11. Kekecewaan Ayu

1.9K 194 7
                                    

######

Ayu meremas stir mobilnya dengan kuat. Perasaannya berkecamuk, ia mendadak ragu untuk menemui Rhevan. Padahal sejak tadi siang ia sudah mempersiapkan diri, tapi tetap saja saat ini ia merasa gugup. Sebulan sejak insiden di Restoran itu, ini baru pertama kalinya mereka akan bertemu kembali. Membicarakan hubungan mereka yang katanya telah usai.

"Kamu pasti bisa, Yu," bisik Ayu mencoba menyemangati diri sendiri.

Ia kemudian melepas seatbelt-nya, lalu turun dari mobil. Sekali lagi ia menghela napas panjang, berharap rasa gugupnya mendadak hilang. Namun, sepertinya hal itu tidak terlalu berguna, bukannya berkurang, ia malah merasa semakin gugup. Tapi Ayu mencoba untuk sadar diri, karena tak selamanya ia bisa terus-terusan lari dari masalah, ia harus menghadapinya. Ia pasti bisa menghadapinya dengan baik. Batinnya mulai menyemangati diri sendiri.

Oh, tidak, sepertinya Ayu salah. Ia tidak cukup bisa menghadapi ini semua. Terbukti saat ia masuk ke dalam restoran dan menemukan Rhevan sedang duduk manis di salah satu kursi, sambil melambaikan tangan untuk menyapanya, perasaan ingin berlari keluar dari restoran tersebut tiba-tiba hadir. Ayu benar-benar merasa ingin kabur. Apalagi melihat penampilan pria itu, kemeja garis-garis yang digulung sampai siku dan juga senyuman manis Rhevan, yang sebenarnya memang ia rindukan sejak beberapa minggu terakhir. Shit. Ayu mengumpat dalam hati. Ia benar-benar benci situasi ini.

Mencoba mengumpulkan keberaniannya, Ayu kemudian berjalan mendekat ke arah meja tempat Rhevan duduk.

"Hai," sapa Ayu canggung.

Rhevan tersenyum tak kalah canggung. "Hai, apa kabar, Yu?" sapanya sambil mempersilahkan Ayu untuk duduk.

Ayu mengangguk. "Seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri?"

Kali ini Rhevan tersenyum getir sambil mengangguk, menjawab basa-basi Ayu. "Baik. Kamu lagi banyak klien, ya? Kamu keliatan kayak kurang tidur," komentarnya kemudian.

Oh, tidak. Ayu tidak suka dengan fakta yang baru saja Rhevan beberkan. Karena memang jam tidurnya sedikit berkurang sejak berakhirnya hubungan mereka. Dan Ayu membenci fakta itu.

"Sedikit."

"Jangan memaksakan diri, kesehatan kamu paling penting. Apalagi kamu jauh sama keluarga."

Benar. Ia bahkan sekarang tidak punya kerabat terdekat yang bisa ia repotkan saat terjadi sesuatu padanya. Ah, kenapa dirinya jadi keliatan selemah ini?

Ayu mencoba memaksakan senyumnya sambil mengangguk, lalu mengajak Rhevan untuk segera memesan makanan. Saat menunggu pesanan dihidangkan, keduanya masih tidak banyak bicara dan lebih memilih untuk diam. Pun saat pesanan mereka sudah siap di meja, suasana masih terasa canggung dan aneh. Meski sesekali Rhevan mencoba untuk memulai obralan, namun tetap saja seperti ada dinding penghalang di antara keduanya. Terlihat jelas sekali Ayu sedang membatasi diri.

"Jadi siapa nama perempuan itu?"

Uhuk Uhuk Uhuk

Rhevan tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya, ia bahkan tersedak saking kagetnya.

"Maaf," ringis Ayu merasa bersalah. Buru-buru ia menyuruh Rhevan untuk segera meminum minumannya, "harusnya aku tanya itu nanti kalau kita udah selesai makan."

Rhevan hanya meringis kemudian menggeleng. "Enggak papa."

Ayu mengangguk, lalu kembali menyantap makanannya dalam diam.

"Pelan-pelan, Yu," ujar Rhevan memperingatkan Ayu seperti biasanya.

Ayu termenung sesaat. Harus ia akui kalau ia merindukan kalimat itu. Dan lagi-lagi Ayu membenci fakta itu.

GamaphobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang