Chapter 2 - Extra Part (3)

38 4 0
                                    

Song for this Extra Part: I Lost A Friend - FINNEAS

.

Beberapa jam kemudian...

Tangan Deeana gemetar hebat, ia mencoba untuk menghidupkan smartphone nya yang sedari tadi mati total. Untung charger gue gak ketinggalan di kampus, batinnya. Diluar sana hujan cukup lebat, itu sebabnya Deeana menunggu disalah satu restoran cepat saji yang biasa ia kunjungi bersama Nugraha. Nugraha, ah nama itu membuat Deeana menghela nafas panjang. Tidak ada pilihan lain, karena tempat ini paling dekat dengan taman yang beberapa jam lalu menjadi tempat singgah Deeana. 

Ia tidak ingin pulang, walaupun sekarang Deeana sudah cukup tenang, tapi tetap saja pikirannya masih melayang-layang entah kemana. Ia mencoba untuk tidak menghiraukan berbagai macam pikiran yang ada dikepalanya sekarang, memang sulit. Sialan, batinnya mengutuk, tapi setidaknya Deeana mencoba dan berusaha untuk berpikir normal saat ini. Iya setidaknya untuk saat ini.

Air mata yang sedari tadi membasahi pipi Deeana sudah kering, meninggalkan sembab merah di sekitaran matanya. Matanya bengkak sekarang, wajahnya memerah. Kepalanya seperti berputar-putar, belum lagi sedari tadi sepasang mata melihat ke arahnya dengan tatapan yang tak Deeana mengerti, entah mereka hanya penasaran atau memang benar-benar merasa kasihan dengan keadaan Deeana sekarang. Tubuhnya kedinginan, tak lama seorang pelayan restoran cepat saji itu menghampiri Deeana.

"Mba, ini pesanannya, dari tadi dipanggil tapi kayaknya mba nya gak denger" jelas lelaki itu perlahan, ia takut kalau kehadirannya mengganggu perempuan yang memesan cokelat panas dihadapannya itu.

"Eh iya mas, makasih banyak ya, maaf gak denger tadi kalo ternyata pesenan saya udah jadi" balas Deeana tersenyum, namun pelayan laki-laki itu menatapnya dengan tatapan iba dan sedih, pasalnya keadaan perempuan dihadapannya ini sangat miris, dress putih yang Deeana kenakan basah, memang tidak terlalu basah namun itu sukses membuat tubuhnya sedikit menggigil, bibirnya pucat, sungguh pucat. Matanya jelas sekali terlihat bengkak, tatanan rambutnya berantakan dan basah tidak karuan, wajahnya pun terlihat lelah.

"Mba... mba k-kenapa? Maaf kalau saya lancang mba, tapi mba gapapa kan?" ucap lelaki itu sedikit gugup, ia hanya tidak tega melihat keadaan seorang perempuan dihadapannya seperti ini, perkataan rekan kerjanya tadi pun benar mengenai seorang perempuan yang datang dengan keadaan yang bisa dibilang kacau.

"Eh? gapapa kok mas. Makasih ya udah dianter, harusnya saya yang ambil. Sekali lagi makasih mas" balas Deeana sedikit canggung. Ia memperlihatkan sedikit ketidaknyamanannya, seolah ia memberi isyarat pada lelaki dihadapannya ini untuk pergi meninggalkannya sendiri. Ia butuh waktu sendiri sekarang. Ia sungguh berusaha untuk tidak peduli bagaimana orang lain melihatnya sekarang, karena memang ia sedang kacau. Ia sedang tidak dalam keadaan yang normal.

Pelayan itu mengangguk sopan dan kemudian pergi meninggalkan Deeana. Suasana di restoran saat itu sudah sepi, hanya ada 2 sampai 3 pengunjung. Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, namun hujan diluar sana semakin lebat, tak terasa bahwa semakin lama udara semakin dingin, Deeana menyesap cokelat hangat yang ia pesan sesegera mungkin, setidaknya hal itu bisa membantu untuk menghangatkan dirinya saat ini.

Deeana memeriksa smartphone nya yang sudah terisi penuh, sedari tadi banyak panggilan yang tak terjawab dan pesan yang belum terbaca olehnya. Mama, Papa, Bang MJ, Bang Jinu, Bang Bin, Bang Racka, dan Dhana, sedari tadi menghantuinya dengan berbagai pesan yang menanyakan keberadaannya. Ia terkejut untuk beberapa saat, belum lama ia berhenti menangis namun setelah membaca beberapa pesan dari mereka setitik air mata lolos dan turun membasahi layar smartphone nya yang saat ini menampilkan satu pesan dari seseorang yang membuat keadaannya hancur seperti sekarang... Nugraha. Persetan, batin Deeana. Setelah itu matanya semakin buram. Deeana menangis. Lagi dan lagi

I Met You When I Was 16Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang