BAB 14

1.5K 135 12
                                    

[ RUMAH ]

~~Tempat kembali ternyaman seseorang adalah rumah~~

*

*

*


Setelah malam yang panas dengan Alden tanpa status yang jelas, kini Raka hanya bisa berdiam di kamar istirahat milik Alden. Meskipun rasa sakit di sekujur tubuhnya telah berkurang dia tidak bisa pergi ke mana-mana karena Alden telah mengajukan ketidakhadiran pada kepala manajer.

“Bosan ya diam aja di sini?” tanya Alden saat keduanya makan siang bersama.

“Bosen banget, njir. Tapi mau gimana lagi? Gue nggak mungkin keluar juga, kan?”

Mereka sama-sama tahu, dengan alasan apapun sama sekali tidak mungkin membawa Raka keluar dari tempat ini.

“Sebenarnya nggak apa-apa sih, gue juga udah lama nggak ngerasain hari sebebas ini.”

Alden mengangguk. “Nanti malam ayo keluar.”

“Gue hari ini mesti pulang.”

“Kenapa?”

“Dirga nyariin, soalnya gue nggak pulang dari kemarin.”

Ekspresi wajah yang rileks sebelumnya sedikit berubah sambil menatap wajah orang lain yang santai itu.

“Nggak bisa bilang kalo Lo nginap sama gue?”

Raka yang sebelumnya sedang menonton ke televisi mengalihkan pandangan dan bertemu pandang dengan Alden. Tidak lama kemudian sudut bibirnya terangkat tanpa ekspresi.

“Nggak, gue mau pulang.”

Raka pikir seharunya dia sadar diri saja. Bahkan jika mereka telah melakukan hubungan intim tadi malam, sama sekali tidak berarti hubungan mereka juga berubah. Mau bagaimanapun di pikirkan alasannya Alden masih memiliki pacar dan kasarnya dia adalah bajingan selingkuhan.

Dia tidak ingin berharap banyak. Meskipun hatinya harus menahan sakit dan menanggung ketidak jelasan hubungan mereka, tetapi dia masih lega bahwa mereka adalah teman satu sama lain. Bila nanti harus berakhir maka biarkan dia yang menanggungnya, karena kemarin adalah keputusannya sendiri.

Alden yang telah lama meninggalkan kamar sesudah makan siang –yang berakhir dengan keheningan kembali dengan wajah muram. Dia melonggarkan dasi kemeja yang sepertinya terlalu mencekik dan melemparkan tubuhnya pada Raka yang baru selesai mengenakan kaus sesudah mandi.

Dorongan keras itu membuat tubuh Raka terhempas ke sofa di belakang dengan tubuh besar Alden yang menindihnya.

“Sakit woy! Sadar Lo berat, anjir!”

“Hmm.” Suara berat itu membelai kulit leher Raka.

“Apaan?”

Alden tidak menjawab, hanya menghembuskan nafas berat di leher Raka yang tidak bisa bergerak oleh tekanan tubuh di atasnya.

“Minggir Lo, berat anjir!”

Laki-laki yang terus menggelitik lekuk leher Raka dengan hembusan nafasnya masih membisu tanpa jawaban, tetapi tubuhnya mengerahkan seluruh kekuatan ke tubuh Raka yang membuat laki-laki itu tak bisa bergerak.

“Jangan sekarang,” katanya.

“Apanya?!”

“Besok aja pulangnya.”

[BL] ANASTAÍNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang