Prince Dimple & Mr. Star

407 61 1
                                    

"Finally!!!" pekik Ai ketika bagian menggambar bunga matahari kecil di tulisan HEY TAYO selesai, pada dinding kantor PAUD bekas sekolahnya dulu. Gadis itu dan sahabatnya diminta untuk membuat gambar-gambar baru pada dinding yang baru saja berganti warna.

Cewek itu menyentuh dagu dengan jari telunjuk dan jempol kiri, mengamati hasil karyanya. "Karyamu memang mengagumkan Aisha Ramadhani," pujinya disertai decak kagum untuk dirinya sendiri.

"Karya seupil aja bangga banget."

Ai mendengkus, melirik sosok pemilik suara bas, yang berada satu meter lebih tinggi dari jarak pandangnya, sedang duduk pada tangga lipat. Ia mendekat, memindai gambar bis Tayo Bintang yang sedang diwarnai, sambil manggut-manggut berkomentar, "Lumayan. Ada sedikit perkembangan." Detik kemudian ia tertawa saat fokusnya tertuju pada penjepit rambut merah muda miliknya yang bertengger pada rambut Bintang, untuk menyelamatkan poninya dari kejatuhan.

"Kalo lo pikir gue lucu, seharusnya lo perhatiin celemek warna neon lo. That's why gue malas ngelirik lo, takut mata gue rusak," geruru Bintang tanpa menoleh.

Ai tertawa, memperhatikan celemek plastik yang baru dibeli kemarin. Selain kuas dan cat, celemek juga sudah menjadi alat wajib untuknya. "Ini keren kali. Gue pas lihat langsung jatuh cinta. Nanti gue beliin yang pink buat lo."

"Gue nggak bakal pake. Gua nggak norak kayak lo."

Ai merogoh saku celana dan mengeluarkan gawainya. "10:53 AM. Bentar lagi Nayaka datang," ujarnya sembari meletakkan benda itu ke pot bunga, lantas berjalan ke depan pintu kaca untuk melihat pantulan diri.

Gadis itu membuka celemek, kemudian disampirkan pada gerendel pintu. Menyisakan kaus biru muda bergambar teddy bear dan celana training hitam panjang. Merapikan rambut yang hari ini dikepang satu, begitu juga bandana belang biru putih di kepala. Mengecek wajah putih ovalnya, kali-kali ada cat warna yang menempel. Terakhir mengedip-ngedipkan mata bulat besarnya entah untuk apa.

"Naya nggak suka cewek centil."

"Yaka, Bi. Panggil dia Yaka. Daaan ... gue nggak centil. Gue hanya merapikan diri."

"Naya udah tahu gimana buriknya lo."

Ai menghela napas panjang. "Itu Ai yang dulu. Sekarang gue udah remaja dan gue mau Yaka lihat gue dengan cara yang beda."

Bintang menatap Ai dari ujung kaki hingga kepala. Alisnya berkerut, mata tajamnya menyipit. "Nggak ada perubahan sama sekali. Lo tetap kayak dulu."

Ai memutar bola mata. "Lo nggak bakal tahu sebelum lo jatuh cinta. Eh, tapi kayaknya nggak bakal ada cewek yang suka sama lo, selama lidah tajam lo nggak ditumpulin."

"Oh ya?" tanya Bintang meremehkan. "Gue juga nggak ada waktu buat mereka."

"Udah ronde keberapa?" Sahut-sahutan keduanya terhenti oleh kedatangan Nayaka. Cowok itu berjalan masuk dengan wajah segar habis mandi.

"Hampir saja terjadi pertumpahan darah," jawab Bintang asal. Ai mencebik.

Yaka menenggelamkan tangannya ke dalam saku. "Paling juga lo ngalah sama Ai. Kali ini tema perkelahian kalian tentang apa?" Matanya memperhatikan hasil karya Ai dan Bintang.

Bintang menyeringai. Sontak Ai memelototinya.

"Bin, lo sekarang bisa gambar 3D?" Yaka semakin mendekatkan diri pada dinding.

"Iyalah. Lo kira gue nggak berkembang," balas Bintang, fokusnya masih tertuju pada wajah kesal Ai.

Ai melakukan gerakan menggorok leher sebagai ancaman kalau saja Bintang membeberkan rahasianya pada Yaka. Bintang kembali tersenyum sinis, mengangkat bahunya ringan. Tak peduli.

The Stupid Duckling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang