13. POOR LENTERA

98 9 2
                                    

Gue nggak mau dengerin penjelesan lo! Lo harus tanggung jawab!

-Aksamudra Aurelino Bagaskara-


👟LANGIT👟


"Egi! Gi! NALEGI!" Lentera terus memanggil sahabat se-oroknya itu dari depan rumahnya. Rumah minimalis bercat abu-abu hitam itu tampak sepi. Sebenarnya bisa saja Lentera memanggil sahabatnya itu hanya dari rumah berhubung rumah mereka bersebelahan tetapi ia tak enak jika Egi yang terus-terusan menjemputnya padahal rumah mereka hanya di batasi oleh tembok pemisah.

Seorang wanita paruh baya keluar dan tersenyum menyambut Lentera.

"Egi-nya masih makan, Ter. Ayo masuk dulu," ucap wanita paruh baya itu sembari berjalan membukakan pintu pagarnya.

"Ehehe selamat pagi Tante Hilda!" Sapa Lentera ramah begitu pagar yang tingginya hanya sebatas dada orang dewasa itu terbuka mempersilahkannya masuk.

Hildaーbunda Egi mengangguk seraya tersenyum. "Selamat pagi. Tumben kamu cepet bangun?" Tanya Hilda dengan jahil.

Cewek berambut ikal sebahu itu tersenyum malu lalu menggaruk rambutnya yang tak gatal. Bukan rahasia lagi jika Lentera itu hobi tidur dan paling susah di bangunin. Setiap pagi Sekar yang selalu ke kamar putrinya untuk membangunkannya karena menurutnya jam weker tak mempan membangunkannya.

Hilda adalah junior Sekar saat duduk di bangku SMA sedangkan Fikriーayah Egi sahabat Sekar sejak masih kecil. Mereka akrab dan bersahat hingga menikah dan memiliki anak. Jadi tak heran jika Lentera dan Egi sahabatan bahkan sejak masih dalam kandungan.

"Bosen telat mulu, Tan. Kan udah kelas tiga," Lentera masuk setelah di bukakan pintu oleh Hilda. Keduanya berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.

"Emang ya kamu tuh paling bisa nyari alesan." Hilda geleng-gelang kepala sembari tersenyum maklum.

"Tumben lo udah bangun?" Kata Egi begitu melihat sahabatnya sudah bergabung di ruang makan.

"Mau numpang makan," balas Lentera cuek lalu memilih duduk di kursi seberang Egi. "Oh iya, Tan, Om Fikri kok nggak ada?" Sambungnya sambil mengambil piring lalu menuangkan nasi serta ayam goreng krispy yang masih hangat. Hari ini menu sarapan paginya sangat mewah, ia jadi senyum-senyum. Ada untungnya juga mampir ke sini, bisa makan gratis.

"Om kamu ada di belakang. Biasa ngasih makan ayam sama bebeknya," jawab Hilda menyiapkan air minum untuk kedua remaja itu.

Lentera ber-oh ria menanggapinya. Ia kini sibuk memakan makanannya dalam diam. Egi yang melihat tingkah sahabatnya tidak heran lagi. Rumah Egi sudah Lentera anggap sebagai rumahnya sendiri jadi ia tidak perlu sungkan jika ingin mengambil makan dan minum sendiri. Menurutnya, rumah Tante Hilda sudah seperti rumah keduanya.

Fikri dan istrinya memiliki usaha warung makan yang cukup terkenal di kotanya. Warung makan lesehan yang menyediakan ayam goreng, ayam bakar, bebek goreng, bebek bakar dan berbagai jenis seafood lainnya. Sepasang suami istri itu memulai bisnisnya sejak Egi masih duduk di bangku sekolah dasar hingga kini. Ayam dan bebek yang mereka jual berkualitas bagus karena Fikri sendiri yang memelihara dan merawatnya hingga siap di potong dan di jual. Ayam di gunakan juga ayam kampung bukan ayam lokal yang membesarkannya hanya butuh waktu tiga bulan. Dan biasanya siap potong karena sudah di suntik dan sebagainya.

Oleh karena itu para pelanggan mereka banyak bahkan ada beberapa yang sudah jadi pelanggan tetap sejak baru di dirikan. Menu pelengkap lainnya juga ada seperti tumis kangkung, sayur asam dan sebagainya. Jangan lupakan beberapa jenis sambal yang menjadi juara di sini.

LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang