Down in The Dumps

134 40 1
                                    

Langkah Ai terhenti ketika tubuh Yaka berdiri di hadapannya. Cowok itu berhasil menyusulnya tak jauh dari rumah Citra. Ia jelas tak ingin berdebat di pinggir jalan kompleks, dan menjadi tontonan gratis manusia yang kebetulan lewat. "Gue pengin sendiri."

Yaka mendesah frustrasi, wajahnya tersirat kegusaran. "Dengar penjelasan gue dulu," mohonnya. Ia tak pernah melihat Ai semarah ini sebelumnya, mata yang selalu berbinar itu menggelap.

Ai menatap wajah Yaka, tapi tidak benar-benar pada manik mata. "Nggak ada yang perlu dijelasin." Ia memang kesal karena harus tahu prihal ini dari Citra. Ia pun marah karena tidak bisa protes atau sedikit egois dengan meminta agar Yaka tak pergi jauh, tetap di sini didekatnya. Namun, pantaskah ia?

Hatinya teremas getir memikirkan jawabannya. Ai tak memiliki hak sedikit pun untuk mengekang Yaka. Cowok itu punya kehidupan sendiri, sebagai sahabat ia patut merasa senang dan memaksa diri untuk mengerti.

Yaka berdeham setelah hening yang merentang cukup panjang. "Papa mau kami dekat, Ai. Makanya gue memutuskan untuk di sana. Gue pengin cerita ini ke lo, ke Bintang, tapi nunggu waktu yang tepat." Tangannya perlahan terangkat mengusap lengan Ai. "Maafin gue."

Ai menengok tangan Yaka di lengannya sebentar, pangkal hidungnya seketika terasa perih. "Lo nggak salah apa-apa, Ka," ujarnya sembari memandang Yaka, memaksakan senyum.

Alih-alih merasa lega, senyum muram Ai membuat Yaka menjadi semakin bersalah. "Seharusnya gue-"

"Lo nggak salah," tandas Ai sekali lagi. "Gue pasti dukung lo, Ka. Gue hanya agak kaget dan kesal karena harus tahu dari orang lain. Tapi ...." Ai mengangkat bahu, kembali berpura-pura bahagia dan berujar, "Gue baik-baik aja."

Yaka berdecak, mendengkus putus asa. "Lo tahu? Itu kalimat paling bohong sedunia." Ia menjatuhkan tangannya dari lengan Ai dan menenggelamkannya ke saku.

Ai menggeleng lesu. "Itu kalimat penguat."

Tiba-tiba sorot lampu mobil menyinari keduanya. Ai menengok melalui bahu dan mengembus napas lega saat tahu Bintang datang menolongnya. "Bintang udah datang. Masalah ini jangan dipikirin lagi. Lo fokus belajar buat ke sana aja. Gue pulang dulu."

Yaka memasang seulas senyum, lantas mengangguk. "Sini gue bantuin." Ia menarik easel dari tangan Ai dan mendekati mobil. Cowok itu membuka pintu mobil penumpang untuk memasukkan easel. "Hati-hati nyetirnya, Bi."

"Lo masuk, gih. Entar dicariin Citra," perintah Ai dengan suara serak.

"Jangan sedih, please ...," pinta Yaka, ekspresinya sendu.

Ai mengangguk, lalu menutup pintu.

***

Ai menyandarkan tubuh pada jok, menarik napas dalam dan membuangnya perlahan, tapi sesak di dadanya tak hilang-hilang. Lewat kaca spion gadis itu melihat Yaka berbalik pergi, bahkan sebelum mobil Bintang benar-benar berjalan.

"Kok ada Yaka?"

Ai membisu, memilih menutup mata.

Bintang menghela napas, tahu kalau ada masalah, tapi memilih diam sampai Ai mau menceritakannya sendiri. "Seat belt, please."

Masih menutup mata, Ai melakukan perintah itu dengan sekejap. Ia hanya ingin Bintang secepatnya pergi dari sini, aura rumah Citra tidak baik untuk kesehatan hatinya.

The Stupid Duckling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang