No Dream No Plan

109 38 0
                                    

Ai membanting tubuh ke tempat tidur, berbaring telentang dengan kaki terjuntai. Seumur hidupnya baru kali ini ia belajar keras, ada siswa yang sekali diterangkan langsung mengerti, tapi ada juga tipe seperti dirinya yang membutuhkan puluhan kali.

Ia mencoba memahami pelajaran satu per satu. Mengikuti setiap langkah dengan saksama. Berusaha menemukan pembahasan soal lebih banyak di internet dan beberapa buku, barangkali ada soal yang penyelesaiannya sama, dengan angka yang berbeda.

Sayangnya, kepala Ai seperti bungkusan snack yang terlihat besar dan berat, tapi saat dibuka ternyata hanya dua puluh persen isi, sisanya adalah angin. Bagaimanapun kerasnya mencoba, ia hanya sanggup di level dasar, belum ada peningkatan yang signifikan.

Namun, selalu ada perasaan bangga mengisi hatinya. Kalau dipikir-pikir ia sudah melakukan hal besar untuk mendapatkan hati Yaka, seperti kata pepatah, tidak ada usaha menghianati hasil. Setidaknya ada beberapa hal yang dulunya tidak diketahui, kini jadi tahu. Walaupun hanya sedikit, itu sudah lebih baik daripada tidak sama sekali.

"Semangat Ai, demi Yaka!" teriaknya memberi semangat untuk diri sendiri. Kedua kepalan tangan diangkat tinggi.

Lukisan kecil di easel membuatnya membuang napas. Sampai sekarang, terhitung sejak seminggu yang lalu, Ai belum pernah menyentuhnya lagi, bahkan belum membeli cat baru. Hari minggu kemarin bukannya berkutat dengan itu, ia justru nge-Mall bareng Fiza cs, hunting beberapa pakaian dan sepatu.

Setengah melenguh Ai bangkit dari kasur, berjalan untuk menyalakan leptop di meja belajar. Ia harus mencari referensi yang berkaitan dengan lukisan tersebut. Mulai dari sejarah, bahan yang digunakan, dan juga beberapa video dari orang-orang yang pernah melukis lukisan itu.

Tiba-tiba notifikasi WA berbunyi. Ai mengambil totebag yang tergeletak miris di karpet dan menarik ponselnya. Satu pesan dari Lila.

Ingat woi!!! Bsk PR Fisika dikumpul.

"Ya Tuhan. Kenapa gue bisa lupa." Ai mendesah frustrasi dan menggaruk kepala. "Harusnya malam ini berurusan sama lomba aja. Ah ... Aura." Cewek itu mengambil buku paket Fisika, kemudian mencari lembar halaman yang berisikan tugas dan memotretnya.

*Picture* tolongin gue dong. PR Fisika no 4 ma 7. Bsk gw kasih daftar part 2

Tidak perlu menunggu lama chatnya dibaca dan Aura typing.

Okay, Beb. XOXO

Ai membuang napas lewat mulut, merasa lega. "Masalah terselesaikan." Lantas membuang ponselnya ke tempat tidur.

Pintu terbuka dengan kepala Mama menyembul. "Kamu udah makan?"

"Belum, Ma." Ai kembali berjalan menuju kasur untuk berbaring.

Mama melangkah masuk dan duduk di tepi tempat tidur. "Sejauh ini gimana bimbelnya?"

"Seruuu." Jawaban yang sangat bertolak belakang dengan ekspresi Ai yang memberenggut.

Bibir Mama mengukir senyum, mengusap rambut ikal Ai sekilas. "Akhir-akhir ini Mama lihat kamu capek banget. Abis dari bimbel udah langsung masuk kamar, biasanya kamu berisik dulu sama Bik Nana di dapur."

Ai bangkit ke posisi duduk, tersenyum masam. Sebenarnya rindu akan momen itu, tapi saat ini ia dalam misi penting.

"Mama juga udah nggak pernah lihat kamu melukis."

"Tuh ...." Ai menunjuk easel dengan dagu. "Aku ikut lomba lagi," lanjutnya tak bersemangat.

"Bagus dong. Bisa nambah piala kamu di sekolah."

The Stupid Duckling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang