"Eh?"
Ketika derap langkah tertangkap telinga, ketika itu pula kepala tergerak ke arah samping. Dengan alis terangkat, ia memandangi pemuda yang kian mendekat, lantas beralih pada payung yang pemuda itu pegang.
"Kau datang lebih awal." gadis itu mengangkat bahu. "Aku bahkan belum begitu basah kuyup."
Penuturannya tak ditanggapi lebih, sekedar dengan senyum manis dan sedikit suara geli. Pemuda itu mendekat, berdiri di posisi biasa agar bisa meneduhi gadis yang terduduk di bangku taman.
"Ini lebih baik, bukan? Setidaknya kau tidak terlalu kedinginan jika bajumu kering."
Laki-laki itu tersenyum lembut, sama lembutnya dengan tatapan yang diberikan. "Kau bisa sakit jika terus seperti itu."
Gadis itu hanya terdiam, memandangi pemuda di hadapannya dengan sorot mata tak minat, melupakan fakta bahwa sesuatu di dalam dadanya tengah berdisko ria. Entahlah, laki-laki ini berbahaya.
Tak berselang waktu lama, hujan yang semula hanya rintik-rintik kecil berubah menjadi deras tak terkira. Meskipun payung digunakan untuk dua orang, tetapi air hujan hanya bisa sedikit menjangkaunya, mungkin karena tubuh keduanya sama-sama kecil?
Menikmati angin yang berhembus sejuk, gadis itu menutup matanya lembut. Ini menyenangkan. Ternyata berada di antara hujan ketika tidak kebasahan lebih baik, dingin yang ia rasa tak terlalu menusuk ke dalam tulang.
Melirik kecil, ia menyadari, yang menikmati hembusan angin bukan hanya dirinya sendiri. Pemuda di sampingnya sedang melakukan hal yang sama, sehingga tak menyadari bahwa dirinya tengah ditatap lekat.
Wajahnya tampan.
Mungkin itu yang terlintas dalam otaknya dalam sesaat. Yah, itu tak bisa terelakkan. Surainya yang seabu langit tampak indah ketika melambai-lambai terbawa angin. Menambah pesona pada paras yang memang sudah sempurna adanya.
"Hm? Kenapa menatapku begitu?"
"E-eh?!" mata melotot cepat, seketika memalingkan wajah malu. "Aku tidak menatapmu! A-aku ... tertarik pada topimu! Itu sama dengan yang aku punya!"
Setelah usahanya untuk mengelak yang tampak tak berguna, kini terdengar suara tawa yang benar-benar menyebalkan. Astaga, bagaimana bisa ia tertangkap basah seperti itu? Memalukan!
"Maaf maaf," gumam lelaki itu, berusaha menghentikan tawanya. "Kau lucu sekali, hahaha!!"
Wajah datarnya semakin memerah.
"Baik baik, aku berhenti, haha!" putus sang pemuda, memilih mengganti topik. "Hey, kau sadar tidak? Kita belum mengetahui nama satu sama lain."
Mata gadis itu berkedip beberapa kali, lantas menoleh dengan alis terangkat. "Ah? Benar juga, selama ini kita menamai satu sama lain dengan 'kau'."
"Pfftt, benar sekali."
Laki-laki pemilik surai abu itu terkesiap, baru mengingat sesuatu yang membuat wajahnya berseri-seri. "Oh iya, aku juga ingin meminta nomormu, boleh?" tanyanya.
Pertanyaan itu memang agak aneh, secara tiba-tiba meminta nomor membuat gadis itu curiga. Tapi tak apa lah, paling-paling hanya untuk menghubungi jika tidak bisa datang, mungkin? "Um, boleh. Biar aku sebutkan, kau ketik di ponselmu."
"Oke!"
Laki-laki itu segera bersiap dengan tombol-tombol angka nya. Sang gadis langsung mengejakan nomor ponselnya yang ia hafal, sembari mengintip ke dalam isi ponsel untuk memastikan tidak ada kesalahan.
"Ya, itu nomorku."
"Ah, baiklah." pemuda itu tersenyum manis, lalu berdiri tegak setelah sebelumnya membungkuk untuk mendengar suara sang gadis yang terlalu kecil. "Jadi, siapa namamu?"
"Namaku—"
JDERRRR
"UAAAA!!!"
Petir menyambar bumi secara tiba-tiba. Cahayanya tampak mengkilat di langit yang gelap, seakan menyuarakan kekuasaannya. Suaranya yang teramat keras membuat rasa terkejut menghampiri diri, hingga tanpa sadar, melakukan sesuatu.
"Eh?"
"Ng?"
"A-astaga!! Maaf!"
Gadis itu segera mundur dengan cepat, melepas tangannya yang dengan sembarangan memeluk seseorang. Wajahnya sudah memerah sempurna, tidak menyangka dirinya melakukan hal seperti itu.
"A-ahhh, maaf, a-aku kaget."
Wajahnya resmi ditutupi dengan kedua telapak tangan, terlampau malu, terlebih ketika suara tawa mulai menghampiri pendengarannya. Benar-benar menyebalkan!
"HAHAHA! Sudah, tidak apa, santai saja!" ujar laki-laki itu bercanda, tak menyadari kondisi sang gadis yang nyaris mati karena malu. Ayolah, kedua orang ini masih asing satu sama lain! Bagaimana jika gadis itu dikira gadis tidak benar?!
"M-maaf."
Kekehan kemudian lolos dari celah bibir, pemuda itu mengangkat tangan dan mengibaskannya. "Tidak apa, aku mengerti." tatapannya turun ke bawah, di mana tangan yang satunya masih memegang benda persegi panjang itu. "Sepertinya memang lebih baik ketika hujan tidak bermain ponsel."
"Y-yah, sepertinya begitu."
Pemuda itu tersenyum manis, lantas memasukkan ponsel ke dalam saku celananya, tanpa menyadari ia telah melupakan sesuatu.
✤
"Eh?"
Langkah orang itu terhenti, tatapannya terpaku pada layar ponsel di tangan. Hujan sudah reda, dan payung yang tertutup hanya ia pegang dengan sebelah tangan.
"Aku lupa menanyakan namanya."
Helaan nafas berisi kepasrahan terdengar, sedikit sebal karena bisa-bisanya melupakan hal seperti itu. Nomornya sudah masuk, tapi belum ia beri nama.
Kini kepala dengan surai abunya menengadah, menatap langit yang masih gelap meski hujan tak lagi datang. Berpikir sejenak, akhirnya ia melebarkan mata, mendapat sedikit ide dari benak.
Mengalihkan mata pada ponselnya, ia mulai mengetik sebuah nama untuk menandai kontaknya, lalu menekan simbol centang secepat mungkin. Dirinya terdiam sejenak. Dengan senyum lembutnya, ia menatapi benda itu sesaat, lalu terkekeh geli.
Memasukkan ponselnya ke dalam saku, lantas ia kembali melanjutkan perjalanan,
Kontak 'Gadis Hujan' telah berhasil disimpan!
Ke rumah sakit.
⋇⋆✦⋆⋇
KAMU SEDANG MEMBACA
Under your Umbrella || Sugawara Koushi [✔]
Fanfiction❝Kita dipertemukan di antara air mata langit yang berjatuhan❞ ©Mizura, 2021.