Hari Hujan Tanpamu

124 9 9
                                    

Langkahnya terhenti ketika menyadari ia sudah tiba di tempat tujuannya. Gundukan tanah yang basah karena guyuran hujan membuatnya bergeming, masih setia dengan payung di genggaman tangan kanannya.

Ia memutuskan duduk di atas tanah lembab tanpa alas. Tak peduli kotor atau basah, ia hanya berusaha mencari tempat ternyaman untuk dirinya memulai perbincangan. Berbincang, sebagaimana mereka biasa melakukannya beberapa hari yang lalu.

Payung di tangannya di simpan di atas nisan, tak membiarkan batu dengan ukiran itu kebasahan. Ia tak peduli jika tubuhnya mulai terkena air hujan, yang ia inginkan hanya membalas budi terhadap orang ini untuk apa yang ia lakukan,

Meski nampaknya hal itu percuma.

Gadis itu terlambat.

"Akhirnya kita bisa bertemu lagi."

Bibir tipisnya membentuk lengkungan, meski ia sendiri tak mampu menyembunyikan apa yang tersirat dalam netranya.

"Hei, entah kenapa aku merasa, takdir kita memang terikat dengan hujan, ya."

Ia mendongak, menatap langit yang masih kelabu, tak berubah sedikitpun. Ini pemandangan yang familiar, dan juga memuakkan. Sudah berapa lama ia menatap langit yang sama ini?

"Tak banyak yang berubah di sini."

Tatapannya turun ke bawah. Kosong, ia tengah mengingat bagaimana keduanya bertemu, kemudian berbincang, hingga akhirnya saling bertukar cerita yang menghangatkan hati, dan mengerti satu sama lain.

"Di sini, hanya ada kita berdua,"

"Tetesan hujan,"

"Dan payung yang meneduhi."

Entah kenapa, pertahanannya mulai runtuh.

Gadis itu membungkuk, kedua tangannya memeluk erat tubuhnya sendiri, menahan bahu yang bergetar hebat ketika rasa sakit menyerang dada.

"Tapi kenapa?"

Ia terisak.

"Ini aneh." tawa hambar keluar dari celah bibirnya, mencoba mengalihkan suasana hatinya yang berantakan.

"Kenapa aku tak lagi bisa mendengar suaramu yang menenangkan?"

"Kenapa aku tak bisa melihat senyuman hangatmu lagi?"

"Kenapa aku tak bisa merasakan kepedulianmu yang rela berteduh di bawah satu payung bersamaku sampai hujan reda?"

"Kenapa ..."

"Kenapa aku merasa begitu kesepian sekarang?"

Hening.

Tak ada satupun yang mampu membalas semua keresahan hatinya.

Isakannya semakin kuat, kaki yang tertekuk mulai merapat, gadis itu menekan dahinya dengan rasa frustasi yang teramat. Ia bingung, sejak kapan perasaan ini membelenggu jiwanya, sehingga kehilangan orang sepertinya bisa sesakit ini.

Ia tak pernah mengira bagaimana takdir akan mempermainkan hatinya.

Waktu berlalu begitu saja dengan dirinya yang selalu ditemani oleh lelaki itu, sehingga tanpa sadar, akhirnya ia terbiasa dengan kehadirannya. Sekarang ia kesulitan. Sangat.

Tatapan kosongnya tetap terpaku pada gundukan tanah di hadapan. Dirinya enggan untuk percaya, tetapi apakah ia mampu melawan apa yang telah takdir tentukan? Namun, hatinya pun tak sanggup jika harus meyakini sesuatu yang ingin ia anggap sebagai mimpi.

"Aku masih tidak mengerti bagaimana waktu yang singkat itu bisa menjelma menjadi rasa sakit yang begitu hebat."

Temu tak disengaja, yang kemudian membawa ikatan tak diduga. Mereka sesungguhnya mengenal satu sama lain terlalu jauh untuk ukuran orang asing. Kini, siapa yang pantas disalahkan ketika janji tak dapat ditepati?

Under your Umbrella || Sugawara Koushi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang