30. Blood Moon

867 33 2
                                    

• JoongHwa •

author's note: semua yang ada di dalam cerita ini fiksi, termasuk folklorenya, semua dibuat semata mata buat kepentingan AU aja. kecuali bulan merah yang konon katanya memang pertanda bencana, tapi ya ini semua mitos yang berkembang di masyarakat, betul atau tidaknya kembali pada diri masing-masing aja hehet^^

.

dalam senyap gelap gulita malam, dalam tangisan kesendirian sang rembulan Hanagata terduduk menung bertopang dagu pada daun jendela balkon lantai paling atas istana tempat tinggalnya.

cahaya bulan purnama masuk ke dalam ruang tempat ia bersemayam, dinginnya udara malam tak lagi ia rasa mengganggu, padahal ia hanya mengenakan yukata tipis, tanpa mantel.

“pangeran, sudah hampir tengah malam, tidakkah anda masuk ke kamar dan tidur?” tanya Mada—salah satu pengawal yang ditugaskan raja khusus untuk Hanagata—saat melihat sang tuan masih berkeliaran di kastil.

Hanagata menggeleng, “nanti, Mada, belum saatnya”

Mada menghela nafasnya, “pangeran, malam ini bulan bersinar merah, bukankah sebaiknya kita menutup rapat celah kastil kita?”

Hanagata lagi-lagi menggeleng, bagi Hanagata, fenomena ini adalah waktu yang ia tunggu-tunggu.

“pangeran, seperti yang kita semua tau, bulan purnama merah merupakan pertanda buruk, pasti akan ada sesuatu yang buruk terjadi”

Hanagata menepuk bahu sang pengawal, “Mada, kalau memang menurutmu bulan purnama merah buruk, bukankah sebaiknya kamu berada di sisi Yasoshi sekarang?”

“tapi anda belum masuk kamar, pangeran”

“aku tak apa, Mada, kamu bisa kembali ke kamarmu dan Yasoshi, peluk dia Mada, beri dia kehangatan dan kenyamanan”

“tapi, pangeran—”

“Mada” Hanagata menoleh ke arah jam besar yang ada di pinggir ruangan, “pukul dua tepat, aku akan masuk kamar”

Mada turut melirik ke arah jam, lima belas menit lagi batinnya, “baiklah pangeran, kalau begitu boleh saya kembali ke kamar saya?”

“boleh, sangat boleh, Mada”

“kalau begitu saya permisi dulu, pangeran, selamat malam” Mada pun pergi dari hadapan Hanagata.

Hongjoong kembali melempar pandangannya ke luar jendela, memandangi langit gelap berhiaskan merah dari sang purnama. Hanagata selalu menanti kedatangan bulan merah, menanti pembayaran akan rasa kerinduannya pada sang Luna.

hati Hanagata menghangat, matanya terpejam sembari ia tersenyum hangat, membayangkan segera ada dua telapak tangan hangat yang menangkup kedua pipinya, lalu mendekapnya erat serta memancarkan sinar lembutnya.

Hanagata selalu menantikan saat itu, saat dimana Lunanya akan datang.

“Luna..” Hanagata membuka matanya, menatap miris bulan merah besar yang kian bersinar di hadapannya. “sepertinya tidak hari ini?”

lima belas menit tidak terasa kala rasa rindu mencekiknya, sang Luna tak kunjung datang, justru rasa lelah yang mengunjunginya. urusan kerajaan membuatnya harus terjaga selama beberapa malam, dan untungnya sore ini semua selesai. tapi Hanagata kira, dia bisa menghabiskan malamnya dalam dekapan sang Luna, tapi dia salah.

Shoot OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang