Interval

451 85 32
                                    

Bola mata Taeyong berubah berwarna merah terang, tanda kalau ia tengah marah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bola mata Taeyong berubah berwarna merah terang, tanda kalau ia tengah marah. Pandangan matanya menghujam, tajam pada lelaki di depannya. Kepalan tangannya menempel pada dada Ten, sedang belati yang Taeyong pegang mengarah pada leher Ten.

'... bunuhlah aku sesaat setelah usiaku 17. Hanya itu satu-satunya cara agar aku berhenti, atau aku akan memusnahkan Korea, Hyung'

Suara Qin di masa lalu kembali terputar, berdengung-dengung di telinga Taeyong. Tepat saat ia hendak mengiris urat nadi di leher Ten, tangannya bergenti bergerak.

Salah Taeyong yang kehilangan fokus dan malah memandang wajah Ten sebelum menggerakkan belatinya, memang.

Salah Taeyong yang kehilangan fokus dan malah memandang wajah Ten sebelum menggerakkan belatinya, memang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lelaki manis itu menangis.

Matanya bergerak sedih, air matanya jatuh, mengalir di pipi mulusnya. Pandangannya ke bawah tak fokus seolah tidak ingin melihat wajah pembunuhnya. Taeyong faham mungkin Ten menangis karena ketakutan menjemput ajal, tapi yang membuatnya berhenti bukan hanya tangisan Ten dan wajah muramnya.

Tapi tangan Ten yang terkulai bebas memegang tongkat itu tidak bergerak. Ten seakan tidak ingin melawan padahal ruang geraknya masih luas. Ia bisa saja langsung memantrai Taeyong atau membunuhnya lebih cepat ketimbang Taeyong yang mengenakan belati. Tapi Ten memilih diam.

Kenapa?

Bukannya kutukan Qin dulu terucap sebelum Qin tahu hal yang sebenarnya? Kenapa Ten tidak berusaha? Apa dia merasa tidak enak karena harus membunuh 'kakak'nya? apa yang membuatnya bertahan mengabaikan jiwa Qin dalam tubuhnya?

"Kenapa?" Tanya Taeyong kemudian.

Ten yang tadinya memandang lantai kini beralih memandang Taeyong. Alisnya mengerut sedih, raut wajahnya bercampur kebingungan.

"Kenapa kau tidak melawan, Ten?" ulang Taeyong lebih lengkap.

Ten mengulum bibir bawahnya. Sesekali ia masih terlihat menahan rasa sakit.

Apakah Ten menahan kuasa jiwa Qin sebegitu kuat? Apakah ia tidak sedang berpura-pura sebagaimana Taeyong tadi?

Bola mata Ten kembali bergulir ke sembarang arah. Ia tidak mampu memandang mata merah Taeyong yang mulai memudar warnanya.

[end] Crucio (TAETEN)Where stories live. Discover now