Yugo terbangun ketika hari sudah beranjak siang. Matanya mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan cahaya yang sudah sangat terang menyinari ruang keluarga saat ini. Ia tersenyum kala mengingat bagaimana progres hubungannya dengan Martha semalam. Entah ada angin apa, istrinya semalam cukup penurut dan mengizinkan dirinya untuk terlelap di atas pangkuannya.
Hati Yugo berpendar penuh asa. Apakah kini ada secercah harapan baginya untuk membangun hubungan yang baik dan selayaknya bersama Martha? Ah ngomong-ngomong soal Martha, di manakah istrinya kini berada?
Sebelum mencari keberadaan Martha, terlebih dahulu Yugo mencari keberadaan ponselnya yang seingatnya ia letakkan di atas meja semalam sebelum ia terlelap. Dan nyatanya, ponsel itu memang ada di sana. Ia meneliti beberapa email penting yang masuk sebelum beralih ke aplikasi layanan chat. Bibirnya tersungging senyum tipis kala melihat chat teratas yang ada di aplikasi tersebut.
Me
Anytime. Mas ikut seneng kalo Ferly bahagia ketemu Mas. Jaga kesehatan, kemaren Mas denger suara Ferly agak serak. Selamat hari Minggu.
Usai membalas chat dari Larissa, Yugo segera beranjak mencari keberadaan Martha yang entah ada di mana. Kening Yugo mengernyit saat melihat pintu balkon tidak tertutup secara sempurna. Dugaannya, di sana lah Martha berada.
Niatnya sih ingin memberi sedikit kejutan pada istrinya. Namun sayang nya, justru Yugo sendiri yang cukup syok dan terpaku ketika menyadari kalau Martha tengah berada dalam sambungan telepon yang entah dari siapa.
"Lo aneh deh Jor. Lo kan tau gue nggak suka ke pameran kaya gitu. Gue nggak main gundam pas kecil. Bisa mati bosen gue kalo nemenin lo di sana."
Yugo mengernyit risih mendengar bagaimana renyahnya suara Martha ketika merespon telpon dari si 'Jor' itu. Ada kobaran api di dalam dadanya karena merasa kalah saing dengan si Jor yang berhasil memancing tawa istrinya. Yugo bahkan tidak mampu memancing seulas senyum pun di bibir istrinya selama ini.
"Iya iya, yaudah mau jam berapa? Nggak usah ngerengek gitu Jor, ga pantes." Kekeh Martha geli. Sedangkan Yugo masih bertahan menguping percakapan Martha.
"Oke deal ya. No ngaret, oke? Gue males nunggu lama." Untuk sesaat Martha terdiam, sebelum kembali merespon. "Tenang aja, laki gue nggak bakal ngelarang. Lagian gue kan nggak ngapa-ngapain, kenapa dia harus ngelarang? Santai aja."
Air muka Yugo sudah mengeruh karena Martha memutuskan itu sebelum berdiskusi dengannya. Hei, apa-apaan ini? Ia bahkan belum memberikan persetujuannya pada rencana Martha bersama si penelepon misterius itu. Dan istrinya malah seenteng itu berucap, seolah yakin kalau ia tak akan melarang apapun kegiatan Martha.
"Oke, yaudah gue siap-siap dulu. Nanti kalo udah otw, lo bilang biar gue segera otw juga." Cih, jadi dia bahkan tidak berinisiatif menjemput Martha di rumah ini, begitu?
"Hm, oke bye."
Yugo buru-buru mendekat pada Martha yang masih menatap serius layar ponselnya.
"Mau kemana?" Yugo mengabaikan raut kaget istrinya saat ini. Yang ia butuhkan adalah jawaban jujur dari Martha. Sungguh, jika saja Martha tahu, saat ini ia berupaya keras menahan emosi karena keputusan sepihak yang dibuat oleh si cantik di hadapannya ini.
"Kamu ngomong apa sih?" Sahut Martha kesal. "Dateng-dateng ngagetin dan nanyain hal aneh."
"Aku nanya, kamu mau ke mana sekarang, Martha? Pertanyaan itu bukan pertanyaan aneh dan susah di jawab!"
Rotasi mata milik Martha tak berusaha ia tutupi karena sikap aneh Yugo yang tiba-tiba begitu kepo menanyakan kemana ia akan pergi.
"Aku ada janji sama temen. Puas?"
"Sama siapa? Mau ke mana? Temen kamu cowok apa cewek?" Martha melongo mendengar runtutnya pertanyaan Yugo mengenai janji nya bersama Jordy pagi ini.
"Kamu tuh kenapa sih? Aneh banget tau nggak! Ngapain kamu nanyain kaya gitu seolah-olah kamu lagi interogasi aku? Mau aku pergi sama siapapun, itu bukan urusan kamu!"
"Itu jelas urusanku!" Tukas Yugo penuh penekanan. "Sejak kapan suami dilarang MENGURUSI urusan istri hm?" Ia sengaja menekankan pada bagian mengurusi, berharap agar Martha segera sadar kalau ia bukan lagi gadis lajang yang bisa bebas pergi kemanapun ia suka.
Martha membuang muka. Selalu bingung harus menukas apa jika Yugo sudah mulai membawa-bawa status mereka. Martha yakin, kemana pun ia mencari pembelaan, semua pasti akan sependapat dengan Yugo. Suami mana yang dilarang mengurusi urusan istri?
"Plis, jangan ngajak aku berdebat pagi-pagi." Pinta Martha pada akhirnya dengan nada lelah. Sungguh, menjalankan rumah tangga bersama Yugo sangatlah melelahkan, baik batin maupun pikiran. Setiap saat, ia dipaksa untuk menekan emosinya tiap menatap wajah yang pernah begitu ia puja dulu.
"Aku nggak pernah ajak kamu berdebat, Martha. Tapi kamu yang selalu mempersulit ini semua." Bantah Yugo yang juga sama-sama frustasi akan sikap defensif Martha. "Pertanyaanku simpel dan mudah, kamu tinggal jawab, dan semua nya bakal selesai. Tapi semua jadi panjang lebar karena kamu yang terus menerus menolak aku, menganggap aku hanyalah benalu di hidup kamu. Kamu lupa, kalo aku itu suami kamu! Sebejat apapun aku di masa lalu, tapi saat ini aku suami kamu. Harusnya kamu paham buat meletakkan respek kamu buat aku, suami kamu."
Martha menatap Yugo dengan tatapan lelah. "Kamu bejat, Yugo. Sangat. Dan aku nggak akan pernah bisa lupain itu. Alasan itulah yang selalu bikin aku nggak pernah anggap kamu sebagai suami aku. Aku dicekik, aku dipaksa menarik napas di sela cekikan, yang mana itu sangat menyakitkan buatku. Seperti itulah kondisiku saat ini, setelah jadi istri kamu."
Hati Yugo tersayat. Sedalam itukah kebencian Martha padanya? "Aku salah di masa lalu, Mar." Cekat Yugo lirih. "Dan aku kembali, menjadi suami kamu..."
"Karena paksaan Mamaku."
"...untuk bisa menutup luka dan kesalahanku di masa lalu." Lanjut Yugo tanpa mengindahkan serobotan Martha. "Dan buang jauh-jauh pikiran kamu yang menganggap kalau aku bersedia jadi suami kamu karena permintaan Mama."
"Tapi nyatanya emang gitu kan? Mama memelas, bersimpuh di kaki kamu biar kamu mau menikahi perempuan sakit kaya aku karena dia takut aku nggak laku sampai tua nanti." Kekehnya sumbang. Sungguh, sampai detik ini, Martha selalu sakit hati jika teringat kembali bagaimana murahannya cara Mama untuk menjual dirinya pada lelaki yang jelas menyakiti putrinya di masa lalu.
"Cukup. Jangan bahas ini lagi." Keluh Yugo lelah. "Pembahasan ini udah berkali-kali kita bahas, dan menurutku nggak ada guna nya. Toh nyatanya sekarang kita udah menikah." Terang nya pelan. "Yang sekarang jadi fokus obrolan kita adalah mau kemana kamu hari ini? Aku tadi dengar kamu kau pergi ke pameran gundam. Bener?" Pada akhirnya, Yugo memilih jujur kalau dirinya sempat menguping percakapan Martha bersama si penelepon misterius.
"Iya. Aku diminta Jordy buat temenin dia ke pameran gundam." Martha pun tanpa disangka juga ikut menurunkan tensi percakapan mereka dari yang sebelumnya begitu membara.
Mata Yugo mendelik lebar. "Jordy? Dia cowok?" Anggukan Martha malah semakin menaikkan kadar kekesalan di hatinya. Sialan, berani-beraninya laki-laki itu mengajak wanita yang sudah bersuami untuk menjadi partner di pameran gundam?
"Aku ikut."
"Nggak bisa gitu! Aku sama Jordy janjian berdua. Bakal awkward banget kalo sampe kamu juga ikut." Tolak Martha keras.
"Sama aku atau nggak pergi sama sekali, Martha." Desis Yugo yang kali ini tak ingin kalah dalam adu argumentasi dengan istri bandelnya ini.
Martha menjambak frustasi rambutnya karena kesal dengan tingkah Yugo yang berlagak posesif seperti ini. "Fine! Terserah kamu! Tapi jangan sampe kamu ganggu atau bahkan bikin Jordy sampe canggung gara-gara sikap kamu!"
Martha menuju kamar mandi dengan kaki yang dihentak-hentakkan kesal. Tak habis pikir dengan Yugo yang pagi ini sungguh sangat menyebalkan. Namun di balik kekesalan Martha, Yugo justru mengulum senyum senang karena akhirnya berhasil memenangkan argumennya dengan Martha. Sampai kapanpun, tidak akan ia biarkan sedikitpun celah untuk lelaki lain bisa memasuki kehidupan sang istri.
BERSAMBUNG
agak macet ya ide buat story ini😂 ini nggak sempurna, tp paling nggak bisa mengobati kangen kalian sama yugo dan martha.
26 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Engkau Menyapa
ChickLitMartha tak pernah sekalipun menduga kalau ia akan kembali di persatukan oleh sang mantan brengsek yang dulu pernah menorehkan luka mendalam di hatinya. Dan parahnya, kali ini ia harus bertahan dalam status pernikahan, bersama si lelaki pengkhianat y...