🌸11🌸

5.7K 561 52
                                    

Hari produktif Martha dimulai dengan suasana suram. Gadis itu bersiap secepat yang ia bisa dan membuat sarapan simpel, hanya untuk dirinya sendiri. Sepiring nasi merah hangat dengan telur mata sapi dan guyuran kecap asin sudah cukup jadi sumber energinya untuk mengawali hari. Masa bodoh dengan Yugo yang saat ini berdiri di dekat meja makan dengan menatapnya lelah.

"Mar, kamu cuma buat seporsi?"

"Aku telat. Ada roti juga. Kamu bisa makan makanan itu. Atau kalo kamu pengen makan berat, datengin aja Ibunya anakmu. Dia pasti udah masak makanan sehat bergizi buat Ferly dan Pipinya." Sindir Martha dengan intonasi datar. Suapan terakhir masuk ke mulutnya dan dengan cekatan ia membawa piring bekas sarapannya ke atas sink.

"Delima sama Mbok Nah juga nggak masak apapun?" Tanya Yugo tak percaya.

"Delima lagi ke pasar. Kan aku udah bilang, tinggal dateng ke rumah perempuan itu dan perutmu bakal kenyang sampai siang nanti. Simpel, kan?"

Yugo mendengus kesal dengan sindiran Martha yang tak jua berhenti mengusik dirinya. Ia meraih tas nya kembali setelah menyambar sehelai roti tawar. "Kita berangkat bareng, dan aku nggak nerima penolakan!" Tegasnya sambil membawa serta tas kerja Martha, mengupayakan agar istrinya itu tidak menolak ajakan untuk berangkat ke kantor bersama.

Martha berdecak dan segera meminum air putih sebelum menyusul Yugo yang sudah menunggu di dalam mobil. Perjalanan bersama antara mereka sepertinya tak pernah terisi percakapan apapun selain perselisihan. Dan pagi ini pun masih sama. Martha yang malas membuka percakapan, dan Yugo yang takut memantik perselisihan. Ditengah keheningan itu, suara ponsel milik Yugo berdering, menampilkan nama Larissa yang dengan sigap segera diangkat oleh Martha tanpa perlu menunggu persetujuan Yugo.

"Halo Mas."

"Ya halo. Siapa ya?" Tukas Martha ketus. Tidak ada sahutan lagi untuk beberapa saat. Martha bahkan mendengar sedikit suara kesiap dari si Larissa.

"Ehm, maaf ini dengan siapa ya? Mas Yugo nya kemana?" Martha tahu kalau dirinya itu aneh. Bagaimana bisa ia membenci seseorang selembut ini disaat dirinya bahkan belum pernah bertemu sekalipun dengan si empunya suara?

"Saya Martha, istrinya. Ini Yugo ada di samping saya. Gimana Mbak Larissa? Mau bicara?" Tawar Martha dengan suara penuh ejekan. Apalagi melihat raut gugup suaminya.

"Ehmm iya boleh Mbak. Saya ada keperluan dengan Mas Yugo." Oh wow. Luar biasa sekali wanita ini. Ia bahkan tidak canggung meskipun istri sah yang mengangkat panggilan darinya. Mental pelakor memang beda dengan mental wanita pada umumnya.

"Larissa mau bicara." Ucap Martha datar dengan menyetel mode loudspeaker. Tangannya bahkan teguh memegang ponsel, enggan membiarkan Yugo mengobrol intim berdua dengan si Larissa. Yugo lagi-lagi hanya bisa menarik napas panjang. Ia tak bisa berbuat apapun selain menuruti permainan sang istri.

"Halo Larissa."

"Halo Mas." Martha meradang mendengar nada lembut nan manja yang keluar dari bibir si pelakor itu. "Kamu kok nggak dateng? Aku udah masak semur telur sama ikan goreng kesukaan kamu. Ferly juga kangen sama Pipinya."

Tangan Yugo basah karena gugup. Ia meneguk ludah susah payah karena ekspresi Martha yang sudah semakin keruh. "Mas nggak harus kesana setiap hari kan? Ferly harus tau kalo Mas juga sibuk kerja, Sa."

"Aku tau." Tukasnya lirih. "Tapi Ferly cuma pengen ketemu Papanya, Mas. Apa itu salah? Dan tadi itu...istri kamu ya Mas?"

"Mas juga punya keluarga yang harus diurus, Sa. Dan iya, tadi itu istri Mas."

"Tapi Mas, aku sama Ferly kan juga..."

"Larissa, Mas lagi nyetir. Nanti lagi aja ya kita ngobrolnya. Salam buat Ferly." Dengan itu Yugo segera menutup ponselnya dan berdeham salah tingkah karena netra Martha yang terus menatap dirinya.

"Mar." Panggil Yugo pelan. Sungguh, ia benar-benar takut jika sampai Martha berpikiran dan bertindak gegabah karena telepon dari Larissa.

"Semur telur sama ikan goreng. Dia bahkan tau makanan kesukaan kamu." Kekeh Martha getir. "Well, itu artinya hubungan kalian emang udah jauh, kan? Kalian bahkan tau dengan baik satu sama lain."

Yugo gelisah. Ia meraih tangan Martha dan menggenggamnya erat. "Kamu salah paham, Mar. Tolong, buang jauh-jauh pikiran negatif itu." Pinta nya memohon.

Martha menarik napas panjang dan memilih membuang wajah, enggan menatap Yugo yang terus saja meminta pengertian darinya. Tenaga Martha bahkan rasanya sudah habis seketika. Sarapannya pagi tadi tak cukup dijadikan bahan bakar untuk sekedar berargumen dengan sang suami tentang si perempuan ketiga dalam rumah tangganya.

Yugo sendiri memilih ikut diam. Ini lebih baik, karena ia tak sanggup harus berdebat dengan Martha sepagi ini. Ia hanya ingin sejenak saja bisa bersama dengan istrinya tanpa interupsi dari kemarahan ataupun kesalah pahaman. Dan sialannya, ide untuk mengantar Martha pagi ini malah jadi bumerang untuk dirinya sendiri.

Mobil Yugo sampai ke kantor Martha tidak lama berselang. Ketika Martha hendak turun, Yugo menahan tangan itu untuk meminta sedikit perhatian dari sang istri yang terlihat murung.

"Jangan marah, please. Aku sama Larissa nggak seperti yang kamu kira. Kami...kami hanya..."

"Aku ada meeting pagi. Tolong, lepasin." Tukasnya lemah. Sungguh, Yugo tak sampai hati melihat kondisi Martha yang berubah lemas usai menerima panggilan dari Larissa.

Yugo menyerah. Ia menuruti keinginan istrinya dan sedikit memaksa mencium kening Martha. "Tunggu aku. Nanti aku jemput ya." Bisik Yugo lembut, namun tak dihiraukan oleh Martha. Yugo tahu, ini sepenuhnya kesalahan yang ia punya. Wajar, bahkan sangat wajar jika Martha marah ataupun benci padanya. Namun Yugo sendiri tidak memiliki cukup keberanian untuk berbicara sejujurnya kepada Martha. Ia hanya takut. Takut kalau nantinya, kejujuran itu akan membawa kehancuran pada pernikahannya bersama Martha yang....sudah sangat lama ia dambakan.

BERSAMBUNG

Yang mau akses cepat cerita ini, bisa hubungi ke no whatsapp 083103526681 ya. Harganya 35 ribu aja. Yang mau, cus aja yaa. Udah ready sampai part 14 nih, dan akan terus bertambah.

Note : Bagi yang berminat aja ya. Tidak ada unsur memaksa🙏

020322

Kala Engkau MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang