin helmnya.

Baheera kembali mengingatkan bocah kesayangannya untuk merapikan kembali mainannya sesudah dipakai.

"Iya Mama. Simpan sana sepeda.."

"Iya, simpan ditempat semula. Abang bisa?"

Seharusnya sih Taya bisa sendiri. Tempatnya mudah dijangkau dan sepedanya hanya diminta diparkir rapi saja dekat sepedanya yang lain.

"Habis ini sarapan."

"Ndak maam." tolaknya keras untuk kesekian kalinya.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang