🌸13🌸

5.5K 561 33
                                    

"Astaga Mar, lo kenapa?" Teriakan Sharon menyambut dirinya ketika ia berhasil menginjakkan kaki di kantor setelah jarum jam menunjukkan angka sepuluh pagi. Rekan kerjanya itu terlihat panik karena wajah pucat dan juga sendu yang terpampang jelas di wajah Martha.

Sharon segera meminta OB untuk membuatkan secangkir teh hangat sementara dirinya membantu Martha untuk duduk di kubikel Martha.

"Mar, what's wrong? What happened? Lo kaya mayat hidup." Tanyanya bertubi-tubi. Terselip kekhawatiran yang nyata dibalik pertanyaan itu.

Martha mengupayakan seulas senyum untuk menenangkan Sharon, meskipun sepertinya tidak berhasil. "Gue cuma nggak enak badan, Shar. Nggak apa-apa kok."

"Lo kira lo bohongin bocil TK hah?" Sergap Sharon emosi. "Lo kenapa? Gue sohib lo, Mar. Lo bisa cerita ke gue. Anything, yang bikin lo terbebani atau sedih."

Seorang OB datang dan menyerahkan pesanan Sharon. Gadis itu lantas meminta Martha untuk menyesap teh hangat yang panas nya masih cukup mengepul untuk menenangkan hati. Martha menurut. Rasanya jika disuruh untuk terjun ke jurang pun, Martha sudah tak mampu lagi untuk menolak karena sudah sangat terpukul dan lelah menghadapi kenyataan pahit di hidupnya.

"Mar, lo izin pulang aja ya? Gue nggak mungkin tega liat lo kerja sedangkan lo selemes dan sepucet ini. Nanti biar Jordy yang anterin lo balik. Dia lagi dipanggil sama Pak Daru soalnya."

Martha menggeleng. Pulang? Kemana dirinya harus pulang? Ia tidak lagi memiliki tempat untuk pulang. Tempat yang menerimanya tanpa sebuah kepalsuan dan kebohongan. Martha benar-benar merasa sendirian di dunia yang luas ini. Dengan Sharon pun, ia tidak begitu dekat meski rekannya itu sangat friendly padanya. Menganggapnya sahabat dekat walau terkadang Martha sering sekali cuek ke Sharon.

"Pulang?" Martha berkata sambil memandang hampa ke arah yang tak tahu tertuju kemana. "Gue...udah nggak punya tempat buat pulang, Shar." Lanjutnya lirih.

Sharon menatap bingung pada Martha. "Tentu lo punya, Mar. Lo punya suami lo, keluarga lo, mertua lo, even sepupu-sepupu lo juga ada."

Martha terkekeh hampa dan menggeleng. "Mereka semua udah mati, Shar. Gue sendirian di dunia kejam ini." Lanjutnya perih.

Mendengar itu, Sharon terdiam seketika. Ia kini mulai paham. Sepertinya, Martha memiliki konflik berat. Entah dengan suaminya ataupun dengan keluarganya. Sharon menarik napas prihatin. Ia ingin membantu, namun ia paham sampai dimana batas kapasitasnya untuk membantu sebagai seorang teman.

"Lo bisa tinggal bareng gue di kosan. Atau tinggal di rumah Jordy. Lo nggak perlu takut, itu anak masih tinggal di ketek emak bapaknya. Dia nggak mungkin macem-macemin lo."

Martha melirik Sharon yang kini berlutut di dekatnya. Tersenyum maklum pada Martha dan berusaha menghormati rekan kerjanya dengan tidak menanyakan lebih lanjut alasan kesedihan temannya itu. Atau mungkin Sharon juga sudah paham dan mengerti dengan permasalahan yang sedang dialaminya.

Martha tersenyum dan meminta Sharon untuk berdiri. Rasanya sangat tidak sopan dengan membiarkan Sharon terus berlutut sedangkan dirinya malah duduk santai di kursi kebesarannya. Sharon bukan budaknya.

"Makasih ya Shar. Tapi gue udah nggak apa-apa kok. Gue bisa lanjut kerja."

"Lo yakin nggak mau izin aja? Lo pucet banget, serius gue nggak bohong. Gue bahkan ngira lo mayat saking pucetnya."

Martha menggeleng pelan. "Gue oke kok. Cuma tadi masih rada kaget aja. Lo bisa kerja lagi. Nanti kena marah Pak Daru kalo ketauan nggak kerja. Gih buru." Dorong Martha pelan. Sharon menggerutu dan mengomel karena Martha yang mendorongnya seenak jidat untuk kembali ke kubikelnya sendiri.

Martha menghela napas. Ditariknya napas secara perlahan, mencoba menenangkan diri dan juga seluruh syarafnya yang ia yakini sangat tegang saat ini karena fakta terbaru yang ia kuak. Martha bahkan tidak yakin bisa menatap mereka semua dengan cara yang sama lagi, mengingat kebohongan hebat yang bisa mereka lakukan dan tutupi selama ini.

Bagaimana bisa mereka semua menutupi ini rapat-rapat darinya? Bahkan kedua orangtuanya juga dengan tega membodohi putri mereka sendiri. Martha meratap pedih setiap mengingat hal itu. Langkah apa yang harus ia ambil ditengah kemelut yang menimpa nya ini?

Ditengah kegundahannya, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Martha membaca pesan tersebut dan terkekeh pahit.

Yugo

I miss you already. Nanti malam mau makan diluar? X

Kangen, eh? Semudah itukah ia mengucap kata rindu disaat ia sendiri sedang bersama perempuan lain yang ia temui secara diam-diam? Yugo memang lelaki yang luar biasa manis!

Sebuah pesan kembali muncul. Pesan dari Yugo.

Yugo

Cuma di read? Kamu masih marah sama aku? Sayang, itu semua nggak kaya yang kamu kira. Nanti aku jelasin, ya? Aku mau kamu nggak salah paham lagi. Jangan marah terus. Aku sedih. X

Martha lagi-lagi hanya membaca pesan tersebut dan memilih mematikan ponselnya untuk fokus kembali pada pekerjaan. Yugo dan seluruh keluarganya hanyalah sekumpulan orang brengsek yang tidak semestinya mengacaukan pekerjaannya. Sudah cukup mereka mengobrak abrik hatinya, namun tidak dengan sumber mata pencahariannya ini. Persetan dengan mereka semua!

TBC

Yukyukkkk, yang mau akses cepat, bisa banget lho hubungi ke no whatsapp 083103526681 untuk info pembelian🤗 dengan harga 35k, kamu sudah bisa dapat akses sampai tamat dengan hanya 1x pembayaran. Saat ini, akses cepat sudah sampai chapter 26 lhooo. Yuk segera whatsapp bagi yang berminat. Nanti kalo sudah tamat, harganya naik jadi 40k soalnya. Grab it fast

250322

Kala Engkau MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang