Seperti apa yang dituju dari awal, Danu kini sudah berhenti didepan pagar rumah Adel. Mereka berdua kini sudah sampai, Adel kini turun dari motor sport Danu, ia melepaskan helm yang ia pakai, lalu menyerahkan helm itu kepada sang pemilik asli, yaitu Danu. Adel bersyukur, jika tidak ketemu Danu, mungkin kakinya sudah encok, entah kebetulan atau apa, sudah beberapa kali ia ditolong oleh Danu.Ia tersenyum manis kepada Danu. Sehingga menampakkan giginya yang tersusun begitu rapi. "Makasih, Danu. Gue nggak tau, kalo lo tadi nggak ada, mungkin gue udah encok di sini," ucap Adel dengan tatapan tulus.
Danu hanya mengangguk. "Iya, sama-sama. Santai aja kali, kek sama siapa aja lo!" balas Danu dengan kekehan dibalik helm full-face yang masih bertengger dikepalanya.
"Nggak mau mampir dulu?" tawar Adel, Danu belum pernah masuk kerumahnya, hanya mengantarkan sampai depan.
Cowok itu menggeleng pelan. "Maaf ya, Del. Gue nggak bisa. Lain kali aja, gue pasti mau kok mampir, soalnya gue udah telat, nih. Ada janji sama temen."
Adel hanya mengangguk. "Yaudah, iya nggak apa-apa, kok. Santai aja kali mukanya, gitu amat dah!" balas gadis itu terkekeh kecil.
"Lagian gue ngerasa nggak enak sama lo, Del. Ntar apa lagi kata Om sama Tante, lo itu cuma diantar depan pagar sama gue," Danu kini mengerucutkan bibirnya kesal.
Adel terhenyak. "Idih, paansih! Emangnya lo mau diledekin antar cewek depan pagar?" ia menatap Danu dengan tatapan bergidik.
Danu menggeleng cepat. "Paansih, amit-amit dah, ih! jangan sampe anjir!" Danu bergidik ngeri membayangkan itu semua terjadi.
"Yaudah. Katanya telat, kok gue aja ngomong malah nagih?" bukan berucap, tapi Adel kini malah menggoda Danu, membuat cowok itu salting.
"I-iya, iya. Gue pergi nih, dasar cewek tukang ngunsir!" ketus Danu kesal. Membuat Adel menyempatkan diri untuk menabok bahu Danu dengan kuat, sebelum ia melesat pergi dari sana.
Adel terkekeh geli. "Hati-hati, Dan! Awas ya lo nanti nabrak semut!" teriaknya kencang. Adel hanya melihat Danu mengacungkan satu jari jempolnya, sebelum hilang dibalik tikungan.
Adel hanya menggelengkan kepalanya pelan, lalu masuk kedalam kawasan rumahnya. Ia melihat sangat sepi, bukan apa ini sangatlah malam, dan ia masih menggunakan seragam sekolahnya. Adel tadi terlebih dahulu makan bersama Danu, dan tak lupa mereka juga singgah untuk refreshing sejenak, membuat waktu tak terasa bergulir.
Adel masuk kedalam rumah dengan hatinya yang sudah berdegup kencang. Ia tahu jika ia pulang tak akan dimarahi, tapi ia hanya takut jika di-cap tak baik oleh kedua orang tuanya. Bukan yang lain, Adel hanya takut dengan itu semua. Perlahan tapi pasti, kakinya mulai masuk kedalam rumah dengan perasaan yang berkecamuk. Ia bernafas lega ketika ia melihat rumah sangat sepi.
Gadis itu mengusap dadanya. "Huh, selamat. Untung aja sepi." Adel kembali melanjutkan langkahnya, namun terhenti ketika sebuah suara bariton itu muncul dari arah samping kanannya.
"Dari mana aja kamu?" tanya seseorang dari arah tangga.
Adel tersentak, lalu menoleh kearah Papanya yang hanya memasang wajah datar. Adel kali ini bisa melihat, Jika Brama sangat marah, bisa dilihat dari ia melihat Adel, sangat datar dan dingin. Adel hanya menggaruk tengkuk miliknya yang tak gatal, sangat takut dan mampu menatap Brama sekali kilas saja.
Brama menatap anaknya dengan tajam. Dia sangat tak suka dengan Adel, pulang malam sekali dan diantar oleh cowok. "Jawab, Papa. Kamu dari mana?" tanyanya lagi, membuat Adel semakin ketakutan.
Gadis itu mendongak, menatap manik mata Brama dengan takut. "A-adel tadi nggak ada tumpangan, Pa. Handphone Adel, juga mati tadi," ucap Adel dengan gagap. Melihat Papa tercintanya seperti ini, membuat saraf-saraf gadis itu seakan mati rasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Teacher
Dla nastolatków•Follow sebelum membaca! Adeline Vionita Bramasta. Nama yang indah tapi tidak dengan sikapnya. Gadis yang bar-bar dan blak-blakan adalah julukan untuk dirinya, dan satu lagi yang membuatnya terkenal .... yaitu mengejar cinta guru sejarah di SMA-nya...