Cerita Kedua Puluh Tujuh

1.6K 233 5
                                    

Pada akhirnya mereka janjian bertemu disalah satu Kafe yang ramah anak. Banyak tempat bermain untuk anak kecil.

"Wahhh, adik bayi pakai apa itu Mama?"

Taya menatap takjub kearah kepala anaknya Fanya. Taya baru melihat bayi dengan pita menggemaskan diatas kepalanya.

"Bando Bang. Cantik yah, gemas...."

Baheera tak bisa menahan diri dengan kelucuan bayi sahabatnya. Mana lagi lucu-lucunya, baru berapa bulan yah, 6 bulan lebih sepertinya.

"Adik bayi cantik, pakai lok Mama. Pita-pita banyak..." ucapnya kagum dengan segala sesuatu yang melekat ditubuh Dhatu, putri Aunty Fanya.

Taya menyentuh renda baju dengan hati-hati. Taya masih enggan untuk menyentuh secara langsung, namun terlihat berminat menatap adik bayi.

"Mama ketawaaaa....." lapornya gemas.

Aduh, anak bayi mengagumi bayi.

"Ajak ngobrol dong Bang Adik Dhatunya." Fanya mengarahkan putrinya menghadap Taya.

"Mama, Adik bayi ndak bisa ngomong?"

"Belum bisa, baru bisa nangis, ketawa sama teriak-teriak aja Bang. Adik Dhatu bisa nen saja." jelas Fanya.

"Ndak ngoblol sama Anteu?"

Taya masih heran, kenapa adik bayinya masih belum bisa berbicara seperti Taya. Umm nanti kalau diajak bicara bagaimana jawabnya.

"Belum bisa ngobrol Abang Taya. Adik Dhatu masih enam bulan." Jawab Fanya gemas.

Fanya memahami dengan jelas kelakuan putra sahabatnya itu. Ada-ada saja kalimat ajaib atau pertanyaannya. Terkadang membuat orang dewasa disekitarnya tak berpikir seperti itu. Luar biasa.

"Kapan ngoblolnya? Ajak main pelosotan sana ndak bisa?" tujuknya kearah playground sana.

"Belum bisa." jawab Fanya gemas, apalagi bocah kecilnya juga ceria mendengar suara Abang Taya.

Dasarnya saja Dhatu adalah bayi murah senyum. Diajak bercanda saja sudah tertawa. Ramah sekali bayi itu.

"Uhhh ndak seluuuuuu." serunya protes.

"Tunggu Adik Dhatu besar yah Bang, nanti bisa main sama-sama yah."

Baheera berusaha menjelaskan kalau masih bayi belum bisa bicara.

"Huuh, lama itu ndak bisanya. Adik Dhatu belajal bisa ndak?"

"Tunggu besar Abang." jawab Fanya.

"Abang juga waktu kecil begini belum bisa bicara kok, belum bisa jalan juga loh." beritahu Baheera kepasa putranya itu.

Taya hanya mendengarkan sambil lalu. Fokusnya teralihkan sudah.

"Mama main sana...." tunjuknya tak sabaran.

" Boleh, mainnya hati-hati yah. Mama tunggu disini."

Tanpa menggu lagi, bocah gembul itu langsung berlari ke arah area bermain. Sudah dari tadi Taya mengincarnya. Ia ingin main sepuasnya.

Kalau di rumah Taya hanya punya trampolin saja, nggak punya perosotan panjang. Umm apa Taya minta sama ayah saja yah?

Kira-kira ayah akan membelikan tidak yah? Atau minta sama Kasan dan Necan, pasti Ama sama Ami juga akan mengabulkan permintaan bocah gembul ini.

"Dhatu sudah mulai mpasi yah. Gemas banget Fan..." Baheera tak bisa menahan dirinya melihat bayi lucu.

Mana Dhatu tuh bayi ramah, super ramah malah. Sama siapa saja tertawa, tidak pilih-pilih orang.

Gemas.

"Sudah, makan ikut menu rumah versi bayi dan tanpa rasa."

Fanya tekekeh gemas juga melihat bayinya.

Kalau ibu-ibu bertemu dan bermain pasti yang dibahas adalah anaknya.

Mereka asik berbincang diselingi celotehan Dhatu. Sedangkan Nataya, jangan ditanya. Bocah gembul itu asik dengan dunianya. Baheera sering memperhatikan putranya itu, memastikan ia aman, damai dan terkendali.

Sejauh ini sih aman. Malah terlihat akrab dengan teman sebaya yang baru ia temui.

Baheera belum ada keinginan untuk menghentikan putranya. Biarkan Taya bermain sampai lelah, agar nanti tak perlu drama untuk tidur malam.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang