🌸07🌸

6.3K 637 46
                                    

Perjalanan pulang menuju ke rumah diwarnai keheningan. Tidak sedikitpun kata yang keluar dari bibir Martha maupun Yugo. Awalnya Martha enggan pulang bersama Yugo, menaiki mobil yang sama dengan wanita asing yang beberapa jam lalu duduk di jok ini. Namun karena paksaan dan malas mendebat terlalu lama, Martha setuju untuk meninggalkan motornya di parkiran basement rumah sakit dan pulang bersama si tukang bohong yang kini duduk gelisah di balik kemudi.

Sampai detik ini, Martha masih tak habis pikir kenapa Yugo tega berbohong padanya dengan membawa-bawa sang Ibu. Beralibi seolah menjadi menantu idaman, yang nyatanya malah dimabuk cinta dengan bersanding bersama wanita lain.

"Martha."

"Kalo kamu cuma mau bikin alibi lagi, mending kamu nggak usah bicara apapun. Aku muak."

Yugo mencengkeram erat kemudi mobilnya karena bingung harus menjelaskan apa pada istrinya yang menangkap basah kebohongannya.

"Aku nggak pernah bikin alibi, Martha."

"Oh ya? Terus gimana tuh sama omongan kamu yang lagi nungguin Mamaku? Itu cuma keseleo ngomong ya kalo gitu? Atau typo?" Sindir Martha pedas karena geram dengan sikap Yugo yang selalu ingin menang sendiri. Menganggap semua tingkah lakunya adalah yang paling baik dan tidak pernah bercela.

Yugo menghela napas dan mencoba meraih tangan Martha meski berakhir dengan tepisan kuat dari tangan istrinya itu. "Aku minta maaf." Bisiknya pelan. "Aku tau aku salah karena bohong ke kamu. Tapi di balik itu semua, aku punya alasan kenapa aku harus bohong ke kamu."

"Ck, ngaku setelah ketangkap basah itu basi, tau! Coba kalo aku nggak mergokin, kamu juga bakal tetap bohong dengan menamengkan Mamaku, kan?" Martha mendecih geram dengan tingkah Yugo.

Yugo tak mampu menepis tuduhan Martha. Karena biar bagaimanapun, ia memang akan merahasiakan hal itu meski pada akhirnya ia tertangkap basah juga. "Sayang, Mamamu itu Mamaku juga. Jangan bilang menamengkan gitu." Ralat Yugo karena merasa tersudutkan dengan ucapan Martha.

"Ya terus kalo bukan menamengkan apa dong namanya? Ngaku-ngaku jagain Mama, nggak taunya? Bullshit." Geram Martha yang tak terima karena Mama nya di jadikan kambing hitam, meski ia sendiripun geram dengan kelakuan Mamanya.

Yugo menoleh dan menatap Martha untuk beberapa saat. Kening nya berkerut ketika mencoba menyambungkan beberapa kemungkinan yang ada.

"Kenapa tiba-tiba kamu datang ke rumah sakit? Padahal sebelumnya kamu bilang bakal bahas proyek dan nggak bisa cepat pulang."

"Lho, emang aku nggak boleh datang jenguk Mamaku sendiri? Dia Mamaku, kalau kamu lupa."

"Dan kamu membenci Mama mu sendiri kalau kamu lupa." Martha bungkam dan menatap tajam pada Yugo yang malah menampar balik lewat kata-katanya yang sialan benar itu.

"Aku membenci Mama karena sebuah alasan, dan kamu tau betul apa itu." Tekannya dengan membuang wajah.

"Sayang." Lirih Yugo lelah. "Apa nggak bisa kita mencoba berdamai dan menjalani rumah tangga kita dengan kebahagiaan? Aku tau kalau di masa lalu, aku sama sekali nggak termaafkan. Aku mengakui itu, tapi aku juga nggak sepenuhnya bersalah."

"Nggak sepenuhnya bersalah katamu?" Martha menaikkan satu oktaf suaranya. "Kamu pergi, kamu ninggalin aku di saat hubungan kita udah serius dan hampir menikah." Napas Martha tersengal dengan mata yang mulai memerah karena luka itu kembali ada, bahkan di saat ia hanya menatap wajah Yugo. "Dan kamu dengan berani nya bilang kalo ini semua bukan sepenuhnya salahmu? Lalu siapa yang salah? Aku? Keluargaku? Atau keluargamu?"

Yugo tak menukas barang sedikitpun. Ia menatap lekat wajah istrinya ketika mobil mereka sampai di halaman rumah mereka. "Ada alasan kenapa aku..."

"Makanya kasih tau aku!" Raung Martha murka. "Kamu pergi, lalu sekarang kamu berubah menjadi suamiku, dan kamu bahkan nggak pernah merasa perlu kasih aku penjelasan atas masa lalu sialan itu."

"Yang jelas, aku pergi bukan karena aku nggak cinta sama kamu atau karena alasan lain. Bisa kamu terima alasan itu untuk saat ini? Karena aku belum siap kasih alasan sesungguhnya tentang kepergian aku."

Martha terbahak dengan serak karena lagi-lagi merasa sakit hati dengan rahasia yang disimpan oleh Yugo. "Udahlah. Memang sebaiknya nggak usah kita perpanjang masalah ini. Toh itu juga cuma masa lalu. Nggak penting kan?"

Yugo menatap sendu tubuh Martha yang sudah menuruni mobil dan memasuki rumah mereka. Yang istrinya itu tidak tahu, ada rasa takut akan kehilangan untuk kedua kalinya jika sampai Martha tahu apa alasannya pergi beberapa tahun silam. Yugo menunduk perih. Bagaimana ia harus menyikapi ini semua, jika taruhannya adalah harus kehilangan istrinya sendiri?

KALA ENGKAU MENYAPA

Martha menatap kepulan uap dari cangkir berisi teh mint hangat yang tersaji di hadapannya dengan pikiran melanglang buana. Ia masih sangat penasaran akan alasan kenapa suaminya dulu memilih pergi meninggalkan dirinya dan siapa sesungguhnya sosok wanita yang bersama suaminya sore tadi. Apakah perempuan itu yang menjadi alasan kepergian Yugo beberapa tahun silam?

"Belum tidur?"

Martha menoleh, menemukan Yugo yang sudah selesai mandi dan mengenakan piyama tidurnya sedang membawa cangkir berisi teh hangat dan juga ponsel nya.

"Belum ngantuk."

Yugo meletakkan ponsel dan juga cangkir tehnya bersisian di atas meja, sebelum memberanikan diri untuk merebahkan kepalanya di atas paha Martha dan sedikit memaksa tangan mungil itu untuk mengusap lembut surainya yang masih setengah basah.

"Ck, apaan sih." Martha berdecak kesal ketika suaminya bertingkah kolokan dengan bermanja-manja di atas pangkuannya.

"Jangan usir aku ya. Malem ini aja, aku pengen tidur di pangkuan kamu. Capek banget." Keluh Yugo manja tanpa sadar.

Ya jelas capek, orang kamu sibuk sama perempuan itu, cibir Martha dalam hati. Namun karena sama-sama lelah, Martha memilih menyetujui permintaan Yugo untuk tidak mengusir lelaki itu dari atas pangkuannya. Keduanya terdiam dengan pikiran yang sama-sama berkelana.

"Ini nyaman." Martha memilih melirik saja ke arah Yugo yang semakin menenggelamkan wajah karena kenyamanan dan kehangatan yang ia rasakan dari kedekatan mereka.
Karena dipeluk oleh kenyamanan, Yugo tak butuh waktu lama untuk berkelana ke dunia mimpi. Hal tersebut pun sesungguhnya sama dirasakan oleh Martha yang nyaris terlelap jika saja suara notifikasi dari ponsel Yugo tidak berdenting halus.

Ia terlebih dahulu melirik suaminya yang sama sekali tidak terusik oleh suara notifikasi tersebut. Didorong oleh rasa penasaran, Martha lantas sedikit menggerakkan tubuhnya untuk meraih ponsel pintar tersebut dan melihat siapa gerangan yang menghubungi Yugo selarut ini.

Ponsel tersebut di kunci, dan tanpa ragu Martha meraih jemari Yugo untuk ia tempelkan di layar depan ponsel tersebut. Kunci tersebut dengan mudah terbuka, dan ia segera menekan ikon pesan dari sebuah aplikasi berwarna hijau.

Kening Martha mengernyit melihat sebuah pesan dari seseorang yang Martha yakini adalah wanita.

Larissa

Mas, makasih ya tadi udah mau datang ke pentas nya Ferly. Ferly seneng banget lihat pipi nya datang.

BERSAMBUNG

Kayanya Larissa bakal jadi musuh bersama nih🤣 menurut kalian, Pipi yang dimaksud sama Larissa tuh pipi apa ya?🤔

Ayoayooo, ini udah hari terakhir promo kombo novel2ku lho. Bagi yang berminat, bisa hubungi no wa 083103526681, dan yang mau lihat paket kombo nya, bisa di lihat di chapter sebelumnya ya😊

03 Desember 2021

Kala Engkau MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang