02. (Katanya) Pendekatan

710 76 42
                                    

"Lu kenapa belakangan ini cengengas cengenges aja sih Kis? Ga biasanya." Komentar Butet yang sedang ngemil di pojok private room. Ya, tak seperti biasanya Hendra menatap ponselnya sambil mengukir senyuman di wajahnya, seperti nampak tak wajar.

"Ha? Gapapa kok, cuma pengen saja."

"Kasmaran sih dia. Fiks no debat." Timpal Simon yang sedang bermain ps dengan Alvent. "Yah yah Koh kok udahan??" Alvent tak menjawab dan meletakkan stik psnya kemudian duduk bersandar sambil menikmati orang-orang disekitarnya bergosip.

"Siapa yang kasmaran? Orang saya cuma chat sama adik tingkat aja."

"Buset, Setiawan lagi kesambet apaan lu? Tumbenan."

"Wah mau politik ya lu Kis??" Hendra hanya menatap teman dan seniornya jengah.

"Iya saya mau brainwash adik tingkat karna saya mau mencalonkan diri lagi dan kalian masih jadi anak buah saya." Tentunya ucapan Hendra barusan disambut amukan oleh teman-temannya.

"Gila lu. Ambis boleh tapi ga gitu juga."

"Kis, lu kalo ditolak cintanya bilang ama kita."

"Bodo Kis, gue mau sempro ga jadi jadi."

"Gue di UKM badminton aja deh. Resign dari BEM bisa ga?"

"Koh Hendra please deh."

"Woi Setiawan gila."

"Hen, saya mau skripsian bentar lagi selesai mau daftar sidang, Kido mau sempro" Taufik menghela napasnya, "Bisa ga gausah gila dulu??"

Hendra hanya mendengarkan teman sekaligus orang-orangnya berkomentar dan seperti biasa, tidak ada ekspresi.

"Bisa ditimbang." Yang kemudian dihadiahi pukulan oleh Simon.

"Apasih Mon?? Iya saya bercanda. Yakali saya gamau lengser. Ngurusin kalian sama jadi budak korporat kampus capek kali." Ucapan Hendra kemudian dihadiahi gelengan oleh Simon, membuat kening Hendra berkerut.

"Bukan. Itu ada yang nyariin elu." Nyariin saya? Siapa?

"Ada orang. Gatau, pendek, cowo." Hendra pun langsung bangkit dan menemui orang itu.

Ditemuinya sosok yang mencarinya itu yang tak lain dan tak bukan adik tingkat manisnya.

"Koh." Hendra tersenyum mendengar ia menyapanya.

"Kenapa San? Ada masalah kok sampai kemari?" Tanya Hendra yang sekarang berada di hadapan Ahsan.

"Ngga ada sih Koh. Tadi lewat aja terus kayanya rame rame yaudah Ahsan mampir eh ketemu Mas Simon." Hendra mengangguk paham lalu terlintas sesuatu di kepalanya.

"Makan yuk San. Saya lapar."

"Tapi say-" Belum sempat Ahsan melanjutkan jawabannya, eh Hendra nyelonong pamer.

"Rakyat Setiawan, saya Setiawan mau pergi dulu."

"Brengsek rakyat Setiawan katanya." Protes Kido, "Pergi kemana lu Kis? Kan di sini udah lengkap?" Tambah Kido yang melihat gelagat tak biasa dari Hendra. Seperti ada yang ia coba sembunyikan.

"Ada janji Bang. Udah ya, nanti kalau ada yang perlu tanda tangan atau perlu ada rapat bilang saya atau telfon saya aja." Titah Hendra sebagai sihir bagi orang-orangnya yang langsung mengiyakan apa yang diperintah oleh Hendra.

"Udah, yuk San." Ucap Hendra pada Ahsan yang sedang mematung di depan Hendra sedari tadi. Ini orang sibuk tapi kok sok sokan gaada kesibukan? Mana ngajak makan sama gue terus.

Sepanjang mengekor pada Hendra, tak jarang Ahsan melihat mahasiswa yang sepertinya sedang membicarakan ia dengan Hendra. Tak jarang pula ia mendengar kata-kata yang seharusnya tak pantas didengar oleh siapapun, baik ia maupun Hendra. Sampai mereka berdua sampai di kantin yang ternyata suasananya agak ramai saat itu.

WE - Story of Hendra/AhsanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang