FOURTEEN : Purnama Biru

512 66 4
                                    

Mereka beristirahat selama beberapa hari, selama peristirahatan itu Jisung tidak mengistirahatkan tubuhnya. Setiap malam ia berlatih di halaman depan kamarnya. Ditemani oleh Chenle.

Jisung: "Tidurlah, ini sudah larut."

Chenle: "Aku tidak bisa tidur karena kau terus berlatih. Bukannya ini hari untuk mu beristirahat setelah bertahun-tahun kau melakukan latihan tanpa istirahat."

Jisung: "Aku memang sedikit lelah, tapi ayah mengajariku untuk tetap berlatih. Yang awal tidak terbiasa, menjadi terbiasa hingga sekarang."

Chenle: "Dan seperti biasanya aku menemanimu berlatih setiap hari."

Jisung: "Tidur sana, eomma Haechan akan marah jika kau tidak tidur."

Chenle: "Memangnya Jaemin eomma tidak akan marah jika kau berlatih terus saat waktu nya beristirahat."

Jisung: "Aku tidak bisa tenang jika mereka belum lumpuh."

Dayang Yoon pun menghampiri mereka dengan membawakan makanan.

Dayang Yoon: "Pangeran, kenapa kalian belum tidur. Saya membawakan makanan dan minuman untuk kalian. Disini mulai dingin jadi susu yang saya bawakan juga hangat."

Chenle: "Terimakasih dayang, tapi kau benar. Beberapa hari ini cuaca sangat cerah pada malam hari. Dan udaranya semakin dingin. Apakah ada pergantian musim?"

Dayang Yoon: "Tidak pangeran, suasana ini terjadi saat bulan akan memasuki bulan purnama biru. Kekuatan duyung akan bertambah saat mereka melakukan semedi di daratan. Tapi hanya beberapa duyung saja yang bisa melakukannya, seperti Baginda Raja Yuta beserta anak-anaknya."

jisung: "Termasuk eomma dan diriku."

Chenle: "Wah, keren. kapan purnama itu muncul?"

Jisung: "Tiga hari lagi."

Chenle: "Waktu yang baik untuk mu istirahat."

Dayang Yoon: "Benar tuan muda. ada baiknya jika kalian beristirahat. Pangeran muda, saya harap anda bisa menyelamatkan dua dunia."

Jisung: "Aku akan berusaha sekuat tenagaku dayang Yoon."

Mereka pun duduk dan berbincang di gasebo. Jaemin melihat mereka dari kejauhan. Ia tersenyum lembut melihat Jisung tumbuh dewasa dengan baik dan bijak. Mark menghampiri Jaemin.

Mark: "Kenapa diluar?"

Jaemin: "Hyung, aku mencari Jisung, ternyata dia diluar. Kau?"

Mark: "Chenle juga disana, aku mencarinya ke kamar juga tadi. Jeno sudah tidur?"

Jaemin: "Iya, dia tidur."

Mark: "Jaem, jaga dirimu nanti. Aku harap, kalian bertiga bisa kembali dengan keadaan baik-baik saja."

Jaemin melihat ke langit, ia menatap bulan biru yang separuh lagi utuh.

Jaemin: "Aku harap begitu hyung. Sebentar lagi bulan itu utuh, pasti semua akan baik baik saja. Kami akan menghancurkan bohlam siren sebelum mereka menjadikan bulan itu menjadi merah darah,"

Mark: "Jika siren mengubah dunia menjadi merah, kita semua akan berada dibawah kendali mereka."

Jaemin mengeluarkan kertas kecil yang ia simpan di saku bajunya. Ia membukanya perlahan dan membaca surat itu.

Jaemin: "Jika memang mereka ingin aku mati, aku akan menyerahkan diriku tapi tidak untuk kekuatanku. Jika malam pertempuran itu benar mereka ingin menguasai Jeno, aku yang akan menjadi lawan mainnya."

Mark: "Jangan sampai kau terbunuh, kami tidak mengharapkan itu."

Jisung: "Aku akan melindungi eomma dan appa. Appa tidak akan terpengaruh oleh sihir mereka eomma, dan aku akan berusaha untuk melindungi eomma."

Jaemin: "Bagaimana jika mereka membunuh ayahmu?"

Jisung: "Eomma, tidak akan ada yang meninggalkan Jisung."

Jaemin: "Eomma akan berkorban."

Mark merebut kertas yang dipegang Jaemin, ia meremasnya lalu membuangnya ke kolam.

Mark: "Sejak kapan kau terpengaruh oleh hal seperti itu."

Jaemin: "Maaf hyung."

Jisung menatap bulan biru yang hampir sempurna itu.

Jisung: "Aku harap, kau berpihak pada kami."

Chenle: "Sebentar lagi dia sempurna. Indah."

Jisung: "Indah memang, tapi semoga tidak meninggalkan duka."

Mark: "Kalian lebih baik tidur. Jisung, Chenle kembali ke kamar kalian masing-masing. Dayang Yoon kembalilah untuk istirahat. Jaemin, hyung akan mengantarmu ke kamar. Ayo."

Mereka pun kembali ke kamar merek masing-masing untuk beristirahat. Purnama utuh akan terbentuk, mereka semakin khawatir satu sama lain. Disamping itu mereka juga harus menguatkan diri apapun yang terjadi.

Disisi lain, bangsa siren menyiapkan bohlam yang akan mereka gunakan nanti untuk mengubah dunia menjadi merah dan menguasai dunia. Kim Yena dan putranya pun terus beruaha untuk membuat bohlam merah tersebut sempurna, Yena juga mengajari putranya berlatih melawan anak Jaemin. Ia tau bahwa Jisung tidak dapat dikalahkan dengan mudah. Iya berusaha meyakinkan sang anak agar ia bisa memenangkan pertarungan ini. Yena mengetahui bahwa Jaemin memang memiliki strategi kuat untuk menghabisi musuhnya. Ditambah Jeno yang juga pandai dalam menyusun strategi terbaik. Kali ini Yena tidak akan kalah, ia juga mencoba untuk menyusun strategi untuk membunuh mereka.

"Jika bukan kematian Jaemin, peutranyalah yang akan menyebabkan duka mendalam bagi mereka." 

Yena pun tertawa dengan lantang seolah semua yang ia rencanakan akan berhasil.

Dengan segala kekuatan yang dimiliki Jisung, ia mampu menahan semua arah kekuatan jahat yang akan mengubah warna bulan tersebut yang awalnya biru menjadi merah. Kesempatan ini digunakan Jaemin untuk melumpuhkan anak Yena yang menjadi kekuatan Yena saat itu. Jaemin berhasil membuat putra Yena lumpuh, tapi ia  lupa bahwa kekuatan putra Yena tidak sebanding dengan Jaemin sehingga Jaemin pun terpental cukup jauh dan membuatnya harus menahan sakitnya. Jeno yang meihat Jaemin dengan keadaan yang lemahpun menghampirinya dan membantunya berdiri.

"Jaem, jangan memaksakan diri jika kau tidak mampu."

"Jen, Jisung melawan mereka sendirian bagaimana aku sebagai ibunya bisa tenang? Bisakah kau memahami ketakutan seorang ibu pada anaknya?" Lirih Jaemin.

"Aku paham, aku ingin kau beristirahat untuk memulihkan kondisimu sebentar. Setelah itu kau dan Jisung pergilah menyelamatkan ibunda kita."

"Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian disini Jeno. Kekuatan mereka lebih kuat darimu."

"Eomma! Bertahanlah sebentar! Aku akan mengobatimu!" Terika Jisung.

Dengan segala kekuatannya Jisung mampu membuat bohlam tersebut jatuh menggelinding ke dasar laut. Yena pun terjun untuk mencari dimana keberadaan bohlam tersebut. Kesempatan ini di gunakan Jisung untuk mengobat sang ibunda yang terluka.

"Ibunda, ijin kan aku membunuh anak Yena." Mentap Jaemin dengan serius.

"Jisung apa kau yakin?"

"Kenapa tidak ibunda? Untuk saat ini pertahanan Jisung sedikit melemah, tapi jika ibunda mengijinkanku membunuh anak siren tersebut maka aku akan sedikit lebih ringan untuk menghabisi ibunya juga."

"Ji, ibunda tidak pernah mengajarimu hal seperti itu."

"Jaem, biarkan dia melakukan hal yang benar. Jangan kau memintanya untuk terus diam. Biarkan dia bertindak sesuai dengan kemampuannya. Jangan khawatir okey?"


Legend of Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang