Cerita Kedelapan

2.5K 246 12
                                    

"Mama, telepon Necan dong. Taya mau Depok."

Subuh sekali bocah gembul ini ingin menelepon neneknya yang berada di depok sana. Tak kenal waktu.

"Mau apa?"

"Mau Necan Mama, mau sana main ndak?"

Masih terlalu pagi untuk merasa bosan, dan bocah itu sudah merasa bosan. Hari ini Taya bangun pagi sekali, bahkan bukan pagi lagi. Sebelum adzan subuh sudah bangun dan merusuh. Sekarang ayahnya sudah berangkat kerja dan ia sudah mulai merasa bosan.

"Tunggu Mama telepon dulu yah."

Bocah gembul itu menunggu dengan sabar, saat ini dia tak ada hasrat untuk bermain. Masih terlalu pagi.

"Necan...."teriaknya heboh begitu melihat neneknya di layar telepon mamanya.

"Wah, Abang pagi sekali bangunnya. Keren yah, sudah sarapan?"

"Sudah, belum. Sudah atau belum Mama?"

Baheera terkekeh geli melihat kebingungan putranya. Wajar saja Taya bingung, karena tadi ketika ayahnya sarapan dia tidak ikut makan berat. Hanya ikut makan dari suapan ayahnya, dan itu juga hanya sedikit.

"Abang sarapan ikut Ayah tadi." ingat Baheera gemas.

"Iya Necan, Taya salapan ikut Ayah. Tadi Taya masjid Necan, sholat masjid sana. Ada kasih kulma loh sama teh." ceritanya antusias.

"Wah hebat, Abang pergi sholat jamaah yah?"

"Iyaaa, Taya hali ini bangun sendili loh. Pelgi masjid sana sama Ayah. Ada kulma Necan, Necan masjid sana ndak?"

Baheera menggeleng kepalanya geli melihat kelakuan putranya, ada saja yang bisa ia ceritakan kepada neneknya itu. Bahkan hal-hal remeh dapat bocah gembul itu ceritakan.

"Kasan saja yang ke masjid. Necan di rumah saja."

"Dapat kulma ndak?" tanyanya lagi.

"Nggak dapat. Tapi di rumah ada kurma. Abang kapan main ke sini?"

"Mama, kapan Depok sana?" tanya Taya sambil berteriak, soalnya mamanya lagi tidak ada didekat Taya kok. Jadi sepertinya tidak apa-apa kalau berteriak.

"Nanti kita tanya Ayah yah kalau sudah pulang."

"Tunggu Ayah Necan, nanti tanya Ayah. Main Depok sana. Anteu ndak kelja?"

"Sudah berangkat kerja juga Bang. Abang mau ngapain hari ini?"

"Mau main Dino, Taya mau mandi sama Dino. Belenang nanti Ayah libul sama Dino."

Apapun kegiatan bocah gembul itu harus melibatkan mainan Dino miliknya. Entah bagus atau sial, Taya mengingat semua mainan Dino miliknya. Jadi Baheera dan Byakta harus kerepotan mengingatnya juga.

"Necan sudah. Mama sudah..."

Sepertinya bocah itu sudah merasa cukup, jangan berharap bisa ngobrol lama.

"Sudah pamit sama Necan?"

Baheera mengingatkan putra gembulnya, pasalnya telepon milik mamanya sudah tergeletak begitu saja. Bocah gembul itu sudah membongkar box mainan miliknya tak peduli lagi dengan pertanyaan mamanya.

"Abang?" panggil Baheera lembut mendapati putranya tak menjawab pertanyaannya.

"Ndak pamit Mama, tapi bilang sudah."

Luar biasa sekali bocah gembul ini.

"Mama, Tayanya lagi bongkar mainan." baheera merasa sungkan dengan mertuanya, putranya luar biasa.

" Nggak apa-apa. Main ke rumah yah."

Setelah itu Baheera mengobrol sejenak dengan mertuanya, mengiyakan untuk main ke Depok. Sedangkan Taya sendiri sudah tak peduli, mainan miliknya sudah lumayan berhamburan.

"Abang nanti mandi yah, sebelum jam 8. Boleh main dulu yah, Mama tunggu."

"Mandi sabun?"

"Iya.."

"Nanti Mama..." bujuknya memasang wajah menggemaskan.

"Iya nak, tadi Mama bilang boleh main dulu yah. Nanti kalau sudah waktunya mandi, kita mandi yah. Tidy up juga." Baheera mengingatkan putranya, pasalnya mainannya sudah berhamburan.

" Iya Mama, nanti tidy up Mama? Hilang nanti."

Walaupun Taya tak fokus dengan mamanya, namun bocah gembul itu mendengarkan apa yang mamanya bilang.

Baheera harus banyak mengikuti kelas parenting agar bisa memahami bentuk komunikasi yang baik dengan putranya. Banyak hal yang tidak diketahui, dan Taya adalah sumber belajar tiada akhir.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang