BAB 04

2.2K 200 17
                                    


[ KEYAKINAN ]

~~Hanyut dalam selaman segala hal tentangmu membuatku lupa bahwa waktu terus berlari~~

*

*

*

Saat Alden mengemudikan mobilnya dalam perjalanan pulang, dia memikirkan ucapan Vanessa dan Arka di kafe dan bertanya-tanya apakah perlakuannya pada Raka memang sampai bisa membuat orang lain salah paham? Walaupun begitu, seharusnya apapun yang dia lakukan tidak akan mempengaruhi Raka. Karena Raka jelas-jelas pria normal yang menyukai perempuan.

Alden sendiri memang tidak pernah melihat Raka berpacaran karena sudah lama katanya dia tidak membangun hubungan lagi, tapi dia pernah mendengar Raka mengobrol dengan Bara tentang hubungannya dahulu dengan beberapa perempuan.

Dia yakin tidak mudah bagi seseorang mengubah orientasi seksualnya setelah puluhan tahun. Itulah kenapa meskipun memang benar dia memperlakukan Raka dengan sangat baik, tidak berarti Raka akan terpengaruh bahkan jika orang lain menggoda mereka seperti yang Vanessa lakukan.

Alden tidak mencoba mendekati Raka seperti yang orang lain pikirkan, tetapi dia tidak bisa menyangkal pikirannya yang mengatakan dia akan senang dan ingin melihatnya setiap kali mendengar namanya. Seperti sebelumnya saat dia tidak sengaja mendengar percakapan Rain dengan Arka tentang pergi ke mall bersama Raka. Dengan alasan bosan dan ingin berjalan-jalan Alden mengikuti Arka menyusul istri tercintanya.

Tetapi saat berada di kafe dan mendengar bagaimana barista memanggil penerima minuman dengan nama yang di buat oleh Vanessa, dia sangat ingin memukul sepupunya– kalau saja dia bukan perempuan. Dia bisa membaca dengan jelas betapa kesalnya Raka saat itu dan semakin jelas setelah dia menerima minumannya.

Alden tidak suka dengan kecanggungan di antara mereka, tetapi untungnya pesan teman Raka menyelamatkan suasana mereka. Itu membuatnya merasa lega namun juga menyedihkan pada saat bersamaan.

Dia hanya memikirkan betapa menyebalkannya jika keadaan mereka menjadi canggung dan Raka menjauh darinya. Apa yang akan dia lakukan?

“Sialan Vane!” umpat Alden seraya menyugar rambutnya frustrasi.

Tersadar dari pikirannya dia melihat sekitar melalui kaca mobil dan segera memutar kemudi dan pergi ke arah lain, meninggalkan arah perkotaan menuju sebuah daerah yang lebih asri dan sedikit penduduk.

Mobilnya terus melaju hingga melewati jalanan panjang yang sepi sampai di sebuah gerbang besar yang dijaga oleh beberapa satpam penjaga. Alden menunjukkan kartu identitas beserta kartu pengunjung yang dia miliki sebelum salah satu satpam yang memeriksa kedua kartu tersebut membuka palang yang menghalangi mobil dari jalannya.

“Terima kasih,” ucapnya ramah.

Alden membawa mobilnya melewati halaman besar yang dilalui oleh banyak kendaraan dan orang-orang. Dari sekian banyak orang yang tampak, hampir setengahnya berjubah putih kedokteran.

Saat langkahnya memasuki pintu utama yang otomatis terbuka oleh sensor yang mendeteksi keberadaan manusia, bau karbol menyeruak ke dalam indera penciuman.

Wajah tenang itu menjadi semakin dingin saat lift membawanya ke lantai ke 13 tempat  tujuannya berada. Kemudian dia pergi melewati lorong-lorong rumah sakit yang pendek dan memiliki banyak persimpangan, sampai tiba di depan sebuah kamar bernomor 88. Dia terdiam selama beberapa saat sebelum membuka pintu dengan pelan.

[BL] ANASTAÍNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang