43. Sebut Randu Bodoh

1.3K 135 11
                                    


______

Randu menghela napas sambil menatap wajah pucat sang kekasih, saat ini Ayu sudah dipindahkan ke rawat inap. Hana sedang ia suruh keluar untuk membeli minuman dan keperluan lainnya.

Setelah melepas jas putihnya dan menyampirkan pada ujung ranjang, Randu mengambil posisi duduk di samping Ayu. Kenapa semua jadi kacau balau begini. Batinnya tak habis pikir. Pertunangan mereka terancam diundur atau bahkan mungkin batal, karena kondisi Ayu yang malah mendadak kena demam berdarah. Nadia tiba-tiba hadir dengan status sebagai paseinnya, ditambah hubungan dengan sang suami sedang tidak terlalu baik. Menghadapi itu semua kepala Randu rasanya mau pecah saking pusingnya.

Cklek!

Pintu kamar inap Ayu terbuka, Hana dan Rishwan masuk ke dalam sambil membawa dua kantong plastik ukuran sedang. Pria itu menyapa Randu ala kadarnya, sebelum akhirnya memilih duduk di sofa. Hana sendiri langsung meletakkan barang belanjaannya di atas nakas.

"Mas Randu udah hubungi keluarga Mbak Ayu?"

Randu mengangguk sambil meraup wajahnya frustasi. Ia tersentak sedikit kaget saat mendengar dering ponselnya berbunyi. Buru-buru ia merogoh kantong jasnya dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana.

"Ya, Win."

"Hasil tes-nya sudah keluar, dok. Dokter Randu di mana?"

"Saya ada di bangsal umum. Iya, sebentar lagi saya ke sana." Randu buru-buru berdiri sambil menyampirkan jas pada lengan kirinya, "jangan kasih liat pasien hasilnya, dia ngerti medis. Tunggu saya sampai ke sana."

"Baik, dok."

Tut Tut Tut

"Han, titip Mbak-mu dulu, ya. Mas ada pasien," pamit Randu sambil memasukkan ponselnya ke dalam celana.

Saat ia hendak melangkah, Hana tiba-tiba menghadangnya dengan tatapan galak.

"Mau kemana?"

Randu menaikkan sebelah alisnya. "Kamu ini apa-apaan? Mas ada pasien, Han, minggir!"

"Mas Randu yang apa-apaan?!" Hana mendengus tidak percaya sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada, "yang Mas Randu sebut sebagai pasien itu, Mbak Nadia kan? Mas Randu rela ninggalin Mbak Ayu cuma demi Mbak Nadia kan? Kenapa? Mas Randu masih ada rasa sama Mbak Nadia?"

"Kamu ini ngomong apaan sih? Meski pasien ini bukan Nadia, Mas tetep akan pergi. Kamu tahu apa? Karena ini kewajiban Mas, Han." Randu menoleh ke arah Rishwan, "Ris, titip Ayu, ya, nanti begitu selesai aku langsung balik. Sorry, ngerepotin."

Rishwan mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Mas, nggak papa. Nggak ngerepotin sama sekali kok."

"Thanks," ucap Randu tulus.

"Mas!"

Randu mengabaikan panggilan Hana, kakinya melangkah tanpa ragu meninggalkan ruang inap sambil memakai jas putihnya.

"Udah, Dek, Mas Randu kan hanya menjalankan kewajibannya." Rishwan kemudian menghampiri sang istri lalu memeluknya.

"Tapi, Mas." Hana hendak memprotes tapi dicegah Rishwan.

"Hei, nggak boleh gitu. Mas Randu mengemban tugas yang mulia, kamu harusnya bangga."

"Tapi aku nggak suka dengan fakta kalau Mas Randu lebih milih pasiennya itu ketimbang jagain Mbak Ayu." Nada bicara Hana terdengar sangat kesal.

"Kalau bisa memilih, aku yakin, Mas Randu jelas lebih milih Mbak Ayu. Tapi kan keadaan menuntutnya untuk tetap profesional, dia nggak bisa milih seenaknya sendiri."

GamaphobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang