Cerita Kedua Puluh Empat

1.7K 240 10
                                    

"Abang cuci tangan dulu yah, habis main." Baheera mengingatkan putranya untuk tetap menjaga kebersihan sehabis bermain dari luar ruangan.

"Ndak kumaaaan..." tolak Taya tak mau menuruti pinta mamanya.

Taya langsung saja berlari kearah box mainan miliknya. Taya mau main Dino ah, tadi Taya sudah bermain sepeda.

"Abang..." panggil Baheera memperingati putranya. Nadanya harus panjang agar Taya tahu jika ia ditegur oleh mamanya.

"Ndak kuman Mama, kan ndak maam." tolaknya lagi, tidak lupa dengan alasannya.

Kan kalau kuman sakit, tapi tadi Taya sudah mandi pakai sabun kok. Bisa bunuh kuman kata mama. Jadi sudah nggak kuman lagi kan yah? Kenapa harus cuci tangan lagi?

"Abang habis main loh, cuci tangan yuk. Kalau sudah cuci tangan sarapan dulu baru main Dino."

Baheera menghampiri Taya dan mainan miliknya yang sudah tak terselematkan lagi. Ruang keluarga mereka sudah ramai dengan mainan milik bocah gembul itu. Seharusnya Taya mengambilnya satu persatu dari dalam box, namun itu hanya harapan Baheera selaku mamanya. Kenyataan yang ada adalah Taya menghamburkannya begitu saja.

Mempunyai anak seusia Taya, jangan berharap rumah rapi dan damai. Siklusnya akan selalu sama, rapi, berantakan, rapi, berantakan. Begitu saja sampai lelah.

"Ndak maam Mama..."

Beberapa hari ini Taya menolak makan berat, masa Taya hanya makan cemilan dan biskuit saja. Jika tak diingatkan makan mana merasa lapar. Susu juga jika tak dipaksa mana mau. Yang diingatnya hanya main saja. Padahal main juga butuh tenaga.

Taya hanya rajin minum air putih karena haus. Tidak lapar.

Bikin khawatir saja, tak ada asupan energi dan nutrisi. Namun bocah gembul itu terlihat baik-baiknya saja. Walaupun begitu Baheera akan tetap memaksa putranya untuk makan.

"Abang mau makan apa?" siapa tau Taya menginginkan makanan tertentu.

"Ndak lapal loh Mama. Mau main Dino saja, ini Taya kelualin semua...." pamernya senang, Taya mau main saja.

 "Makan pakai ayam bakar mau?" Baheera tak akan menyerah begitu saja, belum tahap stres kok.

"Ndak mauuuuu...."

"Maunya pake apa?"

"Mama ini Dino Taya, maam sayul...." bocah gembul itu tak mengindahkan pertanyaan mamanya.

"Ummmm Apatosaurus makan tumbuhan, wahh leher panjang. Makannya banyak loh dia."

"Blontosaulus ini Mama, sama apatosaulus juga, lehel panjang."

"Iya sama, kan sebutan lainnya itu. Makan tumbuhannya banyak loh Bang."

"Taya ndak maam tumbuhan."

"Makan sayur mau?"

"Ndak mau Dino."

Eh, ini bagaimana sih jalan cerita percakapan mereka ini. Tak ada ujung dan tak membuahkan hasil yang diharapkan oleh Baheera.

"Abang kan manusia, bukan Dino. Jadi mau makan apa nih kita?"

Baheera tak putus asa kok, cuma sudah mulai goyah saja imannya. Baheera hidup untuk makan, lalu semesta mengirimkan seorang putra yang makan untuk hidup. Mereka tak sefrekuensi loh.

Ada apa sih dengan setiap anak kecil yang tak suka makan?

"Taya mau jadi Dino, jadi blontosaulus. Umm jadi T-Lex juga mau..." pekiknya senang. Tangan mungil itu mulai mencari Dino T-Rex miliknya. Ingin menunjukkan kepada mamanya.

"Abang dengari Mama nak, dengarin yah." Baheera menatap putranya serius, memastikan Taya mendengarkan perkataannya, "Taya harus makan. Nanti Taya lapar loh kalau nggak makan. Bisa sakit perut kalau nggak ada makanan masuk."

"Kenapa?"

Tatapan dan pertanyaan yang terdengar polos keluar dari bibir mungil itu. Belum lagi kepalanya sedikit miring menatap mamanya dengan bingung.

Taya merasa baik-baik saja loh. Nggak sakit perut. Terus Taya sudah minum tadi, mama juga lihat loh. Umm ini masih dibujuk untuk makan loh.

"Biar nggak lapar Bang."

Baheera gemas sekali, sudah ingin menangis rasanya. Perkara makan saja bisa jadi bahan diskusi berkepanjangan.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang