29. Twins Confession

327 59 237
                                    


Bucinnya si kembar angkat tangan ✋
Eh, nggak ada deng🙂

Happy reading 💙
.

Senin.
Entah berapa banyak umpatan yang Kiara sebut hari ini. Rasanya malas, lelah, bosan, itu yang menyelimutinya. Badannya lelah, otak dan hatinya juga. Apalagi masih terbayang tragedi "teror" malam itu, benar-benar masih membekas.

Ditambah masalah nilai Sonya, perdebatan David Vino, mimpi buruknya, Retha, pengiriman misterius flashdisk jurnalistik, semuanya seolah berputar dikepala kecilnya. Kiara mendengus kesal.

Ia luruskan kakinya sembari duduk di bawah pohon rindang tepi lapangan voli. Lima belas menit lalu, materi selesai, guru penjas membebaskan jam terakhirnya untuk main-main.
Tapi tetap, harus "main" sesuai pada jadwal.

Sayangnya pengecualian untuk Kia, ia memilih meneduh dengan alasan "pusing". Ia bohong? Nggak juga, jujur Kiara memang sedikit pusing tadi— tadi.

"Nih." Sebuah sodoran botol air dari sampingnya. Tanpa ragu, Kiara menerima. Yuna, teman sebangkunya.

"Bosen," kata Yuna. Kiara melirik sekilas, lalu mengangguk setuju.

Sejujurnya, entah mulai kapan ia dan Yuna dekat, karena memang, mereka jarang sekali berbicara. Tapi Kiara pun tak bisa menolak, jika teman sebangkunya itu berbuat baik padanya selama di kelas.

"Aaa..gila.."

"Minggir woy!"

"Astaga..Ratu.."

"Kamchagiya..ngeri anjir.."

"Minggir bolot!"

Kiara yang mendengar langsung menoleh kearah lapangan sebelah, begitu juga Yuna. Setahunya, lapangan itu dipakai kelas 12 IPS untuk praktek.

"Mereka kenapa rame gitu?" tanya Yuna penasaran. Gadis kuncir kuda itu juga berjalan mendekati kerumunan. Sementara anak 11 IPA 2 yang lain, masih mematung tak mengerti apa yang tengah terjadi di kelas senior mereka.

Lalu sampai pada seorang pria berbadan atletis keluar dari kerumunan, membopong seorang gadis yang terlihat merintih menahan sakit, Kiara terperanjat. Ratu.

Dalam gendongan Pak Imam, guru penjaskes kelas 12. Pandangan Kia dan Yuna bertemu sesaat, sampai akhirnya teman sebangkunya itu menunjuk sisi lapangan bekas kerumunan, Kiara lebih terkejut.

"Darah..." lirih Yuna. Kiara paham, ada yang tak beres.

"Ijinin gue pelajaran selanjutnya, oke," kata Kia. Ia kembali berikan botol airnya pada Yuna, lalu berjalan cepat mengekor di belakang kerumunan yang sudah pasti, menuju UKS.

.

Dipertigaan UKS Kia berhenti. Terlihat sejumlah anak yang dipaksa keluar oleh petugas PMR. Kia semakin mendekat, ia beranikan diri masuk meski awalnya juga diusir karena tak berkepentingan, akhirnya dibolehkan dengan alasan— saudara.

Ternyata sister privilege masih berlaku.

"Kiara."

"Valen."

Untuk beberapa alasan, tiba-tiba Kiara merasa canggung. Ini kali pertamanya kembali berbicara dan sedekat ini dengan Valen— teman lamanya.

Kiara's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang