Cerita Kesebelas

2.1K 242 10
                                    

"Tadi Abang dengar waktu Mama panggil?"

Setelah membiarkan putranya bermain dengan hujan cukup lama pada akhirnya Taya masuk ke dalam ruma dengan sukarela, soalnya hujannya disusul dengan suara guntur. Tentu saja bocah gembul itu takut.

"Dengal kok Mama.." gumamnya tak jelas karena menggigil kedinginan.

"Kok Abang nggak langsung masuk Nak?"

Rasanya ingin mengomeli putranya itu, tapi stok sabar Baheera harus banyak. Soalnya ini masih pagi. Perjalanan mereka masih panjang hari ini, Baheera tidak tahu ada ulah seru apalagi nanti siang atau sore atau bahkan malam yang akan Taya lakukan.

"Taya main hujan loh Mama.."

Bibir mungil itu mengerucut cemberut, tidak lupa wajahnya terlihat menggembung tanda sebal. Taya dengan ekspresi seperti ini terlihat menggemaskan. Ugh namun Baheera harus menahan diri agar tak menciumnya.

"Taya belum izin Mama loh waktu mandi hujannya, besok kalau mandi hujan bilang Mama dulu yah." Baheera mengulurkan jari kelingkingkan membuat perjanjian dengan putra gembulnya itu.

"Huuh, izin-izin Mama kan yah." angguknya senang, sepertinya sesi interogasi dari mama perihal mandi hujan sudah selesai.

"Ayo keringin badannya, mandinya selesai. Kita pakai baju dulu."

Menggiring bocah gembul itu keluar dari kamar mandi dapur, membawanya ke kamarnya sendiri. Baheera memilih memandikan putranya di kamar mandi dapur, yang lebih dekat dengan halaman belakang. Jika harus ke kamar pasti banyak air yang menetes, dan itu akan menambah pekerjaan lagi nanti.

Tidak, terimakasih.

"Mama... Ummmm..."

"Kenapa Bang? Ayo cepat jalannya, nanti bisa masuk masuk angin." tegur Baheera melihat gelagat putranya yang mulai memutar-mutar handuk yang membalut badannya.

Kenapa sih bocah itu suka sekali main-main tanpa memakai pakaiannya. Kan jadinya bugil.

"Tadi Taya bantu Mama." beritahunya dengan binar senang, Taya sampai harus berhenti dan menatap manik mamanya dengan senang.

"Bantu apa Bang?" Baheera Bingung, soalnya Taya sedari tadi main hujan.

Oke, Baheera perlu waspada, Taya dan bantuan itu biasanya bukan hal yang terlalu menyenangkan tanpa diminta tolong.

"Itu Mama.. Ummm Taya bantu Mama cabut lumput Mama pot sana. Hijau-hijau Mama, lumputnya dalam pot."

Baheera membiarkan putranya memilih baju sendiri di lemarinya, ada untungnya juga Baheera sudah menyatukan semua baju bocah gembul itu antara atasan dan bawahan dan dalamannya.

"Di dalam pot? Yang dekat mana?"

"Dalam pot sana, hijau-hijau Mama. Sepelti lumput Mama."

"Abang cabut berapa?"

"Banyak, cabut semua."

"Abang buang nggak?"

"Ndak buang tuh, simpan tanah Mama."

"Sudah rapi, mau makan cemilan nggak?" tawar Baheera menggiring putranya keluar dari kamar.

"Mauuuu, maam loti yah Mama."

"Oke.."

Baheera harus memberitahu putra gembulnya kalau yang dicabut Taya itu bukan rumput. Rasanya Baheera ingin menangis saja deh.

"Abang mau pakai selai?"

Baheera membiarkan putranya melakukan apapun, apa sih yang bisa Taya lakukan? Eh banyak sih, dan terkadang suka meresahkan. Seperti mencabut tanaman mamanya.

"Pakai coklat Mama. Mama buat apa?" Taya memutuskan untuk mengekori mamanya di meja makan.

"Roti Abang."

"Huum."

"Makan di meja yah, Mama mau ngobrol sama Abang."

"Sini Mama, Taya bantu." pintanya membawa piringnya sendiri.

"Terimakasih Abang."

"Telimakasih Mama. Ummm yummi..." ucapnya mulai memakan roti buatan mamanya.

"Abang tadi yang dicabut bukan rumput yah nak. Itu tanaman bawang Mama." jelas Baheera sabar.

"Bukan lumput Mama?"

"Bukan Nak, besok kalau mau cabut tanya Mama dulu yah nak."

"Kok ndak lumput. Hijau-hijau loh Mama, tinggi."

Taya menjelaskan dengan yakin kepada mamanya.

"Iya nak, mirip rumput. Tapi bukan rumput yah."

"Nanti tanam-tanam lagi yah. Taya bantu..." antusiasnya. Umm Taya mau bertanggungjawab kok.

Baheera mengucapkan rasa terimakasih karena putranya mau membantu, namun penjelasan tentang mencabut tanaman dan rumput masihlah panjang.

Kepolosan Taya membuat segalanya dapat dimaklumi oleh orangtuanya, namun bukan berarti tak diberitahu. Taya terus diajari secara perlahan, dan terus menerus.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang