duapuluh enam

53 2 0
                                    

26

"Ketika memandangmu, tidak ada kata lain yang bisa kuucapkan selain, nikmat Tuhan manakah yang ku dustakan,"---Aisha Valerie.

.
.
.

Mungkin sebagian sekolah memiliki aturan masing-masing. Seperti pemenang event lomba akan diumumkan ketika selesai upacara. Sekalian agar seluruh siswa-siswi seantero sekolah tahu siapa pemenangnya. Meski itu sudah ada di papan pengumuman. Karena pihak sekolah berpikir bahwa tidak seutuhnya seluruh siswa menyempatkan diri membaca papan pengumuman di mading.

Mikrofon sudah di tangan ketua OSIS. Satu persatu nama dari berbagai pemenang lomba disebutkan. Tim perwakilan bola voli, Abyan dan Reyes maju mengambil trofi dan piagam yang sempat mereka pegang beberapa hari lalu. Serta tambahan hadiah dari pihak sekolah, dalam bungkusan kardus kotak agak besar.

Tepuk tangan meriah menyambut. Guru-guru pun tersenyum bangga pada mereka.

Kini giliran pengumuman juara melukis satu sekolahan. Mulai dari juara pertama. "Aisha Valerie dari kelas X MIA 4, dipersilakan ke depan untuk mengambil hadiah."

Ada rasa haru dan tidak percaya dalam diri gadis itu saat namanya disebutkan. Perlahan ia berjalan keluar barisan menuju ke depan.

Tepuk tangan tidak semeriah suasana ketika perwakilan tim voli putra tadi. Bahkan dari tempatnya berdiri di depan semua peserta upacara, ia bisa melihat tak sedikit dari mereka yang saling berbisik, kemudian menatapnya dengan sinis. Aisha bisa merasa bahwa kemenangannya seolah tidak pantas ia dapatkan hari ini.

"... dari kelas X IPS 2, silakan maju ke depan untuk pengambilan hadiah."

Ketua OSIS itu masih berlanjut menyebutkan pemenang-pemenang dari event lomba-lomba yang mereka selenggarakan beberapa minggu lalu.

----------------------

Banyak yang bilang bahwa hari Senin itu kadang menyebalkan. Namun bagi Aisha, hal itu tidak sepenuhnya benar. Karena ia bahagia bisa mendapat kemenangan yang tak disangka-sangka.

Jam pelajaran pertama berlangsung begitu saja, hingga jam ke dua. Tak terasa bel istirahat berdentang.

Aisha tidak tahu harus berbuat apa ketika jam istirahat dimulai. Tidak seperti hari-hari ketika pertemanannya masih baik-baik saja. Ia bisa merengek ke Tiara atau Feyla untuk diajak ke kantin. Namun, sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi.

Duduk termenung, menatap punggung teman-teman satu kelasnya yang mulai beranjak meninggalkan kelas.

Tak berselang lama, ketika ia sedang asyik melamun. Terdapat gerombolan siswi yang datang mengarah padanya.

Seorang ketua geng maju, melirik Aisha dengan sinis.
"Liat gengs, cewek yang kemarin Sabtu dibonceng sama Reyes. Sok kecakepan banget lo!"

"Asal kalian tau! Gue juga nggak minta ke dia buat boncengin gue!" jawab Aisha dengan tegas. Ia balas menatap cewek di depannya tak kalah berang.

"Widih! Songong banget lo mentang-mentang menang lomba lukis! Harusnya lo itu ngaca, lo siapa? Reyes siapa? Pake ilmu pelet apaan lo hah?!"

"JAGA MULUT LO BABI! Tiap hari juga gue ngaca." Aisha beranjak dari duduknya dan bergerak melangkah.

BRUKH!

Aisha jatuh terjungkal ke depan. Rupanya kaki cewek setan itu yang menjegal kakinya. Lututnya terasa nyeri bertumbukan dengan kerasnya ubin lantai berwarna putih.

"Oh, lo berani sama gue? GARA-GARA LO! REYES BERANI NGANCEM GUE!"

Aisha mendesis menahan ngilu, lalu dengan cepat berusaha berdiri. Menulikan telinganya, tidak peduli dengan ucapan si cewek setan. Ia hendak pergi, tapi tangannya ditahan oleh salah satu dari mereka. Sial! Ia telah dikepung.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang