19. Key 3 [Jonathan]

359 88 151
                                    


                                  .

Menit ke 25 baru saja berlalu. Sesuai janji sang ketua "media", ia akan tiba dimenit ke 30. Kiara mulai jenuh sekarang, ini adalah menit ke 15-nya berada di ruangan ini.

Seperti Dejavu saat ia dan Ari memasuki ruang OSIS, kini ia pun harus di suguhi dengan pemandangan kosong tanpa sambutan atau sepatah katapun dari penghuni.

Kemana anak-anak jurnalistik?

"Mereka lagi di gedung baru kali."

Seolah bisa membaca pikirannya, Kiara terbelalak menatap Ari yang tengah asik memainkan kamera film di meja pojok.

"Tuh, etalasenya kosong."

Kiara mengikuti sorot mata Ari tertuju, ternyata benar. Etalase tempat penyimpanan perlengkapan jurnalistik kosong. Kemungkinan besar, "mereka" sedang terjun di lapangan atau mungkin memang, sudah biasanya etalase itu kosong.

Kiara dudukan dirinya pada salah satu kursi tak jauh dari Ari. Menatap lurus punggung lelaki itu yang terus fokus pada lensa kamera yang ia pegang. Sudah persis seperti anak kecil yang menemukan mainan baru.

Ia tersadar sesuatu sekarang, saat hanya suara detikkan jam dinding bertabrakan dengan bunyi decitan kecil dari lensa yang diputar Ari, serta deru langkah ramai di koridor depan. Kiara terdiam.

Ternyata langkah itu bukan tertuju keruangan ini. Hanya melintas sekilas.

Cekrek..

"Lo apaan si!"

Tangan Kiara refleks menggapai polaroid biru yang entah sejak kapan ada di tangan lelaki yang baru saja memotretnya asal. Tepat di depan wajah.

Sialan Ari..

"Huhu..."

Baik Ari maupun Kiara sama-sama terdiam, saat gambar itu keluar dengan sempurna dari kamera.
Dan—berhasil terselamatkan oleh tangan Ari—

"Ri, sini gak! pelanggaran privasi itu.."

"Bentar dulu, mau lihat lo cantik gak kalau di Poto."
Ari mengambil langkah mundur saat perempuan itu terus mendesak dekat mencoba sejajarkan tangannya di udara dengannya yang masih sibuk mengibaskan hasil polaroid yang masih hangat.

"Gue cantik lah, alami malahan." Gerutu Kia menekan kata 'alami'.

"Ya bentar.."

"Sini gak, itu aib ya.."

"Gak papa biar viral haha.."

"ARI! SINI.."

Proporsi Ari yang tinggi dan Kiara yang hanya sebatas dagunya, benar-benar memudahkan lelaki itu memainkan "gambar" yang sudah terlihat hanya ada dua lubang hidung dan mata yang melotot kaget. Yang sontak mengundang tawanya menggema memenuhi ruangan itu.

(*Pict... bayangin sendiri..dua lubang hidung sama mata melotot wkwk.)

"Haha..Ki.. sumpah..lo lawak banget..bahkan lobang hidung lo ini bisa di bilang art loh..hahaha.."

"SINI GAK! Gue sumpahin lo jomblo seumur hidup!" Dengan satu sabetan, Kiara berhasil mencuri kamera biru itu dari tangan Ari, yang kini terduduk di lantai menekuk lutut memegangi perutnya yang sedari tadi terkocok tawa yang ia buat sendiri.

Meski Kiara akui, foto itu memang lucu. Tidak! Itu adalah aib nya. Dan sialnya, hasil polaroid itu masih ditangan Ari.

"Doa lo serem banget njir.."

"Ya udah sini fotonya.." dengan nada yang memelas, Kiara sejajarkan dirinya duduk di hadapan Ari, menatap lelaki itu penuh "belas kasihan"–sayangnya tak mempan–

Kiara's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang