Suara napas tersengal dan teriakan kecil membangunkan Max dari tidur nyenyaknya. Ia membuka mata, meraih bahu sang istri dan mengguncang lembut.
"Sayang, bangun. Sayang, kamu mimpi buruk."
Jovanka terkesiap, bangun dengan dada berdebar keras. Ia menatap suaminya, lalu menghela napas panjang.
"Mimpi buruk," ucapnya dengan suara serak.
Max bangkit dari ranjang, melangkah menuju meja dan menuang air dalam gelas. "Minum lah, supaya kamu merasa lebih lega."
Menerima air dari suaminya, Jovanka meneguk perlahan. "Jam berapa sekarang?"
Max meraih ponsel di atas nakas dan melihat. "Jam enam pagi."
Menyerahkan gelas kosong pada suaminya, Jovanka kembali berbaring. Tak lama sang suami mengikuti. Mereka berbaring saling memeluk dengan tangan Max membelai lembut punggung sang istri.
"Mimpi penembakan lagi?"
Jovanka mengangguk tanpa kata.
"Ada yang membuatmu khawatir? Kenapa akhir-akhir ini sering bermimpi seperti itu."
"Entahlah, bisa jadi karena Kyle ada di sana." Suara Jovanka sedikit teredam karena dada suaminya. "Setiap hari aku berpikir, apa dia baik-baik saja sendirian? Steve dan keluarganya sedang ada di Amerika. Orang tua kita sudah tidak ada."
"Ada Agra dan Evelyn."
"Iya, memang. Tapi mereka berdua sibuk, terutama Agra."
Mengusap lembut dahi istrinya, Max tersenyum. "Sayang, kamu harus mempercayai anak kita. Kyle sudah dewasa, saatnya untuk dia mengemban tanggung jawab yang lebih besar."
"Memang, aku hanya takut—"
"Andrew? Jangan khawatir. Selama beberapa tahun ini dia tidak terlihat. Dari informasi yang aku dengar, sepertinya sedang sakit di tempat persembunyiannya. Setidaknya, untuk sementara waktu dia tidak akan gegabah menunjukkan diri untuk melukai anak kita."
Jovanka terdiam, meresapi perkataan suaminya. Ia berharap apa yang dikatakan Max benar adanya, kalau Kyle akan selamat dan baik-baik saja selama tidak ada di samping mereka. Mengikuti naluri seorang ibu, Jovanka tidak menginginkan anaknya dalam bahaya, tapi Kyle sudah dewasa, dan yang dikatakan suaminya benar adanya. Cucu laki-laki paling tua dalam keluarga Vendros, sudah seharusnya kalau Kyle dilimpahkan tanggung jawab yang besar di perusahaan.
Bertahun-tahun mereka bersembunyi dari Andrew. Semenjak peristiwa penembakan, kala Andrew yang baru keluar dari rumah sakit mencegatnya. Tidak hanya itu, laki-laki yang terobsesi dengannya itu juga berusaha menculiknya. Saat itu ia melawan, demi kedua anaknya. Meski akhirnya melukai dirinya.
Max yang ketakutan kalau terkaji lagi peristiwa naas, memutuskan untuk mengajak seluruh keluarganya ke luar negeri. Semua dilakukan demi keamanan keluarganya. Mengusap wajahnya, Jovanka berusaha menghilangkan bayangan masa lalu yang mengerikan tentang Andrew. Puluhan tahun berlalu, tapi trauma itu tidak juga menghilang.
"Aku mencintaimu, Jojo. Akan selalu mencintaimu. Lebih dari cinta yang diberikan Max padamu!"
Teriakan Andrew sebelum peluru meletus dan mengenainya, bahkan masih terdengar hingga sekarang. Seperti mantra jahat yang secara perlahan merasukinya dan melekat kuat dalam dirinya. Ia benci perasaan ketakutan ini, karena akan membuat suaminya khawatir. Namun, kepulangan Kyle ke tanah air semakin membuat ketakutannya menjadi besar.
"Sayang, Audrey juga ingin pulang, menyusul kakaknya," ucap Jovanka lembut.
Max menghela napas panjang. "Aku tidak bisa berbuat banyak untuk mencegahnya. Anak itu juga sudah dewasa. Aku hanya berharap dia bisa menjaga dirinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Temptations Of Vendros
RomanceKyle Vendros menyamar sebagai pria berpenampilan cupu, dan bekerja di perusahaan keluarganya sendiri. Tak hanya untuk menemukan pengkhianat dalam perusahaan, tetapi agar bisa lebih dekat dengan cinta masa lalu. *** Sequel dari Sang Pengantin Bayaran...
Wattpad Original
Ada 9 bab gratis lagi