Cahaya matahari mulai minim menyinari bumi. Awan mendung menggantung penuh di langit, datang tiba-tiba bersama dengan suara gemuruh yang menyertai. Tak berselang waktu lama, tetes demi tetes air berjatuhan, membawa serta aroma tanah yang lekat.
Payung-payung dibuka, pejalan kaki memilih menepi. Langit yang bersedih hati menurunkan air mata teramat deras. Ketika itu udara dingin mulai merasuki tulang belulang, seakan memeluk erat tubuh yang terbasahi terkena percikan air hujan.
Seseorang menengadah, menatap langit gelap dari bawah teduhan atap gedung dirinya menimba ilmu. Dalam pikirannya yang tengah kalang kabut, ia bergumam dalam hati,
'Sudah masuk musim hujan.'
Netranya bergulir ke depan, di mana ratusan tetes air terus menghantam tanah tanpa henti, membuat udara di sekitar terasa lembab tak terkira.
'Kira-kira, sampai kapan, ya?'
"Yo!"
Tepukan di pundak berhasil selamatkan diri yang tenggelam dalam lamunan. Melirik ke samping, senyuman lembut pun terbit dengan perlahan. Tahi lalat di dekat matanya mulai mengerut, ketika ia putuskan tuk menyipitkan netra.
"Ah, Daichi, aku kira siapa."
Kekehan terdengar lolos dari celah bibir, dan begitu singkat ketika ia potong dengan pertanyaan, "Eh, kau bawa payung, kan?"
Kepala mengangguk mengiyakan. "Iya, tadi sempat lihat ramalan cuaca, kok."
Daichi pun mengangguk-anggukan kepala, lantas mengalihkan tatapan sejenak pada jalanan yang sudah terbasahi air hujan. Termenung sesaat, ia menjadi meratapi waktu yang berlalu terlalu cepat.
Rasanya baru kemarin ia bermain hujan sampai dimarahi Ibu ketika kecil, sekarang dirinya sudah sedewasa ini. Hujan memang selalu membawa kenangan, dan kenangan di hari hujan memang selalu yang terbaik.
"Ah!" pekiknya kaget, sempat lupa dengan tujuan utama. "Sugawara, aku pulang duluan ya, ada janji dengan pacarku."
Sugawara tampak berdecak malas, dilanjutkan dengan mata bergulir memutar. "Aku tidak bertanya mau bertemu siapa! Hush hush, pergi sana, jangan buat panas!" usirnya kesal, sudah muak mendengar teman bucinnya yang satu ini, apa Daichi tidak pernah memikirkan temannya yang jomblo dari lahir ini?
Sekali lagi tawa terdengar menggelegar. Daichi malah menggaruk kepala belakang, tiba-tiba sudah siap dengan payungnya di tangan kiri. "Iya iya, maaf. Ya sudah, aku pulang, sampai jumpa!"
Pria pemilik surai abu itu hanya menghela nafas pasrah, menatap kepergian teman dekatnya sejak SMA itu dalam diam. Ia masih sibuk menikmati suasana aneh ketika rintik hujan membasahi bumi. Sejenak membuat tenang, tetapi juga menyesakkan.
"Sepertinya aku juga harus pulang."
Tatapannya seketika jatuh ke bawah, meraih benda yang bisa menjadi peneduhnya. Menggunakan kedua tangan, Sugawara membuka payung miliknya, lalu digenggam dengan erat.
"Yah, mari lewati musim ini sekali lagi."
Diawali hembusan nafas sebagai pemenang diri, kakinya melangkah menerobos hujan dengan payung yang meneduhi. Lajunya semakin dipercepat, ketika sadar hujan semakin deras setiap detiknya.
Sebelah tangan kini masuk ke dalam saku celana, mencoba meredakan rasa dingin, walau tau itu tak berpengaruh banyak. Karena angin terlalu kencang, tetesan air hujan terkadang membasahinya, karena payung sesungguhnya tak terlalu membantu.
Rumahnya dan tempat Sugawara kuliah tidak terlalu jauh, ia tak perlu menaiki bus atau kereta untuk pulang. Cukup berjalan beberapa kilometer, ia bisa sampai ke tempat kuliah sekaligus melakukan olahraga ringan. Terlebih, karena taman yang setiap hari ia lewati.
Bukankah bagus melihat sesuatu yang indah untuk penyegar mata? Hal itu bisa menetralkan pikirannya yang stress karena tugas kuliah yang tiada habisnya.
Sayangnya, ketika musim hujan, keindahan taman tak bisa dinikmati sepenuhnya.
Langkah Sugawara seketika terhenti, dengan tatapan terpaku pada salah satu kursi taman yang basah terguyur hujan. Hanya saja, bukan itu yang menarik perhatian Sugawara. Namun,
Seorang gadis yang termenung seorang diri dengan tubuh basah kuyup.
Sugawara menatap gadis itu dalam diam, bertanya-tanya tentang alasan gadis itu memilih hujan-hujanan tanpa payung seperti itu. Sebelumnya Sugawara tak pernah melihatnya di sekitar sini, kenapa tiba-tiba?
Mungkinkah gadis itu tengah menunggu seseorang? Jika iya, sungguh brengsek siapapun yang menyuruh gadis itu menunggu di bawah guyuran hujan. Bisa-bisa gadis itu sakit.
Memilih mengangkat bahu tak acuh, ia mengalihkan pandang ke depan, kembali melajukan langkah.
⋇⋆✦⋆⋇
KAMU SEDANG MEMBACA
Under your Umbrella || Sugawara Koushi [✔]
Fanfiction❝Kita dipertemukan di antara air mata langit yang berjatuhan❞ ©Mizura, 2021.