Martha dan Sharon datang ke kantor sedikit terlambat, nyaris melewati jam masuk kerja jika saja mereka tak berlari-lari menuju lift yang sudah penuh sesak. Kedua gadis itu terkekeh pelan, menyadari kalau tingkah mereka tak ubahnya bak remaja. Berlarian tanpa beban dan terkekeh bersama-sama. Masa indah yang akan selalu terkenang selama hidup di dunia. Dunia remaja yang penuh akan warna warni suka dan duka.
Jordy yang sejak tadi cukup heran melihat dua kubikel yang masih kosong itu kini bisa bernapas lega ketika pemiliknya datang secara bersamaan dengan keringat di pelipis dan kikikan bak remaja.
"Lo berdua gila banget anjir. Mau dibunuh Pak Daru lo pake acara telat-telatan gini?" Semprot Jordy horor. Namun Martha dan Sharon hanya saling bertatapan dan lantas terkikik kembali.
"Nggak lucu tau. Kaya kuntilanak lo pake acara ngikik segala." Sungutnya kesal. Martha memilih mengabaikan kesinisan Jordy, sedangkan Sharon melotot garang sambil berkacak pinggang. Oh tentu saja, siapa sih yang akan terima jika disamakan dengan salah satu lelembut terkenal di Indonesia itu?
"Sembarangan mulut lo kalo ngoceh. Berarti emak lo juga kunti dong kalo lagi ngikik ngikik gitu?"
"Eittsss emak gue pengecualian ya. Beliau ngikik aja cakep anggun, beda jauh sama lo." Ejeknya yang nyaris saja memancing keributan dengan Sharon andai kata Martha tak menengahi keduanya.
"Hei, udah dong. Buruan balik kerja. Bukan gue yang bakal kena marah, bisa-bisa malah lo yang kena SP, Jor."
Jordy mendengus, pun dengan Sharon yang segera berbalik menuju kubikelnya dengan kaki menghentak.
"Kok lo bisa barengan sama Sharon sih Mar? Lagian tumben amat lo telat gini. Biasanya juga on time."
"Ck, nggak usah rumpi deh. Balik kerja lo." Serobot Sharon dari balik kubikelnya kesal. Martha sendiri terkekeh sambil geleng-geleng kepala melihat interaksi kedua rekan kerjanya yang seperti tom and jerry di pagi hari seperti ini.
Martha menyalakan terlebih dahulu komputernya sebelum beranjak keluar. "Gue mau ke pantry dulu ya. Ada yang mau kopi sekalian?"
Jordy dan Sharon menggeleng serempak. "Pagi-pagi minum kopi bikin lambung gue joget-joget, Mar. But thanks tawarannya."
"Gue juga nggak deh Mar. Semalem udah susah tidur soalnya." Ucap Jordy. Martha mengangguk dan lantas segera beranjak menuju pantry. Ia membutuhkan sedikit kafein karena semalam nyaris tidak tidur, dan rasa kantuk tersebut baru datang di saat dirinya harus berjibaku dengan banyaknya berkas pekerjaan.
Martha meraih kopi susu aren sachet yang tersedia di pantry dan menuangkan air panas dari dispenser. Terlalu malas menjerang air. Toh ini hanya kopi susu, bukan kopi hitam yang butuh suhu panas tinggi agar memiliki rasa enak yang autentik.
Ketika ia terdiam sembari mengaduk kopinya, getaran dari saku celananya terasa cukup intens. Getaran dari ponselnya.
Adukannya pada kopi terhenti seketika kala melihat nama si pemanggil. Siapa lagi kalau bukan Yugo. Sesungguhnya, ia tak ingin menggubris panggilan itu. Tapi Martha tahu kalau Yugo adalah orang yang gigih jika sudah memiliki sebuah tujuan. Dan ia tak ingin mengganggu kenyamanan kerja rekan-rekan sedivisinya jika sampai mengabaikan panggilan dari Yugo.
Dengan menghela napas, Martha lantas mengangkat telepon tersebut namun tak mengeluarkan suara barang sekata pun.
"Mar, aku tau kamu pasti dengerin aku. Aku nggak berharap banyak buat kamu mau balas omonganku ini. Tapi aku beneran mau jelasin semua nya. Semua yang terjadi, termasuk alasan kenapa waktu itu aku pergi. Ninggalin kamu. Ninggalin pernikahan kita. Bisa kamu dateng ke resto favorit kita dulu sepulang kerja?" Katanya lembut namun penuh tekad. "Aku tau kamu pasti masih di kantor sekarang. Dan aku nggak akan usik kamu. Aku kasih kamu waktu buat menenangkan diri. Aku tunggu kamu, Mar. Sampai kamu datang." Bisiknya. "Aku selalu sayang sama kamu Mar."
Martha tetap diam, bahkan sampai panggilan itu diakhiri sepihak oleh Yugo. Ia termenung. Haruskah dirinya datang demi mendengarkan alasan dibalik kepergian Yugo? Atau haruskah ia mengabaikan ajakan itu karena merasa percuma? Yugo bisa saja memanipulasi pikirannya demi kepentingan lelaki itu. Tapi saat ini adalah saat yang paling ditunggu oleh Martha. Mendengar sendiri alasan kepergian Yugo di masa lalu. Haruskah ia datang?
KALA ENGKAU MENYAPA
Meskipun Martha ragu, namun pada akhirnya, kaki jenjangnya membawa sang tubuh memasuki sebuah resto yang menjadi favorit keduanya di masa lalu. Resto yang bahkan tiap sudutnya memiliki kenangan akan hubungan mereka yang harmonis, kala itu.
Netranya menyusuri tiap sudut, dan menemukan Yugo yang rupanya sudah berjalan menuju dirinya dengan sebuah senyum yang dulu sangat menenangkan dirinya. Lelaki itu dengan lembut menghela dirinya menuju kursi di dekat jajaran tanaman hijau yang menambah kesan asri di resto ini.
"Kamu ingat kalo tempat ini adalah spot favorit kita tiap dateng kesini?" Martha enggan menjawab. Merasa percuma mengorek masa lalu. "Kamu suka karena di sini bagus banget buat foto. Dan walaupun aku bilang kalo malem-malem kurang bagus duduk di dekat tanaman, tapi kamu tetep ngeyel dan milih di sini." Kekehnya pelan ketika menguak memori lama mereka.
Yugo kembali duduk usai menarikkan kursi untuk Martha. Lelaki itu tersenyum meski kantung mata dan raut lelah sangat terpancar di wajahnya. "Aku udah pesan chicken parmigiana sama aromatic rice. Minumnya mocktail. Is it okay?"
Apa saja dan Martha tak ingin ambil pusing. Tujuannya kesini adalah untuk mendengar kejujuran dari suaminya.
"Bisa kita langsung to the point aja?"
"Bisa kita setidaknya makan dulu? Aku laper, Mar. Aku belum makan hari ini."
Martha mendengus dan memilih diam. Baiklah, karena perutnya juga sudah merasa lapar, ia akan membiarkan mereka makan dengan layak terlebih dahulu sebelum adanya konfrontasi di antara mereka yang pastinya menguras tenaga.
Makanan mereka datang sepuluh menit kemudian. Sepuluh menit terlama ditemani hening yang terasa mencekik leher Martha. Atau mungkin hanya ia yang merasakan, karena sepertinya Yugo begitu menikmati keheningan tadi. Hanya butuh lima belas menit baginya dan juga Yugo untuk menandaskan makan malam yang rasanya selalu enak ini.
"Jadi, bisa kita mulai ceritanya? Aku capek dan pengen segera istirahat."
Yugo mengaitkan kedua tangannya di atas meja, menatap Martha dengan tatapan yang Martha sendiri tak paham apa maksudnya.
"Aku dulu pergi, meninggalkan kamu dan pernikahan kita karena Larissa yang nyaris bunuh diri karena hamil."
Martha tahu akan hal itu. "Dan Ferly, dia anak kamu kan? Iya kan?" Tukas Martha entah kenapa langsung terpancing emosi. "Jangan membual dengan bilang kalo Larissa hamil anak orang lain, Yugo! Jangan mengkambing hitamkan Larisaa! Kamu nggak akan mungkin sampe menikahi Larissa kalo dia memang nggak hamil anak kamu!"
Yugo tersenyum pahit. "Karena nyatanya, dia memang nggak hamil anakku, Mar. Larissa hamil sama Pascal, temanku, teman kami berdua." Lirihnya yang langsung membuat Martha bungkam. Jadi apakah benar? Apakah benar Yugo sama sekali tak mengkhianati dirinya demi ingin bersama Larissa? Haruskah ia percaya? Dan lagi, bagaimana bisa lelaki itu memilih meninggalkan dirinya demi perempuan yang bahkan tak ada sangkut paut dengan dirinya? Martha yang terlalu bodoh untuk mencerna informasi, atau memang Yugo yang kelewat baik sekaligus bodoh karena memilih menyenangkan orang lain?
TBC
INI PART TERAKHIR YANG AKU PUBLISH DI WATTPAD YA DEAR😊 BAGI YANG MAU VERSI LENGKAPNYA DALAM BENTUK PDF, BISA HUBUNGI KE NO WHATSAPP 083103526681 UNTUK INFO DAN CARA PEMBELIAN.
MASIH ADA 18 PART LAGI, DAN PDF LENGKAPNYA SEHARGA 40K YA. BAGI YANG MAU, YUK HUBUNGI NO WHATSAPP DI ATAS. OPSI PEMBAYARAN BISA MELALUI REKENING BCA, DANA, GOPAY, ATAUPUN SHOPEEPAY.
NB* TIDAK MEMAKSA UNTUK MEMBELI. BAGI YANG BERKENAN SAJA🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Engkau Menyapa
ChickLitMartha tak pernah sekalipun menduga kalau ia akan kembali di persatukan oleh sang mantan brengsek yang dulu pernah menorehkan luka mendalam di hatinya. Dan parahnya, kali ini ia harus bertahan dalam status pernikahan, bersama si lelaki pengkhianat y...