Setelah delapan hari, Ai dan Bintang baru bisa kembali ke taman untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Untungnya tidak ada tambahan gambar iseng yang terlihat.
"Unsur periode ketiga, Natrium Na, Magnesium Mg, Alumunium Al, Silikon Si, Fosfor P, silisium S, Klor Cl, trus Argon Ar. Yeay!"
Bintang terkesiap. Sejak tadi cewek itu komat-kamit di sampingnya. Hampir tiga puluh menit kata-kata itu keluar dari mulutnya, berulang kali salah, kemudian mencoba kembali. Dan yeah! akhirnya cewek lemot itu berhasil menghafal keseluruhan unsur.
"Masing-masing wujud. Logam; Na, Mg, dan Al. Metaloid; Si. Metaloid apa sih Bi?" Ai menghentikan gerak kuas dan bertanya pada Bintang dengan serius.
"Hanya sekadar mengingatkan, gue IPS, Mbak. Kalau lo nanya gue arti dinamika sosial, gue pasti tahu."
"Kali aja lo tahu. Atau pernah dengar." Tiba-tiba mata Ai menemukan sesuatu yang salah pada pekerjaan Bintang. "Lo kenapa gambar angsa di situ?" Ia menunjuk dengan kuas.
Tanpa menghentikan pekerjaan, Bintang mengedikkan bahu. "Lo, kan, suka angsa. Lo belum gambar makanya gue buatin."
"Padahal gue nggak ada niat gambar angsa di sisi ini."
"Lo harus adil sama dinding yang di sebelah." Bintang menunjuk dinding sisi kanan dengan jempolnya.
"Dinding nggak punya hati. Jadi nggak bakal cemburu," sahut Ai, menambahkan sedikit cat akrilik putih di palet, kemudian menyempurnakan gambar gelembung air.
"Manusia juga ada yang kayak dinding, nggak peka," timpal Bintang. Ada sedikit gelombang kesal terdengar dari suara beratnya.
Ai menatap Bintang dengan senyum miring menggoda. "Apa ada sesuatu yang gue nggak tahu tentang lo?"
"Banyak."
"No." Ai menggeleng-geleng, jari telunjuknya terangkat. "Lo suka sama seseorang? Siapa? Teman sekolah kita?"
Bintang menatap Ai sinis. "Kenapa udah sampai ke situ?"
"Apanya?" tanya Ai bingung.
"Pembahasan lo. Otak lo kalau masalah gitu lancar dan sangat kreatif. Mending lo pake buat menghafal atau cari arti metaloid."
Ai tertawa mendengar omelan Bintang. Selama mereka bersahabat plus bertetangga, cowok itu tidak pernah menyinggung prihal cinta dengan serius. Apalagi Bintang punya hobi menolak cewek yang mengutarakan cinta padanya. Jadi, ia tidak tahu tipe cewek idaman Bintang seperti apa. Saat ditanya pun, cowok itu memilih diam.
Bintang itu ganteng. Ini bukan pengakuan Ai sebagai sahabat, tapi dari pengamatan seorang cewek remaja. Cowok itu punya wajah tegas, matanya tajam bak elang, dan senyum yang selalu sinis. Belum lagi rambut acak hitamnya yang berkilau. Jangan lupa kemampuan melukisnya yang luar biasa.
"Bi, seandainya lo cowok normal-"
"Maksud lo?" potong Bintang. Matanya kembali melirik Ai sinis.
Ai tertawa, menepuk-nepuk bahu Bintang pelan. "Salah sendiri lo suka nolak cewek."
"Bukan berarti gue bakal nerima cowok." Bintang menaruh kuas dan palet di lantai. Ia berdiri dari kursi plastik, lalu beranjak duduk di ujung panggung untuk meminum teh botol yang mereka bawa dari rumah.
Ai segera mengikuti, duduk bersila di samping cowok itu. Menunggu Bintang selesai minum lantas bertanya. "Lo suka Citra nggak?"
Bintang langsung menyemburkan teh yang sudah masuk ke mulutnya dan belum sempat tertelan. Beruntung cewek itu duduk di samping, jadi semburan tidak menembak wajahnya yang tergelak. "Imajinasi lo super sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stupid Duckling ✔
RomansaSejak kecil Aisha Ramadhani nggak peduli dengan julukan 'tidak pintar' dari teman-temannya. Hidupnya baik-baik saja meskipun nilainya hanya bertengger di level standar. Ia sudah pasrah dengan keadaan otaknya yang lemot saat berhadapan dengan mapel...