15. Ngalah

704 87 2
                                    

Ujian Akhir Semester dimulai hari ini. Di sekolah Ara, ruangan disesuaikan dengan nomor absen. Juga, di satu ruangan akan ada siswa-siswi gabungan dari kelas lain, entah kelas 10, 11, atau pun 12.

Bel sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Ara sudah memasuki ruangannya, yaitu ruangan nomor 2, satu ruangan dengan Ariz. Sedangkan Shiren, Elina, Satria, Aidan, dan Farel ada di ruangan lain.

"Duh, baru juga mulai, udah sepet gue liat soal-soal ini," ucap Ariz sambil menatap kertas soal di tangannya. Ia duduk agak jauh dari Ara, namun karena suaranya keras, semua orang mungkin mendengarnya.

"Cepat kerjakan, Ariz!" ujar Pak Iwan, selaku pengawas di ruangan itu. "Kalo kamu belajar, kamu pasti gak akan kesusahan."

Ariz mencebik. Ia menoel orang yang ada di hadapannya, gadis berkacamata. "Kak, Kakak 'kan pinter, pasti udah belajar, dong. Ya 'kan?" Gadis itu mengangguk. "Nah, menurut Kakak, soalnya susah, gak?"

"Mm ... lumayan."

"Tuh 'kan!" Ariz berseru kencang, membuat siswa-siswi serta Pak Iwan memoleh padanya. "Pak! Kata Kakak ini aja, soalnya lumayan susah. Padahal udah belajar. Lah apalagi saya? Yang cuma modal feeling sama pulpen."

"Itu salah kamu sendiri. Kenapa gak belajar?" sarkas Pak Iwan.

Ariz mengatupkan mulutnya. Tak bisa berkata-kata lagi.

Ara di bangkunya tertawa geli melihat wajah sang sahabat yang tertekuk.

"Tau hidup sesusah ini, mending dulu pas balapan ama sperma lain, gue ngalah aja," ucap Ariz dengan suara yang tidak bisa dibilang kecil.

...

Untung Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang