26. Satu Hari

656 86 2
                                    

"Bego!" Shiren mengumpat. "Kenapa lo mau sih, Ra? Kalo dia mau balas dendam, gimana? Entar kalo dia ngajak Vina juga, gimana? Lo mau dijadiin nyamuk?!"

"Santai elah," sahut Ara, lalu menyeruput susu coklatnya.

Pagi ini, Shiren tiba-tiba datang setelah semalam Ara menceritakan keinginan Aidan.

"Berisik amat lo, kek jangkrik."

"Sialan!" dumel Shiren, membuat Ara terkekeh.

Keduanya tengah duduk bersebelahan di ruang makan rumah Ara. Hanya ada mereka, karena Mama dan Papa Ara sedang tidak ada di rumah.

"Kalo dia ngajakin lo balikan, gimana?"

"Ya, terima lah," balas Ara dengan santai.

"Serius?" tanya Shiren. Ara mengangguk. "Emang lo masih suka sama dia?"

"Mm ... bisa jadi."

"Lah? Sinting lo!"

...

"Karna kita cuma punya waktu satu hari, boleh gak gue minta lo buat bersikap kayak pas kita pacaran? Jangan dingin lagi," ucap Aidan sambil memberikan helm pada Ara.

Ara mendengus. "Banyak mau lo," ketusnya, lalu mengenakan helm. Ia menaiki motor sport warna hitam milik Aidan yang jarang dipakai oleh lelaki itu.

Aidan tersenyum kecil. "Pegangan ya, Ra."

Ara memegang kedua bahu Aidan dengan sedikit diremas.

Kesel!

"A-ah! Sakit, Ra."

Ara mendengus. Lalu menoyor kepala Aidan yang sudah mengenakan helm. "Udah sana jalan. Sebelum gue berubah pikiran."

"Iya-iya."

Motor hitam itu melaju. Meninggalkan rumah Ara.

Tanpa mereka sadari, Farel melihat keduanya. Lelaki itu menggeleng heran. "Katanya udah putus, tapi masih jalan bareng. Mau mereka apa, sih?"

...

Mau bagaimana pun juga, Ara dan Aidan sudah putus. Keduanya canggung. Candaan yang mereka lontarkan terasa garing karena tawa yang dipaksakan.

Aidan menghela napas berat. Ia dan Ara tengah duduk di sebuah bangku taman. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Keduanya terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing.

Aidan terkekeh pelan, membuat Ara menoleh ngeri padanya.

Nih orang jangan-jangan kerasukan setan penunggu taman.

"Lo kayaknya mudah banget ya move on dari gue," kata Aidan sambil menatap Ara. "Kita baru beberapa hari putus, tapi lo udah deket aja sama Alvaro."

Ara beralih menatap ke depan, menghadap ke danau yang ada di sana. "Tiap hari, ada milyaran sel darah merah kita yang rusak. Dan, tiap hari juga, tubuh kita membuat milyaran sel darah merah baru sebagai gantinya."

Aidan diam, mendengarkan.

Bicara soal move on, kok nyambung ke sel darah, sih?

"Nyari pengganti yang satu orang, kok butuh waktu lama?" lanjut Ara.

Aidan tersenyum paksa. Lalu tertawa canggung. "Gak semudah itu, Ra," ucapnya. "Apalagi gue sayang banget sama lo."

Ara terkekeh. Terdengar sinis bagi Aidan. Ah, kenapa terasa menyakitkan? Padahal hanya kekehan saja.

Ara bangkit dari duduknya, lalu menunduk untuk menatap Aidan. "Mentang-mentang gue cantik, lo seenaknya aja sayang sama gue," ujarnya, kemudian berlalu pergi. Meninggalkan Aidan yang menatap sendu punggungnya yang perlahan menghilang.

"Iya. Kenapa gue harus seenaknya sayang sama lo, Ra?"

...

Untung Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang