25. Sadboy

698 82 0
                                    

Aidan sadar. Ia yang membuat semuanya rumit. Ia yang terlalu welcome pada Vina. Ia tidak bisa menjaga perilakunya.

Setelah berpikir selama beberapa hari, ia tahu dan sadar bahwa; ia masih menyayangi Ara. Rasanya sakit, saat melihat Ara yang tampak enggan menatapnya sedikit pun. Semakin sakit, saat melihat Ara bercanda dengan Alvaro yang mampir ke Kafe.

"Makannya, kalo udah punya satu, jangan mau yang lain."

Aidan menoleh pada orang yang berbicara barusan, Oji.

"Nih ya, Dan. Fisik bisa diubah, materi bisa dicari, kalo orang yang tulus gak datang dua kali," kata Oji. "Biasanya, kalo udah pergi, dia gak akan mau balik lagi."

Aidan terdiam. Matanya masih menatap Ara dan Alvaro yang tengah tertawa di meja pojok. Tampak tak ada beban sama sekali. Apa mungkin Ara memang tidak pernah menyukainya?

Lelaki itu menghela napas kasar. Sudahlah. Terus melihat mereka membuatnya merasa sangat sakit dan bersalah.

Oji terkekeh melihatnya. "Lemes amat lo," ucapnya. "Lo yang mulai, jadi lo yang harus nerima akibatnya."

Aidan mengangguk. "Hm."

"Kalo mau Ara balik sama lo lagi, berjuang aja. Coba yakinin dia, kalo lo gak bakal nyakitin dia lagi."

Aidan lagi-lagi hanya mengangguk.

"Tapi, kalo lo mau nyakitin dia lagi, sebaiknya jangan." Oji menepuk-nepuk pundak Aidan pelan. "Gue bukannya suka sama Ara, gue cuma gak mau liat dia sedih. Kakaknya udah jadi penolong kehidupan gue.  Gak mungkin gue biarin keluarganya, termasuk Ara, ngerasa sedih."

"Iya, Bang."

...

"Mau ngomong apa?" tanya Ara.

Tadi, setelah selesai menutup Kafe, ia ditarik pelan oleh Aidan menuju ke salah satu kursi di halaman depan Kafe.

Sudah lebih dari 5 menit, ia dan Aidan di sini. Namun, lelaki itu tak berbicara sedikitpun. Bahkan, ia hanya menunduk sejak tadi.

"Kalo gak ada yang mau diomongin---"

"Tunggu!" Aidan mencekal pergelangan tangan Ara. Membuat gadis yang sudah berdiri itu kembali duduk. "Bentar aja, Ra."

Ara memutar bola mata malas. "Ya udah, mau ngomong apa?" desaknya. "Udah malem, nih. Gue mau pulang."

"Biar gue anterin."

"Ck. Gak usah. Udah cepetan."

Aidan menghembuskan napas perlahan. "Lo yakin mau kita putus?" tanyanya.

Ara mengangkat sebelah alisnya. "Ya iyalah. Kenapa emang?"

Aidan menggeleng. "Gue boleh bikin permintaan?" ujarnya. "Satu aja. Sebagai permintaan terakhir."

Ara mendengus. "Gak usah banyak bacot. Langsung ke intinya aja."

"Besok 'kan hari anniv kita. Boleh gak, gue minta lo, buat jalan sama gue seharian, besok."

Ara terdiam sejenak. Ia menatap mata Aidan yang memancarkan permohonan. Terlihat menyedihkan.

Lah? Nih demit satu jadi sadboy apa gimana? Sepet amat mukanya.

"Oke."

Aidan tersenyum. "Makasih, Ra."

"Coba aja gue gak terlalu deket sama Vina---"

"Bacot. Gue gak peduli," potong Ara.  Kemudian berlalu pergi dari sana. Meninggalkan Aidan yang terdiam.

Susah banget kayaknya mau diajak balikan.

...

Untung Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang