42. Dipermainkan Takdir?

1.3K 139 5
                                    


####

Bagi Randu bertemu mantan adalah hal paling tidak mengenakkan dalam hidupnya. Bahkan pengalamannya dibentak konsulen di depan pasien jaman koas dulu masih bisa ia terima dengan lapang dada. Tapi bertemu dengan mantan? Randu seolah enggan mengalaminya. Rasanya pasti akan terasa aneh, akward dan tidak nyaman.

"Randu!"

Seketika lamunan Randu langsung buyar saat mendengar namanya dipanggil. Ia langsung menoleh ke asal suara, di sampingnya Ayu tengah menatapnya tajam.

"Kamu dari tadi dengerin aku ngomong nggak sih?" decak perempuan itu terdengar kesal.

Sejak acara ijab qobul selesai dan Hana sudah resmi jadi istri Rishwan. Kekasihnya itu uring-uringan. Moodnya tidak begitu bagus hanya karena kesalahan teknis yang sempat terjadi saat acara ijab qobul berlangsung. Mic yang Rishwan pegang mendadak tidak menyala. Lalu ditambah vokalis band pengisi acara sempat datang terlambat, beruntung ada sepupu Randu--yang ternyata seorang vokalis band terkenal--mau menggantikan vokalis yang datang terlambat itu. Belum lagi dengan beberapa insiden kecil--yang sebenarnya wajar terjadi di beberapa pernikahan yang diurusnya--tapi tetap saja membuat Ayu semakin uring-uringan.

Randu menggaruk tengkuknya gelisah. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, yang menjadi tidak fokus hanya karena mantannya datang ke acara nikahan sang adik. Man, mantannya tidak banyak. Hanya dua--gebetan tidak masuk itungan--. Yang satu belum terlalu ingin ia seriusi dan yang satu sebenarnya ada niat ingin diseriusi tapi takdir berkata lain.

Sebenarnya, ia bukannya belum bisa move on atau masih menyimpan perasaan spesial terhadap mantannya itu. Tidak. Demi Tuhan ia sudah tidak memiliki perasaan demikian. Ia hanya merasa aneh. Membayangkan mantannya datang ke nikahan adiknya, oke, tidak perlu dibayangkan karena perempuan itu sudah ada di gedung ini. Sedang berbincang- bincang dengan tamunya yang lain. Lalu tiba-tiba menyapanya dan memperkenalkan diri sebagai mantan kekasihnya kepada Ayu. Astaga, membayangkan saja ia tidak sanggup. Suasananya pasti akan terasa aneh dan juga canggung, atau bisa jadi Ayu bertambah bad mood.

"Kan ngalamun lagi! Kamu itu kenapa sih, Randu?!"

Randu tersentak kaget dengan nada suara Ayu yang tiba-tiba berubah. "Eh, enggak. Enggak papa kok. Aku cuma--"

"Lupakan!" potong Ayu cepat. Kedua matanya meneliti wajah sang kekasih, yang seharian ini bertingkah aneh.

Randu berdehem guna menghilangkan rasa gugupnya karena ditatap Ayu sedemikian intens.

"Aku capek, Randu, demi Tuhan! Astaga, kamu jangan bikin aku makin nggak mood dong. Seharian ini acara nikahan--"

"Yu," panggil Randu memotong ucapan Ayu, tangannya kemudian terulur, meraih tangan kekasihnya itu dan menggenggamnya erat, "maaf. Kamu capek banget, ya?" sesalnya tidak enak.

"Menurut kamu? Astaga, kenapa kacau gini sih," gerutunya melampiaskan kekesalannya.

"Enggak kacau, Yu, semua berjalan lancar kok. Insiden kecil begitu kan biasa terjadi, nggak usah terlalu dipikirin, oke? Nanti kamu malah makin capek."

Karena tidak tahu harus bagaimana, Randu memutuskan meraih tubuh Ayu ke dalam pelukannya. Berharap pelukannya bisa sedikit meredakan mood Ayu yang sedang kacau. Siapa tahu kan, namanya juga usaha.

"Gimana nggak dipikirin? Di sini tuh nama WO aku yang jadi taruhannya, Randu. Harusnya acara ini bisa jadi ajang promosi WO aku ke keluarga besar kamu, kalau kacau begini gimana mereka bisa tertarik, Randu. Ah, kesel aku tuh."

Randu terkekeh. Ayu semakin cemberut.

"Dasar otak bisnis," ledek Randu dengan nada bercanda.

"Iya lah, aku kan bukan dokter yang isi otaknya cuma belajar sama sekolah terus," balas Ayu tak mau kalah.

GamaphobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang