Ten menatap langit-langit ruangan yang menjulang setinggi 4 meter. Ada celah-celah diantara atapnya yang membuat cahaya rembulan masuk dini hari itu. Di sampingnya, Chiang berjalan mengelilingi tubuhnya yang terlentang di atas dipan besar. 4 penyihir lain yang ikut membantu prosesi ikut berdiri di empat penjuru, menjaga Ten dari roh jahat yang bisa mengambil alih tubuhnya saat upacara berlangsung.
Malam ini, Ten berharap 3 hal. Ia harap penderitaannya berhenti, kutukan menyakitkan itu pergi, dan Ten bisa mengingat Taeyong lagi.
C̷̠̳̔́͌̈͐͒́̚͠R̷̨̰̫͎̞̬̦̙̞̀͐͑͘U̴̩̍́͋͝Ć̸̢͙͗͑̽I̷̙͙̗̲̖͔͆̍̂̇́̅́͠O̵͕̊͑̐́̆͑
"Hai"
Ten membuka matanya yang langsung kembali menyipit, membiasakan diri dengan cahaya. Ia tidak tahu berapa lama ia tertidur, tapi senyuman Taeyong yang duduk di sampingnya membuat Ten tenang seketika.
Sebentar.
Ten? Taeyong? Apa Ten tidak jadi kehilangan ingatannya? Atau ritual malam itu gagal? Kenapa Ten masih ingat segalanya?
"Taeyong hyung... " Panggil Ten lemah, suaranya terdengar serak. Taeyong yang harap-harap cemas dari kemarin pagi kini tersenyum lebar. Ia segera meraih gelas bambu berisi air di atas meja, memberikannya pada Ten yang segera meneguk isinya.
"Hyung"
"Ya, Ten?"
"Kenapa aku masih ingat semuanya?" Tanya Ten, ia memegangi kepalanya yang terasa berat. Lengannya lalu bergerak, menumpu tubuhnya agar bisa menyandar ke dinding. Taeyong dengan sigap membantunya duduk lebih baik.
"Apa ritualnya gagal?" Tanya Ten lagi.
"Coba ucapkan satu mantra saja" jawab Taeyong tak langsung menjawab ke inti. Ten mengernyit, tapi tak urung juga jemarinya melambai kecil ke atas.
"Accio bunga" Bisik Ten berkonsentrasi menatap salah satu rangkaian bunga di vas bambu yang ada di atas meja. Penyihir masih bisa menggunakan mantra tanpa tongkat, tapi hanya mantra-mantra sederhana saja. Yang lebih spesifik seperti mantra untuk menyerang tetap harus menggunakan tongkat karena nantinya serangan jadi tidak terarah dan lemah. Dan Ten sudah kehilangan tongkatnya semenjak penyerangan di ruang sidang itu.
Taeyong tersenyum saat Ten berkali-kali mencoba memantrai bunganya, dan tetap bunga itu bergeming. Ia lalu menangkup tangan Ten, mengelusnya perlahan.
"Jadi... Ritualnya berhasil?" tanya Ten menuntut jawaban. Taeyong mengangguk kecil, mencium tangan Ten dalam genggamannya.
"Tapi... Bagaimana mungkin? Bukannya Chiang bilang kalau—"
"Itu hanya akal-akalan Chiang dan haraboeji saja, Ten." jawab Taeyong akhirnya bersuara.
"Akal-akalan bagaimana?" tanya Ten tak mengerti.
"Chiang bilang begitu hanya agar aku bisa mengungkapkan perasaanku padamu. Ternyata haraboeji sudah tahu. Mungkin eomma yang bercerita padanya"
Pipi Ten tiba-tiba menghangat saat ingat ungkapan cinta Taeyong saat itu.
"Su—sudah berapa lama aku tidur, hyung?" tanya Ten mengalihkan topik pembicaraan.
"2 hari. Atau 3 hari semenjak aku bilang aku cinta padamu"
Ten memalingkan wajahnya malu, "Hyung! Berhenti seperti itu"
"Seperti apa?" tanya Taeyong pura-pura tak mengerti, masih memegang tangan Ten erat.
"Aku tidak terbiasa dengan hyung yang manis begini" jawab Ten menggaruk pelipisnya yang tak gatal dengan tangan kirinya, salah tingkah.
"Kalau begitu, mulai hari ini kamu harus terbiasa, Ten. Aku sudah bilang kalau aku akan setiap hari mengingatkanmu soal aku yang jatuh cinta padamu, bukan?"
YOU ARE READING
[end] Crucio (TAETEN)
Fanfiction[Bahasa] NCT Wizarding Universe. "Misimu harus menghilangkan nuranimu. Tumbuhkan kebencian yang sama, ingat apa-apa yang telah mereka perbuat. Tak ada lagi pembalasan yang tepat selain yang setimpal" ◼️ Boyslove ◼️ Taeyong top, Ten bott ◼️ Cross Uni...