Ommm?

115K 508 12
                                    

Hari ini hari terakhir liburanku. Rasanya seminggu lebih seperti tak merasakan apa-apa. Ya karena aku gini-gini saja tanpa perubahan.

Aku termenung sendiri, rasanya waktu begitu cepat sekali. Kemarin aku merupakan kaka kelas yang sangat di puja. Namun sekarang kembali akan menjadi adik kelas. Aku juga tak tahu seperti apa kaka kelas ku nanti. Seperti apa temanku nanti. Seperti apa sekolahku nanti.

Rasanya rumah sangat sepi sekali. Aku yang tak pandai membawa diri, aku yang tak punya teman banyak, sebab aku yang sangat cuek dengan sekitar.

Sudah ku pikir matang-matang, kali ini aku harus bisa membawa diri, harus bisa berteman dengan banyak orang, harus bisa bersikap normal dan periang. Ingin menikmati masa-masa SMA yang jelas kata para senior, masa SMA adalah masa yang tak pernah terlupakan.

Ahhhh papah, El gabut dan kesepian sekali rasanya. Desahku.

Papah tadi malam baru saja pamit ingin ke luar negeri untuk mengurusi bisnis disana. Katanya akan memakan waktu cukup lama karena perusahan cabang sedang goyang.

Disini, aku sendiri. Menikmati sepi yang mendera untuk beberapa hari kedepan. Rasanya hidupku semakin tak bermakna saja.

Lama aku termenung, tiba-tiba pikiranku tertuju pada om Haris. Ya sekertaris papah yang sempat papah sebut sosoknya dalam permainan gila kami.

Rasanya aku ingin sekali menelpon papah dan merengek untuk dikenalkan dengan sekertarisnya itu. Aku tak peduli papah akan marah, rasanya aku sudah kesengsem. Eitsss, bukan cinta tapi uhmmmm tau sendiri ya.

Aku bergegas mengunci pintu dan memastikan bahwa jendela dan pintu sudah terkunci semua. Aku berlari menaiki tangga dan masuk kedalam kamarku. Aku cari benda pintar dan segera mendial nomer papahku.

Dalan sekejap teleponku sudah papah angkat, emang dia selalu standby apapun untukku.

"Hallo, El?".

"Haloooo pah". Jawabku riang.

"Kenapa sayang?".

"Emmmmm, papah sendiri atau-----?".

"Sendiri, kenapa El?".

"Sekertaa---". Ucapku terjeda karena gugup.

"Sekerta? Om Haris maksudmu?".

Dengan bodohnya aku mengangguk dan menggigit jariku. Sedangkan aku sendiri juga tahu papah tak akan bisa melihatku sebab yang kulakukan ini bukan sedang video call.

"El? Sayanggggg?".

"Ahhh ya pahh?". Sahutku.

"Kenapa kau diam? Kenapa kau gugup? Ko tiba-tiba nanya sekertaris papah?". Cecar papah.

"Eumm El ngantuk pah, dahhhh". Putusku.

Aku langsung tengkurab diatas bantal. Badanku gemetar, aku gugup sekali. Tanganku memukul-mukul bantal yang ada disebelahku, gigiku ku gertakan. Ahhh nafasku berpacu saking takutnya. Kenapa hatimu, El? Lirihku.

Dan aku putuskan untuk tidur saja. Takut papah menelpon kembali. Entah otakku sedang tak baik-baik saja.

***

Drttttttt...
Tinggg.

08221*******

Hi, Elaa?
Ini om.

Setelah selesai mandi sore, dan memakai baju dinas malam para istri aku kembali berbaring diatas kasur. Yah jangan salah, meski aku masih anak sekolah, baju dinas berbagai model banyak sekali didalam lemariku. Karena tahu sendiri papahku gimana.

Aku raih hpku dan mengernyit bingung, sejak kapan nomor pribadiku dikenali oleh orang yang tak ku kenal? Perasaan hanya mas Geo, papah, dan Hatin saja.

HyperseksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang