20. Gabut

630 82 1
                                    

"Gabut, Ra."

Ara menatap Aidan sekilas, lalu kembali bermain game di ponselnya. Mereka saat ini sedang berada di Kafe dan tengah beristirahat.

"Pengen muter musik, Ra."

"Ya udah, puter aja sana."

"Tapi kasian," balas Aidan. Membuat Ara mengernyit bingung. "Nanti musiknya pusing."

Ara mendatarkan ekspresinya. "Bodo. Gue gak denger."

Aidan terkekeh. "Main game mulu, Ra. Gak bosen?"

Ara mematikan ponselnya, lalu bangkit. "Dari pada lo. Chat-an mulu sama Vina. Gak mikirin perasaan orang lain?"

"Tapi 'kan Ra, dia cuma temen doang. Gak lebih."

"Asal lo tau ya, Dan." Ara menatap Aidan dengan serius. "Kita juga berawal dari temenan."

Aidan mengernyit. "Lah? Kita 'kan waktu itu gak kenal, malah langsung pacaran," balasnya.

"Bacot! Minggir, ah. Ada pelanggan tuh," ucap Ara sambil mendorong Aidan yang menghalangi jalannya. "Mau pesen apa? Eh? Bang Aldo?"

Aldo tersenyum. "Hehe, iya. Masih inget ternyata."

Ara ikut tersenyum. "Ya iyalah. Gue 'kan masih muda, Bang. Ingatan gue masih bagus."

Aldo tertawa menanggapinya. "Gue pesen kopi susu dua, ya."

"Siap!"

"Ya udah, gue duduk dulu."

Aidan menghampiri Ara yang kini tengah membuat kopi pesanan Aldo. Ia sedikit mengeraskan rahangnya, kesal. "Dia siapa?"

Ara menoleh. "Kang Bengkel. Napa emang?" ujarnya, lalu melanjutkan aktivitasnya.

"Kok, akrab banget?"

Ara menaruh dua gelas kopi di nampan. Lalu memangkunya. Ia tersenyum paksa. "Terus? Vina siapa? Kok deket banget sama lo?"

...

"Kenapa nih ketawa-tawa? Seru amat!" Ara menaruh kedua gelas kopi susu di meja Aldo yang datang bersama Alvaro. "Silahkan!"

Aldo terkekeh. "Ini, si Varo katanya gak sengaja nyiram guru yang tiba-tiba datang ngagetin dia."

Ara tertawa. Ia melirik Alvaro yang tengah tersenyum, mungkin ia belum bisa mendatarkan ekspresinya kembali, seperti biasa. Ah, ngomong-ngomong, menurut Ara, Alvaro yang ada di sekolah dan yang di bengkel sangat berbeda.

Beberapa hari yang lalu, Ara mampir ke bengkel dan melihat Alvaro yang ramah pada semua pelanggannya. Lelaki itu bahkan melayangkan senyuman tulus pada Ara. Dan Ara baru sadar, ternyata senyuman Alvaro itu ... lumayan manis.

"Heh! Malah ngelamun!"

Ara tersentak kaget saat merasakan tepukan di bahunya. Ia tersenyum canggung. "Hehehe, ya udah, gue permisi, ya, Bang."

"Iya," balas Aldo. Ia melirik sang adik yang tengah menatap kepergian Ara. "Ekhem!"

Alvaro mengerjap, menoleh pada Aldo. "Kalo keselek, minum tuh kopi lo."

Aldo terkekeh. "Dasar! Bilang aja kalo lo malu abis keciduk ngeliatin Ara. Ya 'kan?"

"Apaan sih lo?" Alvaro langsung saja menyeruput kopinya. Terlalu malu, sampai mengalihkan tatapannya ke luar jendela.

Aldo tersenyum kecil. "Kalo suka, perjuangin."

"Dia udah punya pacar," balas Alvaro.

"Sebelum janur kuning melengkung, Varo masih bisa menikung."

...

Untung Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang