22| Dekat?

39 16 3
                                    

Happy reading 💜

Happy reading 💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~*~

Bel istirahat pertama berdering dengan nyaring. Bagaikan tiupan sangkakala, suara tersebut membuat suasana di kelas 11 IPA 1 semakin riuh. Mereka panik dan pasrah dengan hasil yang mereka kerjakan. Semuanya mengumpulkan lembar kertas soal dan jawaban kepada Natha secara bergilir. Meski merasa tertekan dan kurang puas dengan usahanya tapi mereka tetap mengumpulkan tugas itu tepat waktu agar tidak ada ceramah dari Pak Mamat selanjutnya.

Meski begitu setelah mengumpulkan lembar jawaban mereka kembali ketempat duduk seraya mendumel kepada dirinya sendiri. Seperti Siska sekarang ini. Gadis itu kembali membalikkan badannya kedepan, mengacak rambutnya frustasi lalu menggerutu, "Panas! Otak gue panas banget sumpah!"

Lelaki yang duduk dibelakang nya mengangguk dan menyauti gerutuan Siska, "Sama, Sis. Lihat nih di atas kepala gue ada asapnya, udah kek kebakaran aja."

"Mana? Nggak ada tuh, dasar lebay!" celetuk Aqilaa menanggapi perkataan dramatis Dika.

"Lo mah mending, Qil udah ada persiapan, udah jago. Lah gue? Mana tadi malem gak belajar lagi," jawab Dika seraya merebahkan kepalanya di atas meja.

"Hilih, padahal tadi lo aja buka buku!" sahut Aqilaa membocorkan rahasia Dika beberapa jam yang lalu. Kelas 11 IPA 1 memang menjadi kelas unggulan. Berisi anak-anak yang masuk dalam peringkat sepuluh besar dari SMP nya dulu, lalu di persatukan hingga sekarang. Meski begitu murid-murid dari kelas 11 IPA 1 tak jarang mencerminkan sebagai murid biasa. Mereka cenderung tidak terlalu ambisius dalam belajar. Seperti Dika tadi, yang masih sulit mengerjakan soal hingga harus membuka buku di saat ada kesempatan. Bukan hanya Dika saja, lainnya pun demikian. Maka tak heran jika ada tugas ataupun ulangan mereka juga mencontek. Tidak ada sifat individualis dalam diri mereka dalam belajar. Mungkin karena masuk dalam sepuluh besar di SMP tapi melawan juara kelas dari sekolah-sekolah lain di sini membuat mereka terbiasa dan pasrah, hingga tidak terlalu memperdulikan nilai. Masuk kedalam kelas unggulan persaingannya memang ketat.

"Hehe. Lo kok gak belain gue sih, Sis," ujar Dika mengalihkan perhatian.

"Males, laper. Kantin kuy!" jawab Siska ogah-ogahan, lalu gadis itu beranjak dari duduknya dan mengajak Aqilaa untuk kekantin. Seperti halnya Siska, kondisi di kelas sekarang juga sudah sepi. Setelah mengerjakan soal matematika yang menguras otak, perut pun ikut kelaparan. Bahkan tadi ada salah satu murid setelah mengumpulkan jawaban langsung keluar dari kelas untuk menghirup udara segar, masa bodoh dengan nilainya nanti.

Dika hanya mencibir melihat respon Siska barusan. Kedua gadis itu melangkah keluar meninggalkan Dika dan Natha. Dua orang itulah yang masih duduk di kelas yang sepi ini.

"OTAK GUE CENAT CENUT!" teriak Dika memejamkan mata seraya memegangi kepalanya, ia masih meratapi otaknya yang ngebul. Lelaki itu langsung membuka mata merasa sudah tidak ada orang lagi di sekitarnya. Dan benar saja, Natha sudah melangkah hampir mendekati pintu kelas dengan membawa lembaran kertas ditangannya. Lelaki itu membiarkan Dika seorang diri di dalam kelas.

Aqilaa: Memeluk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang