BAB 13

1.6K 141 19
                                    

[ SINNER ]


~~Tidak ada toleransi untuk kesalahan yang disadari.
Hanya saja cara penghakiman orang lain yang membedakan~~

*

*

*

Lift yang bergerak tanpa gelombang menuju lantai 13 membawa Raka yang sedang berpikir keras tentang apa yang harus dia lakukan setelah menemui laki-laki yang namanya terus mengulang-ulang dalam pikirannya.

Pikirnya jika ada satu hal saja yang bisa mengakhiri semua yang mengganggunya, dia akan mengakhirinya. Atau jika ada yang bisa membuatnya berhenti memikirkan segala hal tentang mereka, dia akan menghentikannya. Tetapi jika sebaliknya yang dia hadapi, maka dia hanya harus membiasakan diri dengan perubahan.

Begitu pintu lift terbuka, Raka melangkah keluar. Meski dia masih belum mengambil satu keputusan yang berkelut di kepalanya dan menetapkan perasaan yang bergemuruh di hatinya, dia tetap membawa langkahnya dan mencapai pintu besar berwarna hitam dengan garis-garis silver yang membentuk miring dan abstrak.

Namun sebelum Raka sempat membuat gerakan, daun pintu di hadapannya lebih dulu berayun ke dalam dan bayangan gelap dari sisi berlawanan membuat netranya terangkat. Pandangan mereka bertemu satu sama lain.

Ekspresi terkejut di wajah orang lain akan keberadaannya menyambut Raka yang gugup, namun kecepatan perintah otak ke tangannya mendahului akal yang lebih dulu memerintah tangan untuk menggapai bahu orang lain dan mencium lembut bibir di hadapannya tanpa permisi.

Tentu saja sambutan itu membuat Alden sangat terkejut dan sedikit terhuyung karena dorongannya.

Tapi meski diliputi oleh kebingungan, Alden masih sadar dengan situasinya. Dia tidak bereaksi apa-apa dalam beberapa saat karena terlalu terkejut sampai tangan di bahunya itu mulai melemah bersama ciuman ringannya.

Raka yang menyadari tak ada reaksi lawan segera mengundurkan diri dan langsung menundukkan wajah di depan dada Alden untuk menyembunyikan rasa malu dan kekecewaan di hatinya. Saat ini dadanya hampir berlubang oleh detak jantung yang terlalu kuat dan sangat memungkinkan orang lain mendengarnya.

“Sialan!” Raka mengutuk dirinya sendiri, lalu mendesah sambil menekan dahinya ke dada Alden.

Laki-laki itu tak bisa menahan luapan yang tiba-tiba meledak di dadanya saat melihat wajah Alden dan dia mengira orang di hadapannya juga merasakan hal yang sama.

Tetapi sebelum pikiran itu menghilang dari kepala Raka, direktur muda yang hampir pulang itu meletakkan telapak besarnya pada tengkuk Raka dan meremasnya dengan lembut. Ibu jari yang membelai garis rahang bersudut Raka mendongakkan wajah yang bersembunyi di dadanya, lalu mengambil kembali kelembutan yang menghilang dengan bibirnya.

Raka yang tidak bisa menguasai perasaannya meletakkan tangan pada bahu Alden dan menyambut ciuman yang melemahkan seluruh saraf nadinya, membiarkan bibir mereka saling bertaut dengan manis.

Langkah mundur direktur muda yang mengayunkan pintu ruang kerjanya menuntun langkah Raka ke depan, membiarkan ruang kantor direktur menelan sosok mereka dari lorong penghubung antara ruangan direktur dengan ruang sekretaris.

Setelah mendorong daun pintu dengan tangannya yang bebas, Alden menyandarkan punggung dibaliknya sementara lengan besarnya menekan pinggang Raka ke tubuhnya. Ciuman yang bermula lembut semakin dalam, terutama saat dominan mengalahkan keinginan dominan lainnya.

[BL] ANASTAÍNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang